Di sekolah, aku bukanlah seperti murid kebanyakan. Nakal dan tidak taat peraturan. Guru-guru mengenalku dengan baik. Mereka menaruh kepercayaan penuh kepadaku jika ada tugas. Aku memegang kewajiban itu sepenuh hati. Sebut saja Bu Tia, guru Bahasa Inggris yang ikut serta merekomendasikan aku untuk ikut PTN nanti.
-Di kelas-
Imel adalah gadis yang saat ini aku puja-puja. Meskipun dia belum tau bahwa aku menaruh rasa kepadanya, tapi dia begitu baik kepadaku.
"Lan, bantuin dong. Tadi guru jelasinnya kecepetan. Aku ga bisa nangkap. Huftt mana bentar lagi kita mau ujian lagi, huaaaaa."
"Kenapa Mel? Idih kok nangis, hahaha. Cengeng banget sih. Kamu ga tau tabel periodik? Coba aku kasih soal. Wajah Imel seperti tembaga dan telurium." Aku sedikit meledek dengan nada yang rendah.
"Ha, apaan? Aku gatau loh. Maksudnya gimana sih?"
Tiba-tiba, Febry menarikku dari belakang. Maklum, guru saat itu sedang rapat. Jadi kami di beri kebebasan untuk saling berdiskusi.
"Ada apa Feb? Jangan narik dong, kan sakit." Ucapku sembari meniup debu yang menempel di lengan.
"Eumm ini, ajarin juga. Aku ga ngerti, masa Imel terus yang dibantu. Aku kan sering traktir in kamu bakso Pak Samsul."
Mau gimana lagi? Sudah terikat kontrak, hahaha. Terpaksa aku membantu Febry. Terlihat wajah Imel begitu memerah sambil memanyunkan bibirnya. Matanya begitu sinis melihat Febry.
"Yaudah, Lan. Kukira hubungan kita istimewa."
Aku langsung melotot dan seisi kelas yang tadinya riuh seperti suara pasar, langsung diam mendengar perkataan Imel.
"A-aa bukan gitu. Maksudnya, hubungan persahabatan.Tadi Alan aku suruh buat bantuin aku tap..."
Bu Wati pun datang dengan gaya jalannya yang khas. Meminta tiap murid untuk mengulang kembali apa yang dijelaskannya. Aku yang pertama dipanggil, karena menurut daftar kehadiran. Sebab aku fokus dengan pelajaran, akhirnya segampang itu aku selesaikan, hahahaha. Giliran Amel setelah aku. Wah kebetulan ya, Alan dan Amel, hahahaha. Sudahlah, tak penting.
"Amel, ayo maju ke depan, jelaskan ulang apa yang saya sampaikan tadi."
"B-bbb-bu. Giliran yang lain, ya. Soalnya Amel belum bisa, heheh."
"Hedeh, alesan kamu. Ayo, maju. Saya tidak mau tau apapun perkataan kamu tadi. Cepat."
Bu Wati tampaknya marah. Eumm, kayanya ada masalah gaji hahahah sehingga dilampiaskan ke kami anak muridnya yang lucu-lucu. Dia melibas penggaris panjangnya ke meja. Sontak semua murid pun kaget, sambil membaca mantra agar bel pulang sekolah cepat terdengar.
Akhirnya mantra itu manjur, hahahah. Semua menghela nafas panjang. Imel yang tadinya gemetaran, dengan menggigit bibir mungil nya. Kini dia menghapus keringat seperti dokter yang selesai mengoperasi pasiennya.
Oh ya, kami pulang bareng karena searah. Tidak jauh sih, sehingga kami bisa berjalan kaki. Berdua? Tentu tidak. Aku ditemani temanku Ridwan. Kami pulang bareng bertiga sambil bercerita keadaan menegangkan tadi.
"Mel, gimana? Kok tadi aku lihat kaya cemas gitu? Mana kaki kamu getar-getar lagi, hahaha."
"Alaaaaaaann. Masih suka ngeledek, ya. Dari dulu, semenjak SMP kamu ga pernah belain aku. Maaf nih, gini-gini juga pengen dapet gelar Dokter." Ucap Amel sambil mencubit pinggangku.
Sampai di perempatan jalan, aku izin pamit kepada mereka berdua.
"Loh, Lan, kan rumahmu disana. Kenapa berhenti disini? Aneh kamu tuh. Mau ngapain? Janjian ya sama cewe? Aihhh temenku yang mukanya guaanteng ini punya cewe juga ternyata." Ucap Ridwan.
"Ha? Anu, bukan lahh. Aku ini, emm disuruh Bapakku mampir ke warung buat beli sesuatu, gitu." Jantungku berdegup kencang, sambil mengalihkan pandangan. "Ya Allah maafkan hamba telah berdusta."
"Oh yaudah, kami jalan dulu. Babaiii" Kata Amel dan Ridwan setelah mereka sudah mulai pergi.
Sebenarnya aku hanya memenuhi panggilan Pak Bos, ya itu dia Mas Banu. Lumayan kan, masih punya waktu luang aku bantu-bantu dia. Aku masih malu menceritakan kepada mereka bahwa aku bekerja separuh waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagian Dari Mencintai Adalah Mengikhlaskan
RomanceAku adalah seorang anak yang terlahir dalam keadaan sederhana. Memiliki usaha yang besar adalah salah satu impian ku. Namun itu dipatahkan oleh wasiat Ibuku.