Obey the Rules or You Will Die

61 6 0
                                    

Braile sudah bertolak dari ruangan rahasia berisi berbagai macam senjata tersebut. Puan itu tarik napasnya dalam-dalam, mengatur ritme detak jantungnya yang berpacu kencang. Setelah detak jantungnya kembali normal, Braile segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tangannya bergerak memijat pelipis, menyalurkan seluruh emosinya yang baru saja membuncah. Jeff memang berbahaya, namun ini semua di luar ekspektasinya. Bagaimana bisa kamar bernuansa monokrom yang terlihat sangat rapi tersebut menyimpan sebuah ruangan yang sangat kontras? Entah, sudah berapa nyawa yang dipaksa kembali kepada Sang Pencipta dengan berbagai jenis senjata tersebut.

Tak terasa, bulan telah menggantikan sang raja siang yang kembali ke peraduan. Sayup-sayup, telinga sang puan menangkap suara deru mobil yang kian mendekat. Rupanya, sang tuan sudah pulang.

Beberapa menit kemudian, Braile mendengar sebuah suara yang ditimbulkan akibat kepalan tangan yang diketukkan pada pintu kamarnya. Sesuai dugaan, Jeff berdiri di depan sana.

Braile melangkahkan tungkainya ke belakang ketika Jeff berusaha untuk mendekat. Respon sang puan membuat Jeff heran. Jeff merasa bahwa Braile bersikap sedikit aneh.

"Ada apa?" tanya Braile membuka percakapan.

Jeff segera memfokuskan dirinya kemudian menggeleng. "Oh, tidak apa-apa. Hanya ingin memberitahu bahwa aku sudah pulang."

Braile tidak menjawab. Netranya hanya terus melihat ke bawah.

"Bagaimana kamarku? Bagus?" tanya Jeff penasaran.

Braile hanya menjawab dengan senyuman yang tampak dipaksakan. Hal itu membuat Jeff semakin bertambah bingung.

"Ya sudah kalau begitu. Aku mau mandi," pamit Jeff kemudian meninggalkan Braile yang masih mematung di sana.

Dalam setiap langkah kakinya, rasa penasarannya terus bertambah. Ingin sekali ia berbalik dan menanyakan kepada Braile, mengapa puan itu menunjukkan sikap yang sedikit aneh? Apakah dia sakit? Namun, niat itu diurungkannya. Sudahlah, lebih baik Jeff segera membersihkan keringat yang sedari tadi menempel di sekujur tubuhnya.

o0o

Hari kembali berganti. Jeff sudah bertolak dari rumah menuju kantor. Dengan berbekal alat penyadap yang dikirimkan Johnny melalui kurir kemarin malam, Braile pun memulai aksinya.

Braile kembali masuk ke rumah utama setelah cukup berdebat dengan dirinya sendiri. Puan itu sudah berkoordinasi dengan Johnny agar aksinya tidak terekam oleh kamera CCTV yang berada di depan kamar milik Jeff.

Braile berhasil masuk setelah mendengarkan instruksi dari Johnny yang telah melancarkan aksinya terlebih dahulu dari ruang CCTV milik Jeff.

Puan itu menelaah sekeliling, mencari sela-sela yang cocok digunakan sebagai tempat persembunyian alat kecil yang nantinya akan merekam seluruh percakapan di ruangan tersebut. Alat penyadap berhasil dipasang. Akan tetapi, rungunya menangkap suara sol sepatu yang bersentuhan langsung dengan lantai. Derap langkah itu semakin mendekat, membuat jantung Braile berpacu semakin kencang.

"John?" Braile mencoba untuk tidak berburuk sangka. Siapa tahu Johnny sedang berjalan menuju ruangan. Namun, panggilannya tak mendapat jawaban. Braile segera menekan nomor Johnny dan menyambungkannya pada panggilan.

"Apakah kau sedang berjalan ke sini?" tembak Braile.

"Hah? Kau bicara apa? Aku masih menunggu di ruang CCTV. Kau sudah selesai apa belum? Kenapa lama sekali?"

Deg!

Ritme detak jantungnya kembali memuncak. Apa yang dikhawatirkannya benar-benar terjadi.

"Sepertinya Jeff yang berjalan ke sini."

TRAP | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang