Story 2: A Man with Sexy Eyes

3 1 0
                                    


Hari-hari berikutnya setelah insiden –err.. bisakah aku menyebutnya sebagai hari sialku? Aku kembali menjalani hidup seperti biasa. Pengecualian dengan tidak adanya bra selama 3 hari sehingga aku harus selalu memakai sweater tuaku untuk menutupi seragam sekolahku. Bukan masalah besar. Sweater di musim dingin tidak membuatku tampak aneh seperti tahun lalu dimana aku harus memakai jaket pada musim panas. Sungguh bukan pengalaman yang menyenangkan. Aku seperti sedang berada di sauna berjalan waktu itu.

Akhir tahun seperti ini cukup membuat kantongku penuh dengan dollar. Café tempat aku bekerja selalu penuh di musim natal seperti ini. Hal buruknya jam kerjaku bertambah. Namun kabar baiknya Madam Hooch tidak akan memprotesku jika aku terlambat pulang ke panti dengan jaminan beberapa lembar kertas hijau bergambar pria tua di tangannya.

"Jennie! Kita butuh bantuan untuk meja nomor 7" Ben, pria botak berkulit eksotis itu memanggilku dari balik meja bartender. Meletakkan serbet di tanganku dan meninggalkan setumpuk cangkir yang belum selesai ku lap, aku beranjak menghampiri konter dan mengambil pesanan untuk meja nomor 7. Aroma kopi americano yang kuat langsung menyapa hidungku saat kuangkat nampan kecil ini.

Nomor 7. Nomor 7.

Café kami tidak terlalu besar. Namun desain interior yang mengeluarkan kesan hangat serta elegan sudah cukup menjadikan tempat ini sebagai tempat yang cocok untuk berkencan atau setidaknya menghabiskan waktu dengan ditemani secangkir kopi atau kue.

"Thanks" aku membalas gadis bermantel merah muda tadi dengan senyuman hangat. Selalu menyenangkan jika mendapatkan sebuah ucapan terimakasih tiap kali selesai menjalankan tugasku. Seolah aku baru saja melaksanakan tugas negara berlevel rahasia dengan sukses.

"Jeanne.. jam kerjamu hampir habis. Bisakah kau membawa sampah-sampah itu ke luar? Aku masih harus membuat pesanan untuk meja nomor 3" pinta Bella dari balik meja pantry. Kedua tangannya sibuk mengotak atik garnish untuk sup pesanan pelanggan.

"Tentu saja. Bukan masalah besar" sahutkuku sambil berlalu ke arah ruang pegawai café. Jam memang sudah menunjukkan angka 10. Waktuku untuk pulang. Aku masih ada kelas besok pagi sebelum libur natal dimulai.

Setelah mengganti seragam kerjaku menjadi setelan sweater hijau buluk dan celana jeans usang yang kulipat di ujungnya, aku bergegas keluar café sembari menenteng kantung plastic berisi sampah. Langit mendung, sepertinya akan turun salju. Segera kupercepat tanganku memilah-milah sampah. Aku tidak mau pulang dalam keadaan basah karena salju. Tidur tanpa pemanas ruangan sudah cukup menyiksa, jangan tambahi dengan tidur dalam keadaan mengginggil.

New York tak pernah mati. Ramai menjadi kata sifat yang tepat untuk menggambarkan keadaan saat ini. Tak ada yang menyalahkan, akhir tahun bukan waktu untuk mendekam di rumah. Dalam konteks menikmati hari menjelang natal di luar tentunya. Bukan sepertiku yang berkeliaran mengorek-orek dollar demi kenyangnyaa perut selama musim dingin.

"Aish. Kapan aku bisa membuang sweater tipis ini," keluhku. Sepanjang jalan aku habiskan dengan menggerutu akan apapun. Mulai dari hiasan natal norak yang terpasang di dinding trotoar hingga sepatu boot tua yang berkali-kali menyandung sisi jalan. Siapa peduli dengan kata orang. Menggerutu bukan merupakan tindakan criminal.

Pukul 12 aku baru sampai di panti. Bangunan tua di sudut kota kumuh dengan tembok kusam berwarna bata ini tampak mengerikan di mataku. Tiap kali menatap bangunan 3 lantai ini selalu membuatku berpikir kapan aku akan bebas dari neraka ini? 

Satu tahun lagi, ya, satu tahun lagi aku akan bisa bebas dari sini. Hanya kalimat ini yang kugumamkan sebagai penghibur diri.

Perlahan aku mengendap-endap melalui pintu belakang yang sialnya tak pernah gagal mengeluarkan derit mengerikan tiap kali kubuka engselnya. Derit besi tua tak berpelumas itu lebih mirip lengkingan mengerikan penyihir tua di film-film yang setiap tahun ditonton Christ dan anak-anak lainnya. Seperti biasa rumah sudah gelap. Madam Hooch pasti telah terlelap dibalik selimut hijau tua nan blukan miliknya di lantai 3.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lost (Original cast version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang