Berpisah

18 5 0
                                    

Ais tengah bersiap menghadapi lawan-lawannya. Wanita itu merupakan seorang mutan yang mampu memanipulasi angin menjadi es. Bakatnya itu terlihat sejak ia berusia lima tahun. Ais pun diadopsi oleh Hanung dan Ladiba supaya kemampuannya itu tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Sekarang!" teriak Hanung.

Ladiba menunjukkan keahliannya dalam memanipulasi cahaya. Ia dengan mudah membuat dirinya dan Dio tidak terlihat oleh siapa pun. Sedangkan Hanung melempar lawannya tanpa menyentuh mereka sedikit pun. Hanung membuka jalan bagi Ladiba untuk menyelamatkan diri. Dio merupakan ahli waris yang harus dilindungi.

Dari tangan Ais tumbuh puluhan kristal panjang bening yang ujungnya lancip dan berkilau. Dalam sekali tebas seluruh kristal dingin itu melayang dan menancap ke dada sang lawan. Ia berhasil menghentikan para musuhnya, sekarang Ais perlu berlari menjauh menyusul Hanung dan Ladiba.

"Tidak sekarang!" ujar Bacira. Ia datang dari kegelapan dan menghadang jalan Ais.

"Aku tidak kenal siapa kau."

"Tapi aku tahu siapa kau," jelas Bacira. Ia mengangkat wajahnya yang tertutup oleh caping. "Okta alias Ais."

Di tengah pembicaraan Ais dengan Bacira, sebuah akar panjang muncul dari sisi kiri Ais yang berasal dari kegelapan yang tidak bisa dilihat oleh matanya. Beruntung wanita langsing itu merespon cepat, memanfaatkan angin di sekitar, Ais memanipulasinya menjadi es berbentuk dirinya sehingga ujung akar tersebut hanya menghancurkan replika tubuh Ais sementara Ais sendiri berhasil menyelamatkan diri dengan menggulingkan tubuh ke belakang. Antisipasi yang tepat dan itu menimbulkan semangat Ais untuk melawan Bacira.

Kini giliran Ais yang akan menyerang Bacira. Ia berlari lalu kakinya menapakkan di atas akar raksasa dan melompat tinggi. Di tengah langit malam, mata wanita itu menyala biru dengan pola kristal es. Cantik, tapi juga mengerikan. Suhu di sekitar mendadak dingin, Bacira bisa merasakan peralihan yang begitu tajam.

Dari atas, Ais melancarkan serangan dengan menghujani kristal es panjang yang ujungnya runcing. Bacira mati-matian menghindari ratusan kristal es yang mengincar tubuhnya. Ia melompat sana-sini, sementara Ais terus membombardir Bacira dengan serangan andalannya.

"Kau tidak bisa berlari selamanya," ujar Ais. Biar muda, perempuan itu sama sekali tidak menunjukkan rasa takutnya bahkan ia merasa pertarungan ini berada di bawah kendalinya.

Ais membungkukkan badan, kedua telapak tangan menapak di atas tanah. Satu detik ... dua detik, seluruh tanah menjadi permukaan licin yang dingin. Semua rumput dan batang membeku. Bacira yang kewalahan akhirnya terjatuh karena terpeleset oleh bidang yang licin. Ais pun memanfaatkan kesempatan dengan membekukan tubuhnya menjadi es.

"Kau melupakan sesuatu," ujar bacira.

Jantung Ais berdegup cepat seketika. Ia merasakan getaran di bawah kakinya. Sesuatu yang besar sedang mencoba menghancurkan tanah es yang dibuatnya. Ia tidak tahu pasti dari mana suara tersebut berasal, tapi yang jelas keberadaannya sangat dekat.

Bacira tersenyum tipis

Suara dentuman hebat muncul di belakang. Ketika Ais menengok ke belakang, ia melihat tangan besar, keras, dan kasar. Kemudian disusul sebuah kepala batu dan tangan yang lainnya. Makhluk itu besar, sedang menatap Ais, dan mendengus kasar. Sang monster sedang merangkak naik ke atas.

"Kejutan," ucap Bacira.

"Sial!"

Sang monster raksasa tersebut melayangkan tonjokan ke arah Ais. Wanita bermata biru itu segera menghindar. Ia pun menciptakan pedang besar di tangannya dengan es untuk membantu pertahanan. Ais menggeram dan berteriak, ia berlari cepat, kaki telanjangnya menampar tanah yang membeku. Ia terus melompat sampai ketinggiannya menyamai sang monster dengan bantuan tangga es.

THE ART MAN. VOL 2 : TELEKINETORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang