11- Hope

540 64 8
                                    

.
🔹️▫️❄▫️☁️▫️❄▫️☁️▫️❄▫️☁️▫️🔹️
.

Bahagia kini dan menderita kemudian
Atau
Menderita kini dan tidak bahagia sama sekali

.
🔹️▫️☁️▫️❄▫️☁️▫️❄▫️☁️▫️❄▫️🔹️
.

____

Bulu-bulu lentik yang menjadi penambah seperkian persen ketampanan pemuda yang tengah menutup mata itu mulai bergerak halus namun pasti. Mencoba menggelitik si kelopak mata untuk menyirnakan kegelapan yang tengah menyelimuti pemuda itu.

Hingga tak butuh waktu lama, cahaya yang menyinari ruangan itu mulai menyapa secara tak sabaran indra penglihatan dengan iris berwarna kelam itu. Berharap kesadaran pemuda itu cepat penuh kembali, dan menyadari kehadiran pemuda lain yang juga tengah berada di ruangan itu.

Pemuda mungil yang tengah tertidur nyaman, meski dalam tak posisi nyaman. Pemuda mungil itu tengah tertidur tepat di samping seseorang yang tengah terbaring dengan mata yang mengerjap, mencoba menyesuaikan cahaya yang menerobos indera penglihatannya.

Setelah pemuda tampan itu menyadari tempat dia berada dan paham mengapa Ia berada disini. Tidak mengejutkan menurutnya, karena mengingat apa yang telah terjadi dengannya beberapa jam yang lalu mungkin? Entahlah, dia tidak tau sudah berapa lama terselimuti kegelapan.

Pemuda itu tersenyum menemukan cahaya lainnya. Cahaya yang membuat sang mentari mungkin saja iri bila ditandingkan dengan orang itu. Cahaya yang mentari tak mampu terangi di suatu titik. Mentari saja tidak mampu, apalagi penerangan lampu yang ada di ruangan ini.

Cahaya kehidupannya.

Kehidupan memang akan hancur tanpa cahaya sang mentari.

Begitupun Jeno, kehidupannya akan hancur bila tanpa ada Renjun.

Satu-satunya cahaya yang Tuhan masih berbaik hati untuk sisakan kepada Jeno.

Bagaimana pun indahnya cahaya itu. Cahaya yang berlebihan tentu akan membutakanmu.

Bagaimana bila cahaya yang membutakanmu itu sebenarnya adalah api yang berkobar dan kau terperangkap di dalamnya?

Jeno memilih kembali menutup matanya lelah. Lagi pula, melihat cahaya hidupnya ada di sisinya sudah lebih dari cukup untuk membuatnya berani terlelap lagi.

Cahaya hidupnya tidak meninggalkannya.

Dengkuran halus pun terdengar samar setelahnya. Dan saat itu pula, mata indah itu menunjukkan eksistensinya. Menatap tanpa ekspresi jendela kaca yang berada di hadapannya.

Renjun bangun dari posisi tidurnya secara halus, tidak ingin membangunkan Jeno. Tatapan mata itu menatap penuh arti wajah tampan Jeno yang terlelap sembari nampak tersenyum kecil.

Jemari lentik Renjun menyapa kepala Jeno dengan sebuah hiasan perban yang terpasang rapi di sana. Tidak sedikitpun menurunkan kadar ketampanannya.

Namun tetap saja, Renjun tidak suka akan keberadaan perban itu.

Cukup menganggu.
Ah, tidak.
Sangat mengganggu lebih tepatnya.

Andai saja dirinya seseorang dengan pikiran pendek pasti perban itu sudah Ia singkirkan dari sana, pikir Renjun.

Helaan napas mengakhiri kegiatan mengusap kepala dengan perban putih milik Jeno.

Kaki mungilnya melangkah meninggalkan ruangan mewah itu tanpa menimbulkan sedikitpun suara. Entah bagaimana langkah kaki itu bisa tidak sedikitpun terdengar dalam ruangan yang sangat sunyi, bahkan dengkuran halus milik Jeno cukup terdengar di penjuru ruangan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cold Bonnie  | NorenminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang