1. Ego

52 22 20
                                    





Happy Reading (*∩ω∩)🧸


        





Teng Teng


Jam kuno nan besar berbunyi nyaring sebanyak dua belas kali, pertanda waktu makan siang tiba. Banyak pelayan berlalu lalang mengerumuni meja makan menyiapkan hidangan untuk keempat pangeran tampan kerajaan.


“Baiklah. Ini adalah pelajaran tata krama terakhir bulan ini, Saya harap Anda sekalian bisa menunjukkan hasil belajar selama tri semester ini dengan baik pekan depan,” ujar Madam Ellie dengan tegas dan sopan.


“Khususnya Anda, Pangeran Travis. Saya berharap banyak karena nilai Anda yang paling unggul hampir di segala bidang, kecuali tata krama,” lanjut wanita paruh baya itu dengan penuh tekanan di akhir kalimat, tapi tanpa menghilangkan kesopanan di dalamnya.


Setelah Madam Ellie pergi dari ruangan itu, keempat pangeran yang baru selesai belajar pun segera beranjak ke ruang makan.


“Ayo Kak kita harus bergegas, ada daging asap dan sup rumput laut menanti.” Adrian menarik lengan Travis lembut, namun nada suaranya kentara sangat bersemangat.


Sementara itu, Travis hanya terkekeh sambil berjalan santai. “Tenang Adrie, makanan itu tidak akan habis kalau hanya tujuh orang yang memakannya. Aku yakin di dapur masih ada lagi.”


Adrian mendengus —hal yang seharusnya tidak patut dilakukan menurut tata krama istana— lantas berkata, “Tapi sup rumput laut hanya datang beberapa kali dalam sebulan.”


“Kita bisa menyusup ke pasar untuk mendapatkan rumput laut sebanyak yang kau mau,” ujar Travis sambil mengelus surai adiknya. Ia lantas menoleh ke belakang, memandang seseorang yang mengemasi barangnya dengan tenang. Selalu seperti itu. Tanpa sadar senyum tipis terukir di bibirnya.


“Dan kita juga bisa mendapatkan beberapa bungkus teh Sencha di pelelangan,” lanjut Travis.


Sementara itu Adrian hanya memandang Travis dengan penuh tanya. “Siapa yang suka teh sencha?”


Di tengah perbincangan seru antara dua kakak beradik, seseorang yang nampak cemburu menginterupsi perbincangan mereka.


“Jangan lupa setelah makan siang kau harus menghadap Ibunda. Dan jangan membuat masalah lagi atau Ayah akan benar-benar menghukummu.”


Setelah mengatakannya, Troye pergi begitu saja.


Seharusnya tidak seperti ini. Baik Troye maupun Travis sangat tidak menyukai suasana ini. Travis hanya bisa memandangi pintu, pikirannya menerawang jauh.


“Kakak, kepala pelayan mengatakan kalau makan siang sudah siap.” Perkataan Ardie, adik bungsunya membuyarkan lamunan Travis.


Travis tersenyum pada adiknya itu. Lantas beranjak menuju ruang makan. “Baiklah, ayo kita segera ke sana sebelum Ayah datang atau Ibu akan mengomel.”





‧⁺・༓☾ ⋇⋆✦⋆⋇ ☽༓・⁺‧







Malam yang dingin menusuk kulit, tapi ini masih awal untuk pergi tidur. Entah kenapa sedari tadi Travis tidak tenang. Ia merasa seperti ada yang harus ia sambangi, tapi ia tidak tahu di mana dan kenapa.


Akhirnya Travis mengambil mantel musim seminya dan memutuskan untuk pergi ke luar. Membiarkan kakinya membawanya ke tempat yang seharusnya.
Dan di sinilah ia berdiri. Di taman belakang istana Casatel, tempat tinggal para pangeran Negeri Estefani. Tanpa sengaja matanya menangkap siluet yang amat ia kenal sedang duduk memeluk lutut di atas rerumputan, menikmati dinginnya angin pergantian musim.

This Is Our Case || NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang