CHAPTER 2 - Pertemuan yang tidak disengaja

8 3 0
                                    

Dengan menggunakan earphone bluetooth, pria yang sedang menyetir menghubungi nomor yang dikenalnya dan menjadi favorit di ponselnya.

Dua orang saling terhubung diradar udara, berbincang ringan. Suara halus nan lembut terdengar dari kejauhan. Identik dengan seorang perempuan.

"Halo Clara, Maaf gak bisa temenin tadi. Urusan kakak udah beres nih, ku jemput ya"

"Iya ga papa. Gaa - ga, Clara bisa pulang sendiri kok lagian juga udah selesai daftar sekolahnya"

"Terus, ini kamu dimana? Masih disekolah kan ?"

"Di gang depan sekolah yang mau keluar dekat jalan raya itu lho, Lagi nunggu angkutan umum mau pulang"

"Lah, emang kamu tau angkutan nomer berapa, yang ke arah apartemen?"

"Ya, kan bisa tanya sama warga sekitar sini nanti."

"Dah lah gausa. Tunggu kakak yang jemput."

"Iya deh iya, bawel"

"Apa nama gangnya?"

"Anu, bentar.....Gang Pari......" Tut tut tuut

Tiba-tiba sambungan telepon terputus tanpa sebab padahal jaringan sedang baik-baik saja. Sontak membuat pria itu panik dan menepi jalan sebentar, ada apakah gerangan?. Pria itu lantas membuka google maps dan mencari nama gang disekitaran SMA Patra Dharma. Benar saja, ia menemukan gang yang bernama 'Gang Parikesit' mirip seperti yang diucapkan adiknya terakhir kali. Ia bergegas menambah kecepatan mobilnya kepersekian detik

֍֍֍

Sepulang sekolah Ana mampir jajan gorengan karena kelaparan selepas eskul. Lumayan untuk dimakan di jalan nanti. 'Warung Bi Inem', warung gorengan dekat sekolah yang sedari tadi sudah terngiang-ngiang dipikiran Ana dan menjadi tujuannya saat ini.

"Bi, gorengannya 25.000 ya. Dua bungkus dipisah plastiknya, kasi 5000 sendiri diplastik lain buat saya makan," Ana sengaja memesan lebih untuk dibagikan.

"Iya neng geulis, ini mau yang mana, ada tahu isi, onde-onde, pisang goreng, singkong sama lumpia nih. Tadi bibi sisain buat neng," sahut bibi penjual gorengan.

"Campur aja lah bi semua."

Warungnya sudah menjadi basecamp anak-anak sepulang sekolah. Tak heran jika Bi Inem kenal dan ramah dengan siswa siswa di SMA Patra Dharma. Apalagi, Ana yang merupakan pelanggan setianya dan selalu menjadi pelanggan terakhir . Bi Inem tahu Ana selalu datang sendirian setelah warungnya sudah agak sepi.

"Nih ya."

"Hatur nuhun bi." ("Terima kasih bi")

Ana melangkah santai menyusuri gang tikus nan sempit, dengan sepatu kets hitamnya, talinya pun dibiarkan menjuntai tak diikat dengan benar. Ditemani pohon-pohon rindang yang menutupi silaunya sinar mentari. Sepanjang gang memang tampak sepi, tetapi ada satu ruko yang masih dalam proses pembangunan, di ujung gang yang berakhir ke jalan besar. Biasanya tukang- tukang disana cukup ramah dan baik, tidak seperti om-om lain kebanyakan. Jadi, Ana cukup berani lewat jalan sempit ini.

Saat mendekati ruko itu, salah satu pekerjanya menyapa dengan senyum "eh neng, hoyong balik ka bumi?" ("eh neng, udah mau pulang?")

"Iya nih, mang. Izin lewat, permisi ya"

"Sadayana hoyong ngingetan, lamun balik rada telat henteu kedah ngaliwatan dieu atuh neng, bahaya pisan," nasehat mang Dadang. ("Sekalian mau ngingetin, kalau pulangnya agak senja jangan lewat sini ya, bahaya atuh, neng, " )

"Oke mang," Ana menjawab dengan sigap sambil menyodorkan kresek putih, "Gorengan nih mang sama buat pekerja lainnya juga, gantinya rokok," Ana sedikit nyengir.

"Memori Kelam"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang