Rintik hujan kala senja memang indah, kesana kemari bocah-bocah girang berlari asyik nikmati air yang turun tanpa henti. Bergegas Azer menepi di sebuah warung yang tak terlalu besar sambil memastikan ini gerimis atau hujan yang malu-malu.
Sebagai pria dewasa, Azer sesekali tersenyum melihat tingkah bocah kampung, girang bermain dibawah rintik hujan yang mulai deras. Nikmati kopi sembari mengenang diwaktu belakang kala kecil tanpa beban menikmati setiap hujan datang. Bukan karena malu atau tak mau, memang bukan saatnya bercumbu dengan hujan yang kala itu merayu.
Zer.. Zeer... Aazeeerr. "Teriak Yayang menepuk pundaknya". Kamu ngelamunin apa sih? Dipanggil-panggil gak denger. "Sambungnya".
"Ehehee"... "Maaf yay", aku asik aja liat mereka mandi hujan". Sambil menunjuk kearah bocah. Yayang dan Azer memang sepasang kekasih, sudah hampir 6 tahun mereka menjalin kasih. Yay, panggilan sayangnya. Bertemu dan kenal di suatu bangunan Pesantren tempat mereka dulu mengenyam pendidikan.
Sebagai kuli perah susu kambing di kampungnya, Azer terbilang sangat nekat mencoba mengajak Yayang kejenjang pernikahan. Dulu, bisa dekatnya saja aku sudah senang. "Kok, beraninya dia ku pinang? "Mau makan apa nanti?" Cinta?". Hatinya bergumam.
Anak perempuan nomer ketiga Pak Haji Komar, pengusaha tekstil ternama ternyata mau dan menerima. "Alhamdulillah.. Beruntungnya aku, eeh... atau dia yang sial ya?". "Aaahh.. yang penting sebentar lagi akan ku persunting. Hehehe...". Gerutunya kala itu. Yayang yang saat itu mengabdi sebagai mantri Desa Pleret membuat mereka menjalin hubungan jarak jauh. Jakarta - Pleret sudah biasa buat Azer menempuh jalan berjam-jam demi cinta yang tak pernah padam. Jauh tak apalah, terkadang hubungan jarak dekat juga besar resikonya. Banyak rumah-rumah terbakar habis lantaran hubungan arus jarak dekat, hehe.. Fikirnya begitu.
Beberapa bulan kedepan akan jadi hal bersejarah dalam hidup Azer. Membayangkan seberapa lantangnya nanti ucapkan Ijab-Qobul, janji suci dihadapan orang tua, penghulu dan saksi. "Pasti bisa. Pasti bisa". Yakin hatinya seraya mengepal kedua tangan.
"Nanti konsep prewednya aku mau disini ya, padang rumput luas berlatar pegunungan dan rindang pohon". Pintanya manja.
Azer mengangguk. "Aku ikut menurut kamu bagus aja, yay". Sambungnya.Dinikmatinya lagi, kopi sembari mendengar celotehan Yayang tak henti-henti. Iya, wanita memang selalu begitu, banyak mau.
Hujan mulai reda, Yayang pun tak bernada. Sambil mengadahkan tangan dari dalam warung. "Pulang yuk, zer. Udah berhenti hujannya". "Kopi belom habis, Yay". Sambung Azer. "Nanti aja aku buatin spesial buat kamu". Sambil mengacungkan jempolnya.
Padahal Azer tau betul, Yayang tak ahli dalam membuat kopi. Pernah beberapa kali kopi yang dibuatnya hambar. Kopi Sindang (Kopi Sikit air sedandang) Azer sebutnya begitu. Namun, tetap saja habis. Bukan lantaran takut Yay marah, tapi karna cinta, kopi jadi nikmat dilidah.
Bergegas meninggalkan warung dan bocah-bocah yang girang bermain hujan. Dibenaknya, Azer mengenang senang, sembunyikan senyum sendiri mengingat kecil dulu. Hilang Azer yang dulu dekil tak berbulu, berganti Pria riang dengan pelukan Yayang dari belakang.
Hujan kembali datang pada jalan menuju pulang. "Lanjut aja, Zer. Gak usah neduh, udah nanggung dikit lagi sampai rumah". Bisik Yayang pada Azer yang girang karna peluknya dari belakang.
"Hujan dan peluk, dua hal yang tak akan aku sia-siakan, Yay". Balas Azer merayu.
Ditancapnya gas pelan-pelan, biarkan basah menuntun jalan pulang.
_imh_
