Setelah pulang dari rumah yujin, kedua orang tuanya pergi menjenguk minju dan keluarganya. Sebenarnya ayah yujin sangat malu untuk bertemu dengan keluarga minju. Namun mau tidak mau, ia harus menyelesaikan masalah yang sudah anaknya perbuat.
Ting tong! Suara bel berbunyi. Ayah minju membukakan pintu untuk orang tua yujin.
"Masuklah." Perintah ayah minju singkat.
"Terimakasih." Balas ayah yujin.
Sementara minju, sedari pagi ia tidak keluar kamar sama sekali. Tidak makan, tidak minum, dan tidak mau melakukan apa-apa padahal ia memiliki kelas pagi. Hanya menangis sepanjang hari.
"Duduklah." Pinta ayah dan ibu minju.
Orang tua yujin pun duduk untuk berbicara.
"Pertama-tama, mewakili yujin, kami memohon maaf sebesar-besarnya. Aku tidak memiliki banyak kata untuk dikatakan lagi selain maaf. Aku merasa sudah gagal mendidik putraku. Aku minta maaf sekali lagi." Ucap ayah yujin sambil menunduk diikuti oleh ibu yujin kepada orang tua minju.
"Apa yang kurang dari minju kami? Hingga membuat yujin berselingkuh?" Tanya ibu minju yang air matanya mulai jatuh.
"Minju sudah seharian tidak keluar dari kamar. Ia tidak pergi kuliah, tidak mau makan, menangis sepanjang malam dan mengunci pintu kamarnya. Bagaimana dengan anak di kandungannya? Apa yang harus kami lakukan?" Tanya ayah minju berusaha menahan emosi.
Ayah dan ibu yujin tampak terkejut mendengar pernyataan ayah minju.
"Apa? Minju hamil?" Tanya ibu yujin.
"Iya. Sudah 7 minggu. Dokter memintanya untuk menjaga kandungannya karena ini kehamilan pertamanya. Tapi, kalau dia begini terus, gimana dengan anaknya!?" Tanya ibu minju kembali.
Selama beberapa saat, hanya keheningan yang terjadi. Setelah mendengar kabar bahwa minju hamil, orang tua yujin terkejut bercampur senang.
Krettt... Suara pintu dibuka. Pandangan mereka langsung menuju sumber suara. Minju keluar dari kamarnya. Ia tampak menyedihkan. Matanya terlihat sembab dan bengkak. Rambutnya terlihat acak-acakan dan bajunya terlihat kusut.
"Minju-yaa..." Panggil ibu yujin.
"Abeonim, eomoni, minju sudah memutuskan, minju akan menyewa pengacara untuk menangani perceraian kami." Ucap minju dengan suara paraunya.
Baik orang tua yujin maupun minju terkejut dengan keputusan minju.
"Minju-yaa... Bukankah lebih baik kamu bicara dengan yujin terlebih dahulu?" Tanya ibu yujin.
"Minju rasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi antara kita. Tolong hargai keputusan minju, dan soal kehamilan minju, nanti minju yang akan memberitahu yujin sendiri." Tegas minju.
Keheningan terjadi sebentar.
"Minju-yaa, tolong maafkan yujin kami. Kami akan menghukum yujin nanti. Kamu juga sedang hamil, butuh sosok suami untuk mendampingi kamu. Tolong dipikirkan sekali lagi." Bujuk ayah yujin.
"Abeonim... Maafkan minju... Tapi keputusan yang minju buat sudah bulat." Ucap minju susah payah menahan tangisannya.
"Baiklah kalau begitu. Kalian sudah dewasa, kami tidak ada hak mencampuri urusan kalian. Kalau begitu, kami pamit pulang terlebih dahulu. Jagalah dirimu dengan baik." Ucap ayah yujin lalu menepuk bahu minju pelan.
"Minju, ingatlah anak di dalam kandunganmu. Jagalah dirimu dengan baik. Terimakasih telah mengurus yujin dengan baik selama ini. Kami pamit." Ucap ibu yujin sambil memeluk pelan minju.
Setelahnya, keduanya pun pergi.
Sementara yujin, ia tidak tau apa yang ia rasakan. Ia berusaha menelepon dan mengirim pesan kepada minju, tetapi itu semua diabaikan minju. Ia begitu bingung sekarang. Ini masih siang, tetapi ia duduk di meja makan dengan beberapa botol soju. Mukanya merah menandakan ia mabuk dan air matanya terus jatuh.
-You hurt me so bad that pain lost its meaning-
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Affair 1 : Break The Bond? - Jinjoo (End)
FanfictionM : Why am I so afraid of losing you even when i know u're already mine? Y : At the end of the day, what the hell does it matter who i end up with if it isn't you? W : You and I will always be unfinished story. She loves him and he loves her but it...