Begitu senang, keduanya terlihat sedang asyk bermain ps (playstation). Sedikit tegang raut wajah mereka, menghadap layar televisi menampilkan game bola kaki. Saat dimana sang kapten bola di layar, mendekati gawang dengan mantab.
Melihat striker sudah dengan posisi mantab, pemain milik Jonathan. Tanpa ragu, Jonathan langsung menekan tombol stik, shoot bola, hingga mencetak goal kebanggan. Sontak dengan penuh kegembiraan, Jonathan bangkit berdiri di tempat, sekejap tangan terkepal mengudara.
"Yess, goal juga akhirnya!" Seru Jonathan dengan suara begitu menggelegar satu ruangan kamar miliknya.
Melihat kekalahan, Alexander menekuk dagu di tempat. "Aduh, stik-nya enggak jelas nih!" tergeleng-geleng Alexander memberi alasan.
Pipi Jonathan terdorong kebelakang, membentuk senyuman, menghadap Alexander. "Alesan aja! Kalau kurang pro main, mah ... ngaku aja." ejek Jonathan dengan nada bercanda.
"Baiklah gue akuin gue kalah skor satu sama loe, ayok kita lanjut. Dan lihat berikutnya, siapa pemenang sebenarnya." Tantang Alexander dengan mata membelalang kekiri, mengok lawan bicaranya.
Tanpa tunggu lama, waktu yang masih tersisa begitu banyak. Mereka berdua pun, langsung lanjut beradu gengsi, fokus bermain game. Pertahanan begitu kuat antar kedua pemain mereka, membuat waktu hanya tersisa beberapa menit lagi di babak akhir. Membuat Alexander begitu sangat tegang menghadapi permainan.
Sedangkan Jonathan, memperkirakan waktu yang hanya beberapa menit saja. Dengan percaya diri, bahwa tak ada kemungkinan lagi untuk lawannya memunculkan kemenangan. Jadi, membuat Jonathan menghadapinya begitu santai, terus mempertahankan skor kemenangan satunya dari Alexander, mencoba untuk memilih lebih banyak pertahanan, ketibang dirinya harus mencetak goal berikutnya.
Prit!!! Suara pluit wasit meniup panjang, di akhir permainan mereka, memberi simbol bahwa semua sudah berakhir.
Menengok ke arah Alexander, Jonathan menjulurkan sedikit lidahnya dengan ekspresi tersenyum. "Gimana, nih, masih mau lanjut, kah?" tanya Jonathan dengan penuh percaya diri.
Membuang muka dari Jonathan, Alexander mencoba menampilkan sifat candanya tak ingin kalah sombong, walaupun dirinya kalah. Teringat akan suatu hal yang terpenting ingin dia sampaikan saat bertemu dengan Jonathan, Alexander melepas stik ps yang di genggamnya, taruh di samping nya, atas ranjang yang dia duduki bersama dengan Jonathan saat ini.
"Ada apa kawan, kok, dilepas?" mencuat kedua alis milik Jonathan, tatapan begitu menantang ke arah Alexander.
Tak peduli dengan tatapan milik Jonathan karena ini hanyalah sebuah hiburan. Jadi, Alexander tak akan terpancing emosi amarahnya, hanya dengan sebuah permainan, hingga membuat persahabatan mereka putus. Dengan wajah begitu datar, Alexander menatap lurus lawan bicaranya yang terus-menerus memancingnya untuk bermain lagi.
"Aku akuin, aku kalah dari mu." Ucap Alexander dengan sadar diri.
"Yeah, bisa kali yah, biar satu kali lagi main. Soalnya aku pengen coba sekali membantai mu, lebih dari tiga skor."
Tersenyum tipis dengan wajah angkuh, Alexander menanggapi kalimat yang di lontarkan Jonathan seperti merendahkan dirinya. "Aku sebenarnya masih ingin main lagi dengan kamu, tapi ...."
"Tapi apa?" potong Jonathan penuh penasaran.
"Tapi tiga jam lagi, ada acara ulang tahun teman ku. Jadi sekarang aku ingin siap-siap untuk pergi kesana dulu, nanti besok-besok kalau ada waktu kita main lagi. Lihat siapakah pemain pro sebenarnya?" Balas Alexander dengan sedikit ejekan, di akhir kalimat pertanyaannya.
"Fine, tak masalah jika itu mau kamu. Asal jangan lupa aja." Terangguk-angguk Jonathan menerima pernyataan dari Alexander.
"Oh, iya .... ada satu hal lagi ingin ku beritahu pada kamu." Mengerut dahi Alexander, teringat akan suatu hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot young aunt
RomanceHari kelulusan ialah hari yang dinanti para remaja, memulai kehidupan baru. Entah itu dunia kerja, maupun melanjutkan pendidikannya. Berbeda dengan Jonathan, dia harus di rudung kegalauan, saat mendapat kabar dari sang bunda-Julia Regina. Menyatakan...