KELIMA

58 51 20
                                    

"hai Mentari," sapa salah satu teman kuliah ku yang memiliki nama Putri.

"Hai, kenapa Put?" tanyaku.

"Aku boleh minjem salah satu novel punya kamu ga?"

"Boleh kok, nanti kamu ke rumah aja,"

"Makasi Tar,"

"Sama-sama,"

~~~

Aku berjalan menuju kelas Langit. Niatnya sih ingin meminta di antar ke toko buku untuk membeli novel terbaru. Karena kalau perginya bareng Langit ga bakal kena omel Bunda.

Terlihat Langit sangat super sibuk membaca buku. Kasihan sekali, haha..

"Langit,"

Aku memanggil nama Langit lewat jendela, kebetulan bangku Langit tak jauh dari jendela. Lagian aku malu jika harus masuk.

Langit menatap ke arah ku dan segera keluar kelas untuk menemui ku.

"Kenapa? Ganggu aja orang lagi belajar," jawabnya sinis.

"Ih." Lirih ku kesal mencubit tangan Langit.

"Sakit Mentari, kenapa sih?" desah Langit kesal.

Aku tersenyum dan Langit sudah mengetahui apa yang aku inginkan.

"Iya tenang aja, nanti aku ke rumah," katanya.

Aku tak perlu repot menjelaskan, Langit sudah paham dengan sendirinya. Mungkin karena ikatan batin kita sudah kuat, haha.

Aku mengangguk dan tersenyum, "makasi Langit." Kataku lalu pergi meninggalkan Langit.




•••


"Mentari ada Langit." Teriak Bunda yang sedang menuangkan minuman ke dalam gelas.

"Iya Bun." Jawabku yang kini sedang merapikan tas dan segera turun ke bawah untuk menemui Langit.

Kini terlihat Langit sudah berada di sofa duduk sembari memainkan ponselnya. Aku menghampirinya lalu duduk di sebelahnya.

Bunda datang membawa segelas air putih. Siapa lagi kalau bukan untuk Langit Adhitama.

"Makasih Bun." Ucap Langit setelah meneguk air putih.

"Sama-sama, iya sudah Bunda ke dapur dulu ya." Pamit Bunda lalu berjalan ke dapur meninggalkan kami berdua.

"Ayo Tar." Seru Langit mengandeng tangan ku ini.

Langit menyalakan mensin motor ninja nya itu dan segera aku naik di belakang. Seperti biasa aku melingkarkan tangan ini ke pinggang Langit.

Dan gas ngeung...

Sesanpainya di toko buku aku segera mencari novel yang aku tuju. Ah akhirnya dapet juga. Untung belum habis.

Segera ku bayar ke kasir karena aku buru-buru ingin segera membacanya. Sampai-sampai Lagit aku suruh menunggu di depan biar cepat.







•••




"Ngit, kemarin aku sama Bumi liat senja di pantai," ucap ku pada Langit yang kini sedang memainkan game di ponselnya.

"Terus?"

"Ya ga ada terusannya,"

Langit menghentikan gamenya lalu menatap ku dengan sorotan tajam. Aku tak tahu mengapa dia menatapku seperti ini.

"Jangan mudah menaruh hati buat orang, apalagi orang yang baru kamu kenal," kata Langit menatap ku.

Aku meneguk saliva dan mencoba melarikan tatapan dari sorot mata Langit.

"Tenang aja Ngit, ga bakal," jawab ku meyakinkan Langit.

"Bagus." Seru Langit mengelus kepala ku dan keluar dari kamar.

Aku tak mencegahnya, karena aku masih bingung dengan sorotan mata dan perkataan nya itu. Aku diam sejenak memikirkan hal tersebut.

Tidak seperti biasa Langit bersikap seperti itu. Biasanya ia hanya mendukung apa yang aku lakukan. Kecuali aku menangis baru ia memarahiku.

"Ah lupain aja deh," ucapku.

Dan segera ku lanjutkan membaca.

"Mentari!!" teriak Langit membuat ku terkejut.

"Ih apaan sih tuh orang teriak-teriak," desah ku kesal.

Segera aku turun menemui Langit. Kali ini aku tidak akan tinggal diam, akan aku jambak rambutnya karena sudah mengganggu aku membaca.

"Apa!!" jawab ku teriak sesampainya di bawah.

"Aku mau pulang," jawab Langit enteng dengan cengiran khasnya yang tanpa doa itu.

"Ih Langit." Seru ku menjambak rambut Langit.

"Aduh sakit Tar," rintih Langit melepaskan jambakan ku ini

"Biarin, salah sendiri teriak-teriak,"

"Maaf, iya udah aku pulang dulu ya. Bunda kayanya lagi di luar jadi aku titip salam buat Bunda," jelas Langit.

Aku menatap sekeliling dan ternyata benar kata Langit, sepertinya Bunda sedang keluar rumah..

Aku mengangguk, "iya udah sana pulang hus hus," usir ku.

"Idih dasar Mentari pret." Ledek Langit dengan menunggingkan pantat nya.

Segera ku tendang pantat jelek nya itu dan Langit tersungkur.

"Hahaha sukurin, makan tuh lantai," tawa ku puas melihat wajah Langit yang menahan emosi.

"Mentari pret, Mentari pret, Mentari preeeeettt." Serunya sambil melangkah keluar.

"Awas kamu ya Ngit, GA DAPET MAKAN GRATIS LAGI!!" teriak ku.

"Bodo amat Mentari pret," serunya yang kini sudah di luar rumah.

Breeum...

Terdengar suara motor Langit melaju. Akhirnya satu penganggu itu pergi juga. Sekarang tinggal lanjut membaca dengan tenang.











•••






See you next part
.
.
.
Satu vote kalian
Semangat author

RUMIT [Suara Mentari]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang