KETIGA

53 53 29
                                    

Kini Aku dan Langit sudah tiba di depan rumah tercinta. Berdesain vintage sedikit kuno. Ayah sangat menyukai rumah seperti ini. Maka dari itu Ayah membangun rumah dengan desain seperti ini.

Langit memarkirkan motornya di garasi rumahku. Aku mendorong gagang pintu sembari mengucap salam.

"Aku ke kamar ya Tar sekalian mau sholat," katanya melangkah kan kaki menuju kamar yang berada di bawah tangga.

Itu kamar yang sering Langit tempati jika menginap di sini. Tak heran jika di dalam nya banyak barang milik Langit.

Aku melangkah menuju kamar ku yang berada di atas tangga.

Mendorong gagang pintu dan meletakan novel beserta ponsel di atas meja belajar.

Terlihat banyak novel yang belum sempat aku rapikan. Bukannya aku malas, tapi karena tugas kuliah ku sangat posesif.

Kembali melangkah ke kamar mandi yang ada di dalam kamar untuk mengambil air wudhu.

Menggelar sajadah dan segera mengenakan mukenah. Aku mengangkat kedua tangan takbir.

•••

"Pas banget nih, Bunda masak semur ayam. Kamu makan yang banyak ya." Seru Bunda sembari menyendok semur ayam di atas piring Langit.

Seperti yang tadi Aku bilang, Langit adalah anak kesayangan Bunda.

Aku mengambil sayur sop dan menuangkan nya di atas piring lalu nasi. Tak ketinggalan lauk pauk nya sekalian.

Melahap sedikit demi sedikit. Sesuap demi sesuap sampai pada akhirnya Aku sudah selesai makan malam.

Aku duduk di samping kasur menyenderkan kepala di kasur sembari membaca novel yang tadi pagi Aku beli.

Brukk...

Sontak aku terkejut melihat kedatangan Langit yang tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.

"Ngagetin aja kamu Ngit," ucap ku kesal.

Mengganggu saja..

"Tar, bantuin aku ngerjain tugas dong." Katanya sembari melempar satu buku ke arah ku.

Aku menghela nafas, ingin sekali aku menendang masa depan dia.

"Kamu jadi orang jangan oon banget deh Ngit, aku itu fakultas kedokteran sedangkan kamu fakultas hukum. Ga ada hubungan nya Langit," jelas ku yang benar-benar kesal.

Yakali, Aku di suruh membantu mengerjakan tugas dia. Sedangkan, jurusan yang kita ambil tidak ada hubungan nya sama sekali.

"Ayolah Tar," bujuk Langit, "kamu baca novel gitu juga ga ada hubungan nya sama kedokteran," elak Langit.

Aihh, kenapa yang di katakan Langit selalu benar?? Tapi ini hobi, Langit..

"Iya udah iya," kata ku dengan intonasi tinggi.

Aku selalu kalah setiap debat dengannya. Iya sudah, aku pasrah membantu mengerjakan tugas kuliah nya.

Tak peduli salah atau tidak, yang terpenting cepat selesai agar aku dapat segera membaca novel.

Satu jam kemudian, akhirnya selesai juga. Aku menatap Langit yang kini sedang bermain game dengan cemilan milik ku.

Sungguh manusia ga ada akhlak. Tugas nya siapa yang ngerjain siapa.

RUMIT [Suara Mentari]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang