Keheningan menyelimuti [Name] dan Levi di kamar tidur mereka. [Name] menatap jam dinding yang terus berdetak dengan lelah, sekarang sudah jam 2 dini hari. Iris [eyes color] miliknya bergulir, menatap punggung tegap Levi yang membelakanginya.
"Lev, maafkan aku, okay?" pinta wanita itu lembut.
Levi tak menggubris. Pria itu sibuk mengganti pakaiannya dan berkutat dengan hal-hal lain yang lebih menarik perhatiannya daripada kekasihnya sendiri.
[Name] mendesah lelah. Ini salahnya, ia sadar benar dengan statement tersebut. Wanita itu merupakan seorang dokter di rumah sakit kota. Pekerjaannya sangat padat akhir-akhir ini sampai ia melupakan janji mereka. Berkali-kali.
Levi, seperti yang diketahui, pria ini memiliki temperamen yang cukup berbahaya. Masalah kecil pun bisa membuatnya naik darah. Sudah sangat wajar apabila ia marah dengan [Name].
[Name] menggeram lemah, ia beranjak dari ranjang. Wanita itu memeluk mesra Levi dari belakang. "Sayang, kau yakin ingin mengabaikanku sepanjang malam?" ujarnya sambil bergelayut manja.
Levi masih tak berkutik, maka [Name] pun tak menyerah. Wanita itu menyelinapkan tangannya ke balik kaos pria itu, mengelus perut kekar Levi dengan lembut. "Aku merindukanmu." goda [Name].
"Fuck you." Levi berdesis, ia langsung membalik badannya dan memeluk tubuh mungil [Name]. Pria itu membopong kekasihnya ke ranjang, membantingnya, dan mulai menggerayaninya.
"A-Ahh, Lev!" [Name] menjerit geli ketika Levi menghujani leher jenjangnya dengan ciuman.
"Aku akan menghukummu–Drrt! Drrt! Drrt!"
Dering ponsel [Name] memecahkan momen mesra mereka. Wanita itu meloncat dari ranjang dan menyambar ponselnya. "S-Sial, ini emergency." jeritnya tertahan setelah melihat layar ponselnya.
[Name] melirik Levi takut-takut. Pria itu tengah memakai kembali kaosnya, wajahnya sangat kusut.
"Levi." cicit [Name] lembut.
"Pergilah." jawab pria itu dingin.
[Name] mengulas senyum canggung. "A-Aku akan pulang cepat, okay." katanya sambil merapikan barang-barangnya.
Levi tak menjawab. Tubuh pria itu sudah tertutup dengan selimut.
"Mimpi indah." bisik [Name] sebelum akhirnya meninggalkan Levi di rumah mereka, sendirian.
. . .
[Name] dan rekan-rekannya menangani beberapa pasien emergency dengan cekatan. Wanita itu melirik jam dinding di ruangan tersebut, 5.45 AM. [Name] memaki dalam hati ketika melihatnya.
Ia menyeka keringatnya, merapikan barang-barangnya dari loker dan beranjak pergi. Jari-jemarinya men-scroll layar ponsel, ia melihat banyak pesan yang masuk dan ratusan panggilan tak terjawab dari satu orang, Levi.
Pria itu memaki kesal di setiap pesannya. Semuanya berisi tentang seberapa bencinya Levi terhadap jadwal [Name] yang begitu padat. [Name] menghela nafas lemah, sambil memasuki mobilnya ia menekan tombol call di kontak Levi.
[Name] menghidupkan mobilnya dan mulai berkendara. Matanya berbinar senang ketika melihat Levi mengangkat panggilannya. "Levi, aku di jalan. Aku akan tiba se–"
"Aku tidak di rumah." potong Levi dingin.
"Kau di mana pagi-pagi begini? Jogging?" tanya [Name] lembut. "Aku akan mencari sarapan. Kau mau apa?" lanjutnya.
"Beli saja untuk dirimu sendiri. Aku lelah, kau selalu mengabaikanku. Setiap hari kau mengurus orang lain, tapi tak pernah sekali pun kau mempedulikanku." tawa Levi di seberang panggilan.