"Sunghooooon!"
Journey masih mendidih.
Suaranya lantang menggema ke segala sudut rumah.
"Park Sunghoooon!"
Omong-omong, ini sudah memasuki hari kedua kehidupannya yang suram. Rumah ini masih belum terlihat ada bagus-bagusnya di mata Journey, ditambah Sunghoon yang membuatnya jengkel.
Beberapa saat Journey lakukan untuk menormalkan pernafasan. Setelah itu ia menarik kenop pintu dan keluar dari kamarnya.
Hentakan sandal tidur menerjang pijakan anak tangga. Mata Journey mencari-cari dimana keberadaan Sunghoon.
Tadi malam Sunghoon meminjam ponselnya dengan alasan ingin mengerjakan tugas yang diwajibkan melihat referensi jurnal yang didapat dari internet. Ponsel pemuda itu kehabisan kuota dan Ayah memutuskan untuk tidak memasang wifi.
Entah apa yang dilakukan Adiknya itu sampai beberapa aplikasi diponsel Journey tidak bisa digunakan. Sejujurnya, itu tidak menjadi masalah besar jika aplikasi Instagram masih bisa berfungsi.
"Sunghooooon!"
"Journey, ada apa Sayang?"
"Ibu, dimana Sunghoon?"
Aroma kaldu dari dalam panci tercium begitu Journey menyambangi Ibunya yang ada di dapur.
"Ibu, dimana Sunghoon?" Journey bertanya sekali lagi.
Ibu memasukkan daging ayam rebus ke dalam kuah kaldu. Sambil tangannya mengaduk, Ibu berkata, "Lagi cuci muka."
Hatinya berteriak marah. Tangan Journey terkepal dan memukul dinding. Journey tidak mau naik ke atas dan menggedor pintu kamar Sunghoon.
Selain Jimin, Sunghoon menghabiskan setengah jam berlama-lama di kamar mandi. Itu artinya menunggu Sunghoon keluar dari kamar mandi, sama seperti Journey membuang waktunya sia-sia.
"Ibu tahu apa yang sudah Sunghoon lakukan padaku? Dia merusak sistem ponselku. Ada banyak aplikasi yang tidak bisa digunakan diponselku. Sebelum tadi malam Sunghoon meminjamnya, semuanya masih baik-baik saja."
Ibu mematikan kompor. Lalu mengambil satu mangkuk dari rak dan mulai memindahkan kaldu yang sudah siap ke dalam mangkuk. "Adikmu baru pinjam sekali, lho."
"Iya memang. Dan dia langsung merusaknya."
"Setidaknya ponselmu masih bisa untuk dihubungi, kan."
"Ini darurat." Journey menarik satu kursi kayu dan duduk disana. "Followersku." katanya kalut.
Ibu meletakkan semangkuk kaldu ke hadapan Journey. Wanita itu ikut duduk di satu kursi yang tersisa. Memandangi anaknya yang pagi ini belum menyisir rambut.
"Mereka tidak pergi kemana-mana."
"Ibu, kemarin aku tidak mengunggah apapun di akunku. Masa iya, hari ini aku juga tidak mengunggah lagi."
"Kau harus berenti terpaku pada sosial media, Sayang."
Journey mulai menyantap masakan buatan Ibu. Itu adalah tindakan meminimalisir kekesalan terhadap Ibunya nanti.
Tidak ada nasihat yang berakhir dengan damai. Justru Journey akan merasa naik pitam saat Ibu bilang followers Instagramnya tidak terlalu penting.
Bagi Journey mereka sangat-sangat penting.
Dengan pencapaian pengikut yang berada diangka sepuluh ribu, Journey bisa dengan mudah mendapatkan bonus dari Irish. Akun Instagramnya ia gunakan sebagai media promosi majalah bulanan. Sesuai dengan posisinya yang berada di divisi Iklan dan Pemasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Days Journey into the Universe
FanfictionIni adalah campur tangan alam semesta yang paling brengsek. Si mantan narapidana sekaligus seorang Ayah dari satu putra mengatakan jika dia dan Anaknya telah mencari ku selama lebih dari 10 tahun. Hei! Aku masih disini, dan kita hanya tidak bertemu...