trigger warning; marriage, mention of divorce, illness, mild language, panic attack, major character death.
----
Pluem mendekati duvet putih, membawa air putih untuk Metawin yang daritadi tidak berpindah posisi, menenggelamkan diri dari realita yang tidak mau ia hadapi. Realita bahwa Ia, Metawin telah menyerah.
Khaotung, JJ dan Pluem tengah berada di kediaman Metawin (dan Bright, dulunya). Badan kecilnya ia dudukkan disamping sahabatnya, yang terdiam, menyingkap duvet putih sembari menyodorkan air putih.
Metawin's lips is dry, face pale and miserable. Bisa terbayang bahwa pria bergigi kelinci itu belum pernah menyentuh makanan berhari-hari.
"Win, makan ya?" tanya JJ, suaranya berat, sesak, suffocating seperti akan pecah hanya dalam sekejap saja, mendapatkan gelengan pelan dari pria itu.
Diamenghampiri kedua insan dari tempat ia berdiri di sudut ruangan berwarna abu-abu, Khaotung mengikuti, melingkari kasur itu, duduk di ujung matras, merasakan dinginnya duvet putih,
Kamar itu terasa sepi, seperti tidak adalagi sumber kehangatan yang biasa bersumber dari Bright, sang Mentari, Mentari-nya Metawin, dulu.
Sekarang, apartemen itu hanya terisi dengan isakan pilu Metawin setiap malam, getar suara Metawin setiap pagi, keheningan Metawin setiap senja.
Para sahabat itu menatap Metawin iba, Metawin mendudukkan dirinya ke bed-stand, melirik tumpukan kertas yang berada di nakas sebelahnya, kertas yang akan merubah hidupnya.
"Lo serius ga, Win?" tanya Pluem, raut kecewa terpatri dari wajahnya, "This is 5 years worth of marriage we're talking about. Not to count your 3 years of relationship."
Terbuka sudahlah kotak pandora yang daritadi sudah mereka tahan, mengais jawaban logis dari pandangan temannya.
"Iya."
Pluem terdiam, menatap Khaotung untuk meminta bantuan, yang ditatap hanya mengendikkan bahu, kecewa. Khaotung kecewa.
Kecewa karena Khaotung yang mengenalkan Metawin kepada Bright pada saat Metawin baru putus dari pacarnya, kecewa karena Khaotung yang menemani Metawin membeli baju baru untuk first-date mereka, kecewa karena Khaotung yang menjadi alasan kepada orang-tua Metawin saat pasangan itu ingin liburan bersama ke Bali, kecewa karena ia adalah orang yang Metawin hubungi pertama kali saat pria bergigi kelinci itu dilamar oleh Bright.
He also feels blue.
Metawin tahu bahwa kabar ini akan mengguncang teman-temannya, tetapi dia tidak menyangkan akan sampai begini, "Ini... Ini ga mengubah apa-pun."
Khaotung yang sedari tadi diam hanya menatapnya tidak percaya, seperti amarah tumpah dari kedua mata yang memandangnya kesal,
"Maksud lo? Ga rubah apa-apa?"
JJ yang melihat reaksi Khao hanya membalas, "Khao, santai."
"Ngga, lo semua mikir gak sih? Ini mengubah semuanya, pertemanan kita, hubungan kedua keluarga lo, our work space, lo mikir ga sih Meta?" tuturnya, seumur hidup Metawin berteman dengan Khao tidak pernah ia mendapatkan tatapan seperti ini.
"Setiap dia pulang, we just fight, we barely see each other, Khao. this house feels suffocating, lo aja ga ngerti jadi gue! Lo semua supportive ke gue tuh ngga susah, harusnya gue yang sedih disini. Harusnya gue yang kecewa disini."
Metawin sudah merasa bersalah, tetapi Khao membuat ini lebih parah, tangannya menggenggam duvet putih erat, buku-buku tangannya memutih.
Mereka semua terdiam, There are tears running down his face. He doesn't realize till he tastes them on his lips.
KAMU SEDANG MEMBACA
When God Blinks / brightwin
FanficMetawin wants to let go, but he wants to hold on just a little longer. trigger warning; marriage, mention of divorce, illness, mild language, panic attack, major character death. written in Indonesia. k, 2021.