Oh, hai~! Selamat datang di ceritaku<3
Aku menulis sesuai apa yang aku ingin dan tergambar dalam imajinasi. Jadi, aku mohon jangan samakan ceritaku dengan cerita lain, jangan bawa-bawa cerita ini ke cerita lain atau juga sebaliknya apalagi curi-curi kesempatan buat copy cerita aku~
JANGAN PLAGIAT! BUAT CERITA GA GAMPANG!!!
Semoga kalian selalu suka dengan tulisan yang tak sempurna dan juga tak dapat membahagiakanmu. Siapa pun kamu yang sudah mencintai karyaku, aku mencintaimu<3
Jadilah pembaca yang bijak~!
Aku hanya minta hargai apa yang aku tulis, jangan lupa vote dan komen. Aku menerima seluruh kritik dan saran yang membangun, sebab untuk penulis kecil seperti aku sangat berguna^^
Enjoy, kalian enggak perlu buru-buru saat baca. Nikmatin aja<3
⚠️Cerita ini murni fiksi, karangan, dan enggak nyata. Jangan berpikir cerita ini merupakan kisah nyata dari seluruh cast/visualisasi yang aku gunakan untuk cerita ini⚠️
Happy Reading<3
🎡 🎡 🎡
Tidak sedikit orang merasa euforia bertemu dengan sosok baru. Pertemuan, mengenal dan ... memahami, bergandeng tanpa mengharap kisah dimulai, kembali meninggalkan jawab untuk pergi.
Apa yang dilakukan, kembali diulang untuk dapat menerima kehadiran, mungkin tidak semestinya mampu membuat nyaman. Namun, pada akhirnya pasti banyak hal yang berubah, sama seperti keadaan yang tidak selamanya akan baik-baik saja setelah berteman dengan patah hati. Percayalah, sekeras apa pun menolak yang datang akan tetap datang. Sekuat apa pun menahan yang pergi, tetap akan pergi.
"Tunggu gue. Gue bakal pulang, kok." Sudut bibir Arsya tertarik luwes, tatap dingin yang tidak pernah pudar, terganti dengan binar sendu. "Gue janji."
"Arsya, lo udah banyak ngomong soal janji sama gue. Enek tahu! Lo cuma bisa nenangin gue dengan janji yang sama sekali enggak pernah bisa lo buktiin." Zura menghela. "Apa gue harus percaya sama janji lo kali ini?"
"Kali ini gue bakal buktiin, kalau gue pasti balik buat lo," balas Arsya. Tersenyum selanjutnya, menarik koper hitam lebih dekat mengarah pada Zura, mengikis jarak yang sempat ada. Cowok itu memeluk Zura erat, membuat gadis berambut cokelat spontan meluruhkan air mata yang sedari tadi telah ditahan agar tidak tumpah.
"Gue mau lo janji. Kalau enggak ada gue nanti, lo jangan banyak nangis," kata Arsya.
"Lo kenapa sih, selalu ninggalin gue mulu? Lo kenapa selalu biarin gue sendirian?" Air mata Zura semakin tumpah. "Gue belum siap kalau lo jauh! Gu-gue ... gue—"
Jari telunjuk mengarap pada bibir merah milik Zura. "Enggak lama, cuma tiga setengah tahun. Tetap tunggu gue, ya? Gue juga bakal jaga hati buat lo," potong Arsya.
Arsya tahu, Zura sedang terisak dalam dekapnya. Menumpahkan segala tangis yang memang tak seharusnya disimpan sendirian. Semakin kuat dekap yang diberi, semakin deras air mata turun tanpa diminta.
Mengalihkan pandang pada cakrawala yang telah terlukis langit sore, torehan warna merah dipadukan warna kuning tampak membuat hati semakin tersayat, seolah Arsya dapat merasakan bagaimana enggannya senja mengizinkan pergi. Matanya berkaca-kaca kala gadis pada peluknya memukul-mukul pelan dada bidangnya, pertama kali Arsya turut hanyut menumpahkan air mata untuk seorang gadis, terasa menggelikan meski rasa sedih bersemayam pada dada.
Arsya menyeka air mata menggunakan jari telunjuk, mengusap puncak kepala Zura pelan secara lembut, menenangkan Zura agar tidak semakin jatuh dalam sedihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[#2] HIRAETH : Turn Back Time
Teen Fiction[ALANGKAH BAIKNYA FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA<3] The Second Part Of Zura Universe *** Melakukan hubungan jarak jauh, justru membuat Arsya bosan lantaran tanpa hadirnya Zura. Komitmen yang dijanjikan, alih-alih tak dapat Arsya buktikan segera. Sikap...