CHAPTER 3 - Support System

4 3 0
                                    

Ana menengok ke belakang untuk memastikan kenalan barunya itu masih berdiri disana atau tidak. Ternyata ia melihat bahwa jemputannya sudah tiba, tetapi yang menjadi perhatiannya adalah pria yang berdiri didepan Clara. Ana sekilas melihat wajahnya dari samping. Dan berguman dalam hati.

(Wah, supirnya aj ganteng)

Karena pertemuan yang tidak disangka-disangka ini, mereka berdua menjadi teman. Pertemuan singkat tadi pun ternyata masih berlanjut sampai. . . . . . . . . . . . .

֍֍֍

Seorang pria bersetelan serba hitam melangkah maju menjemput Clara. Pria itu memegang erat kedua pundak gadis dihadapannya.

"Tadi tiba-tiba telponnya kok putus?" tanya pria itu langsung membuka pembicaraan tanpa basa basi. Terlihat raut mukanya penuh rasa khawatir.

Siapa lagi yang tidak khawatir dengan adik satu-satunya itu kalau bukan keluarganya. Yak, benar. Pria yang sedari tadi diperbincangkan adalah Rey kakaknya Clara. Lengkapnya Chiristian Rey Baskoro

"Oh, tadi aku tersungkur kan untung ada yang nolongin. Kalau ga hampir aja ketimpa batako dari tukang diatas. Nah, apesnya ponselku juga ikutan jatuh terus mati deh. Mungkin itu sebabnya."

"Hah?! Terus kamu ga papa? Mana. Sini kaka liat ada luka atau ga," ujar Rey sambil menarik tangan Clara, memutar-memutarnya untuk mengecek kondisi adiknya. "Kaki. Kaki gimana? Ada yang lecet? Keseleo? " tanya Rey yang mendetail dan begitu khawatir

Kali ini gantian. Clara langsung memegang tangan kakaknya, mencoba menenangkannya, "Hey, hey kak. Aku baik-baik. See ??"

Rey terdiam sejenak lalu, lanjut mengomel, "Tukang yang tadi itu mana? Kaka mau bicara, bisa bisanya dia ceroboh. Keselamatan kerja itu PENTING bukan untuk dia aja tapi orang lain yang kena imbasnya juga. Kalau kamu kenapa-kenapa gimana?"

"Yaah bener sih kak. Mungkin aja tadi tukangnya lagi capek , banyak kerjaan. Biarin aja. Yang penting kan sekarang Clara gapapa."

"Gak bisa. Tukang itu harus tanggung jaw....." Belum selesai Rey mengucapkan kata terakhir, Clara sudah memotong. Rey bermaksud meminta pertanggung jawaban kepada tukang yang menyebabkan kecelakaan itu. Tapi yasudahlah

"Sssttt...Dah – udah. Kan tadi ada yang nolongin. Kita pulang ya sekarang," pungkas Clara

Rey menghela nafas dan mengangguk.

Kemudian, Clara langsung naik mobil, begitu pula dengan Rey. Ia menyalakan mesin, berkendara menyusuri jalan raya Kota Bandung. Namun di dalam, mobil pun Rey masih membahas perihal yang sama.

"Tadi yang nolongin kamu siapa?"

"Ada itu perempuan. Dia gercep banget nolonginnya. Clara ga tau lagi deh kalau ga ada dia bakal gimana. Sama – sama jatuh juga si tadi."

"Kamu kenal? Dia darimana?"

"Baru aja kenalan tadi, ternyata dia anak Patra Dharma juga. Kita satu sekolah."

"Namanya ?"

"Ana. Seneng beut udah dapat teman padahal belum masuk sekolah. Semoga aja nanti sekelas ya kak."

"Seneng-seneng. Kakak yang was – was tadi kalau kamu ketimpa batako. Tapi, kakak lega si berkat dia, kamu aman. Oh iya, salamin kakak ya. Bilang terimakasih karena udah nyelamatin adik kakak ini."

"Oke kak. Satu lagi, kejadian dramatis nih. Masa kan baju Clara nyangkut di kancingnya pas dia nolongin Clara. Untungnya dia bawa cutter buat motong benangnya. Nah ini cutternya! Sampai - sampai lupa dibalikin."

"Ada – ada aja, nanti balikin gih. Pertemuan kalian udah mirip FTV yang tayang di tv" sahut Rey sambil menggelengkan kepala

"Eh, iya ya bener juga. Hahahaha."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"Memori Kelam"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang