1. Bad Day

2 2 0
                                    

TACENDA SATU:
Bad Day

Di dunia tidak ada yang benar-benar baik, juga tidak ada yang benar-benar buruk. Semuanya seimbang, termasuk dirimu.
***

RABU kelabu. Di pojokkan kelas XI IPA 3 sana, gadis bersurai hitam legam itu masih senantiasa menatap kosong ke arah jendela.

Setelah beberapa menit melamun entah memikirkan apa, dia pun mengambil nafas panjang.

Keningnya berkerut saat memikirkan kembali kesialan apa saja yang sudah ia lalui hari ini.

Mulai dari nasi goreng beracun buatan abangnya, jalanan macet karena ada pertunjukkan topeng monyet yang menyebabkan dia terlambat, lalu akhirnya dihukum untuk membersihkan taman belakang sekolah setiap datang dan pulang sekolah selama seminggu.

Mungkin dia tidak sial-sial amat, sih. Tapi tetap saja hari ini itu menyebalkan! Mana sekarang kelasnya sedang jamkos lagi, padahal tadi malam dia sudah belajar hingga begadang demi ulangan MTK yang seharusnya diadakan hari ini.

"Dezza, pulang sekolah nanti kami mau pergi shopping ke mall deket sini, ikut yuk!" Ajak gadis berparas manis yang duduk di depan Dezza itu dengan ramah.

Tanpa menoleh, Dezza menggeleng ringan. Membuat gadis itu cemberut, ini sudah percobaam ke-23 kalinya untuk mendekati Dezza. Dan masih tetap gagal.

Dezza itu cuek dan susah didekati, ia seakan-akan hidup di dunianya sendiri dan tidak membiarkan seekor semut pun masuk dan mengusiknya.

Meski begitu, Lopi, gadis itu tak menyerah untuk mendekati Dezza. Karena menurutnya, Dezza itu menarik. Dia berbeda dari kebanyakan perempuan lainnya.

Itulah yang membuat Lopi tak berhenti mendekati Dezza, setidaknya dia mau membuat Dezza risih dan mulai meresponnya.

Tapi sampai sekarang hal itu tak terjadi, Dezza sama sekali tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh gadis berisik itu. Mau kayang sambil nyanyi dangdut di tengah jalan pun terserah.

Kembali pada Dezza, gadis itu sekarang sedang memainkan ponselnya. Mulai mengunduh beberapa game di Apps store untuk sekadar meredakan rasa bosannya.

Tangannya bergerak membuka salah satu game yang ia unduh tadi. Game legend yang hanya orang hebat saja bisa memainkannya.

"Za, lo main pou?"

Dezza memutar bola matanya malas saat mendengar suara gadis bawel yang duduk di meja sebelahnya itu.

Lezi, si maniak game yang selalu sewot saat melihat orang lain memainkan game juga.

"Mabar skuy!" Ajak Lezi ceria.

Gimana caranya, kuyang?

Memilih untuk mengabaikan gadis bermata biru laut itu, Dezza memgambil earphone hitam miliknya dari dalam tas. Lalu bangkit dari duduknya dan pergi ke luar kelas.

Toh, lagi jamkos.

Tujuannya sekarang adalah taman belakang sekolah, tempat yang akan menjadi teman baiknya hingga rabu depan.

Bukannya mau membersihkan taman itu sekarang, Dezza hanya ingin duduk di bangku taman sambil mendengarkan musik. Menikmati suasana damai karena jauh dari si duo rusuh.

Semoga saja tidak ada yang menempati bangku taman itu, pasalnya bangku taman yang masih bisa dipakai disana hanya ada satu. Sisanya rusak dan tidak pernah diganti.

Karena taman belakang sekolah itu jarang dikunjungi, jadi tidak terlalu diperhatikkan.

Padahal, tempat itu sangat cocok untuk bersantai. Jauh dari kebisingan dan juga sangat adem.

Mantap jiwa, lah!

Namun wajah Dezza menjadi suram ketika melihat seonggok manusia sedang tidur di atas bangku taman incarannya itu.

Gagal sudah rencana Dezza.

Tanpa permisi, Dezza mengambil buku yang menutupi wajah orang yang tidur dibangku taman itu.

Dezza kenal dia. Memangnya, siapa orang di sekolah ini yang tidak mengenal seorang Laska Deegara?

Mungkin cuman orang paling kurang-update yang tidak mengenal pangeran sekolah ini.

Pangeran. Seumur hidup, itu adalah julukan paling alay yang Dezza pernah dengar.

Tapi Laska diberi gelar pangeran bukan tanpa alasan. Dan tentunya kalian sudah bisa menebak alasannya.

Paras tampan, super pintar, dari keluarga kaya yang terpandang, lalu kesayangan guru dan para ciwi-ciwi di Seven High School.

Dunia Dezza dan Laska benar- benar berbeda. Tapi Dezza tidak terlalu mempedulikannya.

Setelah mengetahui identitas cowok itu, Dezza berniat pergi dari taman itu dan mencari tempat lain untuk menenangkan diri. Mungkin, perpustakaan?

Namun langkahnya terhenti saat sebuah tangan kekar mencekal tangannya.

Laska, laki-laki itu sekarang terbangun. Ia menyisir surai hitamnya kebelakang dengan tangan yang satu lagi.

Saat menyadari keberadaan Dezza yang sedang menatapnya diam, Laska balas menatapnya tajam. Gadis itu telah berani mengusik tidurnya.

Jujur saja, Laska itu paling benci diganggu saat sedang tidur. Apa lagi oleh gadis yang tidak ia kenal itu.

Dezza, dia sedikit gemetar sekarang. Bagaimanapun Dezza adalah perempuan biasa yang bisa takut saat ditatap tajam oleh cowok seperti Laska.

"Lepasin." Ujar Dezza saat sudah berhasil mengontrol dirinya di hadapan Laska.

Laska melirik tangannya yang memegang tangan gadis itu.

"Kalau gua ga mau?" Tanya Laska meremehkan.

Dezza mengernyit. Apa mau cowok itu sekarang?

Dezza menghempaskan tangan Laska. Tidak sengaja, kuku panjang Dezza melukai wajah Laska hingga membuat goresan panjang di wajah tampan cowok itu.

Dezza meringis, menerka-nerka apa yang akan terjadi padanya setelah melukai wajah pangeran sekolahnya ini.

"Em, itu-"

"Gua akan pastiin kehidupan sekolah lo ga akan tenang setelah ini." Kata Laska dengan suara yang rendah tapi mengintimidasi.

Dezza meringis, masa dia akan dibully pangeran sekolah di minggu pertamanya sekolah di sini cuman karena lupa gunting kuku?

"Maaf." Ucap Dezza tulus, sangat tulus. Dia tidak mau kehidupan sekolahnya hancur gara-gara hal ini. Apa lagi yang sedang berada di hadapannya sekarang bukan prang sembarangan.

"Maaf doang ga cukup." Ucap Laska.

"Lalu gue harus apa?" Tanya Dezza sedikit ragu.

Laska menyeringai, ucapan selanjutnya membuat Dezza merasa ingin mengubur dirinya hidup-hidup.

"Jadi babu gua."

***

Anda telah membaca
TACENDA SATU :
Bad Day

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang