CHAPTER 1

16 1 0
                                    

Happy reading❤️

.

.

.

Suara pintu yang di dobrak dari luar mengagetkan ketiga cowok yang berada di ruang kelas itu. Lelaki dengan peluh diantara pelipis dan keningnya itu memasukin kelas dengan tergopoh-gopoh. Namanya Tora Adjie Sucipto. Anak Pratomo Sucipto salah satu pemilik perusahaan terbesar di Jakarta. Fakta ini dia tutupi rapat-rapat lantaran dia tahu tidak semua orang memiliki sifat yang tulus berteman. Makanya temannya tidak banyak. Hanya tiga orang dan ketiga orang itu kini berada dihadapannya.

"Galen! Mana Galen?!"

Lelaki bermata agak sipit gemar mengoleksi topi dan memakainya itu kemudian menyahut. Dia Ferdi Bastian yang menjabat sebagai wakil ketua basket di sekolah sejak tahun lalu, juga yang paling tinggi diantara mereka berempat. Dengan tubuh bagusnya Ferdi tidak jarang mendapat tawaran menjadi model majalah remaja. "Di depan lo. Makanya kalo jalan jangan pake mata. Ketutupan, kan."

Sedangkan orang yang dicari, inti dari roman picisan ini tampak tidak terusik. Biasanya jika seperti itu dia sedang mengutak-atik kamera kesayangannya. Galen Wilfred, cowok berhazel coklat jernih yang dikenal bersikap tenang ini begitu menyukai hal yang berbau fotografi. Julukannya adalah fotografernnya sekolah. Dikagumi banyak kaum hawa karena parasnya. Sayangnya Galen terlalu larut dengan hobinya hingga membuatnya tidak pernah berfikir menjalin hubungan selain pertemanan.

"GALEEEN!"

Tora berlari dan langsung memeluk Galen dengan erat seperti sepasang kekasih yang sudah lama menjalin hubungan jarak jauh dan akhirnya bertemu.

"Galen gue butuh bantuan lo!"

"Lepasin gue dulu, Tor!"

Galen memberontak dalam rengkuhan itu mencoba melepaskan diri. Dia menaruh satu tangannya pada wajah Tora sedangkan tangan yang lain memegang erat bahunya. Mendorong tubuh itu dengan keras hingga tersungkur ke lantai. Tora meringis kesakitan. Dia terlalu terkejut karena pesan yang ia dapat sampai membuatnya lupa kalau Galen paling tidak suka disentuh.

"Kalo bisa gue bantuin," jawab Galen tenang. Dia merapikan seragamnya yang lusuh.

"Kasar banget lo jadi cowok." Tora memberenggut sambil berusaha berdiri.

"Karna gue masih normal."

"Sialan! Gue juga masih normal kali!"

Galen mendengus.

"Gue butuh bantuan lo!"

"Apa?"

Tora langsung membawa tangannya menjauh ketika hendak menggenggam tangan Galen. Hampir saja dia mendapat dorongan maut kedua kali. Belum sempat dia mengutarakannya seseorang tiba-tiba saja menyahut.

"Oh gue tau gue, nih. Tentang Keysa pasti? Iya, kan?"

Valentino Radi, cowok bertubuh mungil dengan tambahan wajah manis berlesung pipi itu tetap fokus pada game online yang dimainkannya.

Kalau ditanya kenapa namanya Valentino, itu karena ayah dan ibunya adalah penggemar berat pembalap Valentino Rossi. Tapi, karena bosan dan muak selalu mendengar orang tuanya membahas Valentino Rossi setiap hari di rumah, cowok itu memutuskan mengubah nama panggilannya menjadi Radi tanpa sepengetahuan orang tuanya. Akhirnya, ketiga cowok itu sepakat memanggilnya Radi.

"Pasti maksa ketemu lo, kan? Apa gue bilang. Cara yang lo pake ini cuma bakal nyusahin diri lo aja. Lagian ngapain pake identitas Galen segala sih buat pdktan sama si Keysa? Jadi susah kan lo kalo dia mau ketemuan." Radi tertawa. Melihat temannya kesusahan adalah hal lucu. Namun, dia tidak sadar dengan apa yang barusan dia katakan. Sampai akhirnya Ferdi menendang tulang keringnya dengan cukup keras. Radi langsung mengaduh kesakitan sambil tetap berusaha fokus pada game yang sebentar lagi akan dia menangkan.

Shutter Love [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang