𝙏𝙝𝙚 𝘽𝙚𝙜𝙞𝙣𝙣𝙞𝙣𝙜

6 2 0
                                    

𝘩𝘢𝘱𝘱𝘺 𝘳𝘦𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨(●'◡'●)

.

.

.

Aku sangat suka membaca novel, terutama dengan genre romantis. Tampaknya hal seperti membaca novel dengan genre romantis adalah hal wajar bagi anak perempuan seusiaku yang mendambakan kehidupan percintaan sempurna bak dalam negeri dongeng, walaupun aku tahu dengan benar bahwa kehidupan percintaan antar manusia tidak seindah dan tidak selalu berakhir bahagia. Itu sebabnya novel, manga, maupun anime romantis adalah bentuk pelarian yang tepat dari semua kenyataan yang ada di dunia ini tentang cinta. Tapi, tetap saja, tidak semuanya memiliki akhir cerita yang bahagia, bukan?

Aku selalu tertarik untuk membaca novel romantis dengan alur cerita yang menyedihkan seperti ditinggal mati oleh kekasihnya, seperti cerita pendek dalam novel Yoshimoto Banana-sensei yang berjudul Kitchen, kemudian novel Ima Ai ni Yukimasu karya Ichikawa Takuji-sensei, bahkan di usia yang cukup muda ini aku membaca novel Norwegian Wood karya Murakami Haruki-sensei, dan tidak hanya itu aku juga banyak menonton film ataupun animasi dengan alur cerita menyedihkan seperti itu.

Aku bisa menghabiskan waktu libur musim panas untuk pergi ke toko buku dan juga toko buku bekas hanya untuk mencari buku bacaan atau bahkan membaca buku-buku yang menarik perhatianku. Setiap aku membaca novel, aku merasa diriku ditarik masuk ke dalam cerita, menyaksikan pertemuan dua karakter utama yang bertemu dan bagaimana perasaan mereka tumbuh secara perlahan. Aku bahkan merasa terikat dengan beberapa karakter di dalam novel yang sudah selesai aku baca. Aku akan merasakan sesak di dada sama seperti yang dirasakan oleh karakter yang ada di dalamnya. Itu benar-benar hal yang aneh, tapi begitulah kenyataannya. Aku memang tertarik membaca novel maupun manga dengan alur cerita yang menyedihkan, tapi aku tidak pernah mau dan bahkan tidak mau ditinggal mati oleh pasanganku terutama di waktu muda seperti ini.

"Akemi, kau suka sekali membaca. Kapan kau ada waktu untuk bermain denganku?" keluh seorang laki-laki yang mengenakan seragam khusu musim panas kepadaku yang berdiri di depan salah satu rak buku yang ada di bagian novel sebuah toko buku. Aku tidak mengubris sama sekali keluhannya sampai akhirnya laki-laki itu merangkul lengan kananku, berkat itu perbedaan tinggi kami berdua benar-benar terlihat dengan jelas. Tidak hanya itu karena tindakan darinya itu pula aku merasa tidak nyaman. "Apa kau sadar kata bermain itu sudah tidak berlaku untuk kita berdua?" tanyaku yang mendongak, aku bisa melihat betapa senang dirinya karena berhasil menarik perhatianku. Rasa senangnya itu bisa terlihat dari senyuman tipis yang menghiasi wajahnya.

"Ini pertama kali kita berkencan mengenakan seragam sekolah, apa kau akan menghabiskan waktu kencan kita di toko buku?" tanyanya.

Iya, benar. Hari ini adalah hari pertama kami kencan mengenakan seragam sekolah tepat di awal musim panas tahun ketiga kami di SMP, aku mengenakan seragam pelaut khusus musim panas dari sekolahku dan dia mengenakan gakuran dari sekolah khusus laki-lakinya. Sekolah kami beda, tapi kami sudah berkencan sejak musim panas tahun lalu. Namanya Hashimoto Natsume, dia benar-benar punya nama yang cukup feminim untuk anak laki-laki bertubuh tinggi sepertinya. Aku memanggilnya dengan nama panggilan...

"Natsu,"

Natsume kini menarik tangaku keluar dari toko buku dan melangkahkan kakinya menuju arkade, tempat kesukaan anak laki-laki dan tempat yang selalu jadi area kencan murid sekolah bahkan tidak jarang orang dewasa sekali pun. Natsume selalu mengajakku bermain di arkade, terutama mesin capit. Dia sangat jago bermain mesin capit, entah sudah berapa banyak hadiah boneka yang ia dapatkan dari bermain mesin capit yang ada di arkade. Laki-laki dengan perwatakan ceria itu menarik tanganku mendekati jejeran mesin capit dengan hadiah yang berbeda-beda di dalam mesinnya.

Dawn : The Beginning✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang