Sequel : You'll Always be Here

248 33 2
                                    

Tepat 3 tahun yang lalu, hari dimana hati kami bebas. Bebas untuk mengungkapkan rasa yang tenggelam dalam hati. Mengungkapkannya pada seseorang dicinta.

Tak ada bedanya antara sekarang dan dulu. Aku dan Sanghyuk masih tetap bersama. Tetap bergandengan tangan menghadapi maut.

Kuingat saat itu, Sanghyuk menyatakannya setelah kecelakaannya saat berlari. Ditemani hujan lebat di sebuah bilik unit kesehatan sekolah. Dengan suasana serba putih dan wangi percampuran bahan kimia. Tak jauh berbeda dengan sekarang.

Beberapa bulan setelah kejadian itu pula, ia membiarkanku mengetahui dirinya seutuhnya. Termasuk keadaan fisiknya dan segalanya. Aku sungguh tak percaya akan pendengaranku saat itu. Pendengaranku yang mengatakan tentang keterbatasannya.

"Sooyoung-ah, ada apa?" tanya Sanghyuk pelan dengan wajahnya yang tampak baru saja terbangun. Kulitnya yang pucat disertai dengan berbagai macam alat melekat ditubuhnya itu tak jarang membuatku meringis sakit. Namun dengan senyumannya, ia mampu membuat keadaan seakan-akan baik seperti semula.

"Oh kau sudah bangun. Tidak apa, aku hanya sedang memikirkan tugas dosenku," jawabku berbohong. Aku tahu bahwa dia menyadarinya, namun ia diam. Ia melambaikan tangannya, menyuruhku untuk mendekat. Aku yang semula hanya diam berdiri di depan jendela melangkah menujunya dan duduk di sampingnya.

"Kau tak memikirkanku? Pikirkanlah aku lebih banyak saat di sini," ucap Sanghyuk dengan masam. Ia meraih pipiku lemah, membelainya dengan lembut. Membuatku tak kala menjatuhkan air mata ini lagi. Sedih bila melihat waktu berdetik dengan cepatnya.

"Jangan kau pikirkan tentang waktu. Nikmati saja saat-saat kita bersama, itu lebih baik," ucapnya lembut mengirimkan rasa ketenangan bagiku. Ia perlahan bangkit untuk duduk dan meraihku, mendekapku erat.

Aku hanya dapat menangisi posisi ini. Posisi yang mungkin tak lama lagi akan menghilang. Kenapa ini harus terjadi?

"Kau tak perlu takut seperti itu. Aku takkan kemana-kemana. Aku tetap akan berada di sini bersamamu, selamanya, jadi kau tak perlu menangis," bisiknya menenangkan. Setiap kata-katanya, entah mengapa terasa selalu pedih. Mereka perlahan menyayat hatiku yang kini remuk.

Aku memeluknya erat seakan melarangnya untuk pergi. Berpikir bagaimana hidupku akan berlanjut tanpanya. Tanpa bayangnya yang bahkan tak terlihat.

"Ahaha." Aku mendengarnya terkekeh dalam tangisku. Di keadaan seperti, tak dapat kumengerti sirat tawanya. Ia mengusak rambutku pelan dan kembali tertawa.

"Apa yang sebenarnya kau tangisi? Sudahku bilang aku menetap. Apa jangan-jangan kau ragu akan kata-kataku? Atau... Kau ragu untuk memiliki pria setelahku?" tanyanya penuh canda. Ia memegang bahuku dan membuatku menatap maniknya yang sekarang tak lagi bercahaya.

Air mata tak hentinya jatuh mengaliri pipiku. Sanghyuk pun menghapusnya dan segera mengecupnya penuh kehangatan, walau nyatanya terasa dingin tanpa harapan.

"Aku mencintaimu, selalu, dan takkan pernah henti walau detak jantung ini tak lagi berdetak." Aku tak pernah ragu dengan perkataannya, ia tak pernah membohongiku. Sanghyuk yang kukenal merupakan seorang pria yang apa adanya.

"Kau juga tak perlu ragu untuk menjalin hungungan setelah ini. Aku tak melarang. Pria macam apa aku yang melarang wanitanya hidup bahagia?" ucapnya penuh senyum dan tawa. Lagi, ia membawaku menuju dekapan hangat nan dinginnya.

"Aku hanya punya satu permintaan untukmu." Aku dapat merasakan seberapa eratnya pelukannya saat mengatakan itu. Suaranya pun semakin serak terdengar. Seakan memintaku untuk mendengarkannya baik-baik.

"Jangan lupakan aku. Apa pun yang terjadi setelah ini, berjanjilah kau akan selalu mengingatku. Ingatlah bahwa aku takkan pernah berhenti mencintaimu, Sooyoung" Dapat kurasakan air mata jatuh menuju pundakku. Aku pun mengusak rambutnya pelan, menandakan aku di sini bersamanya. Bahwa aku pun juga mencintainya.

"Aku janji. Bagaimana pun, aku tak akan pernah melupakan seorang pria sepertimu. Seorang pria yang sangat kucintai bahkan sejak pandangan pertama. Kuharap kau bahagia di sana," jawabku dengan senyuman kepedihan serta tangis yang meluap. Kurasakan ia mengangguk lemah atas perkataanku.

Dan detik berikutnya ialah saat yang tak ingin kuhadapi. Saat dimana aku tak dapat merasakan kehangatannya lagi, mendengar suara candanya lagi atau pun melihat tingkah konyolnya lagi. Ia begitu lemah bersender padaku saat ini walau aku yakin bahwa senyumnya tak akan pudar dari wajahnya.

Aku mendekapnya erat, menangis sejadinya akan kepergian raganya. Walau terasa dingin, namun kehangatan menyelimuti hatiku. Memaksaku untuk menjadi kuat dan berhenti bersedih. Memaksaku untuk terus melangkah ke depan, dengan kebahagiaan.

"Aku mencintaimu. Amat mencintaimu. Terima kasih Sanghyuk-ah."

End.

Uwaa sumpah Pao greget pengen bikin sequel cerita ini, jadi inilah hasilnyaa~ Gimana? Komentar dong! Kurang ngefeel yaT.T? Yaampun ini pertama kalinya Pao bikin ff bertema sedih gini, jadi masih cupu banget:( Tolong bantuannya yaa, kamsahamnida!~

You'll Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang