prologue

52 13 17
                                    

12 Mei 1888

Jam dinding menunjukan pukul tujuh pagi.

Riuhan orang-orang kian bersahutan, memenuhi luasnya kastil milik ayah si tampan. Tiga dari banyaknya pelayan masuk ke dalam ruang luas bernuansa hitam.

"Tuan, sudah pukul tujuh pagi, sarapannya saya simpan di sini, ya." Kata si paling tua.

Sang tuan melenguh pelan, "Bukannya hari ini sarapan bareng ayah dan ibu?" Tanya si tampan.

"Tidak tuan, baginda sedang ada perjalanan ke kota sebrang, bersama ratu." Jawabnya.

"Ya sudah, terimakasih sajiannya, kalian boleh keluar." Ketiganya menunduk sebelum berbalik dan keluar dari ruang sang tuan.

Si tampan mengusap pelan wajahnya, lalu merapikan anak rambut yang sedikit acak-acakan. Kemudian dia turun dari ranjang empuk nan lembut miliknya.

"Tuhan, tolong.. hari ini saja aku ingin melewatinya dengan riang." Gumamnya sambil bercermin.

Sinar matahari membuat silau nertra si tampan. Sepertinya Tuhan mendengar langsung permintaan acaknya tadi.

Duk! Duk!

"Tuan, anda sudah di tunggu Baginda Raja di depan sana."

Si tampan sedikit mendelik, "Apa lagi ini?" Katanya sambil menghela napas.

Segera dia mengganti pakaiannya, menata rambutnya, dan bercermin lagi, sedikit.

"Tak usah lama-lama, aku sudah tampan." Katanya di hadapan cermin.

Cih, untung saja dia benaran tampan.

Si tampan berjalan gagah, membuka pintu besar ruang favoritnya. "Ada apa? Bukannya Raja sedang ke kota sebrang?"

Sang empu tersenyum, "Saya tidak tahu menahu, pangeran. Mari, saya antar ke tempat Raja."

Lagi-lagi si tampan menghela napas. Hatinya terus berdo'a, supaya kejadian kemarin-kemarin tidak terulang lagi di hari cerah ini.

"Jovanis Lee."

Si tampan alias pangeran Lee, mengangkat kepalanya, "Iya, baginda?"

"Siang nanti, pukul satu akan ada acara seperti kemarin."

Lee menggerutu dalam hati, "tuhan, padahal tadi aku sudah memohon padamu."

"Kali ini tidak ada penolakan dalam bentuk apa pun. Dan hari ini, tidak boleh ada yang membiarkan pangeran keluar dari kastil." Ucap Raja sedikit sangar.

Semua mengangguk paham, terkecuali pangeran. Wajahnya tiba-tiba kusut, tapi.. tetap masih tampan seperti biasanya.

"Dengan siapa lagi kali ini?" Lee merendah.

"Putri Kim."

"Ah, aku gak kenal,"

Raja mendelik, "Belum kenalan, nanti siang kamu bertemu dengannya."

Sepasang ayah-anak ini memang berwajah sangar. Tapi lain dengan hati, keduanya kerap disanjungi sebagai orang baik nan dermawan.

"Baginda, apa gak bisa diundur lain hari? Aku belum siap untuk dijodohkan seperti ini. Kalau-kalau tidak cocok lagi, bagaimana?" Tanya Lee dengan mimik cemas.

"Saya dengar, Putri Kim ini cantik, baik, dermawan, sudah pasti cocok denganmu, pangeran."

Pangeran Lee terus-menerus mencari alasan untuk menolak pertemuan dengan si Putri cantik, Kim. Tapi ayahnya juga bersikeras untuk tetap melanjutkan pertemuan alias perjodohan ini.

"Ayah, kumohon.. biarkan aku jadi penerus tunggal tanpa pendamping saja, oke?"

"Tidak, Jovanis. Sudahlah, sana kembali ke kamarmu." Suruh Baginda raja.

Pangeran Lee menyerah setelah mendapat tatapan maut dari sang ayah. Para pelayan yang melihat interaksi antara ayah dan anak ini terkikik gemas.

"Sudahlah, aku mau mengurung diri di kamar saja." Kata Jovanis sebelum dirinya meninggalkan sang Raja.

Raja Lee hanya terkekeh, "Semoga saja perempuan kali ini baik untukmu, nak." Gumamnya.
































Jovanis menggerutu kecil saat namanya beberapa kali dipanggil seseorang dari luar.

"Pangeran Lee!!"

"Ayolah, Jovanis. Kamu akan bertemu dengan gadis cantik!"

Jovanis membuka kasar pintu kamarnya, "Kalian? Ada apa kalian disini?"

"Kita di undang Raja buat temani kamu hari ini, katanya tadi kamu sempat kesal."

Jovanis didorong kasar oleh ketiga temannya, "Ayo, aku bantu cari pakaian yang cocok."

"Sudah di siapkan pelayan tadi, kalian jangan repot-repot."

Salah satu temannya yang berbadan kecil berdecih, "Yasudah cepat pakai, ngapain saja kamu dari tadi diam di ruang gelap ini?"

Mereka berempat adalah kawan sejak dalam rahim. Kastanya sama, mereka semua adalah bangsawan.

"Aku diam, berjalan ke ujung kamar, lalu duduk di tepi ranjang, lalu mengelap cermin yang aku kotori tadi, lalu-"

"Cukup." Potong Naren, lelaki tampan tinggi.

"Lee, ayolah.. aku yakin gadis kali ini lebih baik dari sebelumnya." Hibur si manis, Chandra.

Akhirnya Jovanis luluh, dia membawa pakaiannya ke kamar ganti, dan segera dia pakai.

"Sudah,"

"Oke, tampan." Kata ketiganya, serempak.

"Pangeran, Baginda Raja sudah menunggu di meja makan."

Jovanis menghela napas, "Aku sudah tampan belum?"

"Bodoh, kau memang tampan!" Celetuk si kecil, Juan.

Jovanis menepuk pundak Juan, kawannya itu.. memang paling tau.

Keempatnya keluar dari ruang gelap Jovan. Berjalan gagah sambil sedikit bergaya saat melewati beberapa pelayan wanita.

"Pangeran Lee bersama ketiga pangeran lainnya datang." Teriak pelayan.

Keempat pangeran menundukkan badannya, "Siang, Baginda raja, ratu."

Lalu mereka duduk di kursi yang telah disiapkan.

"Jov, itu gadisnya?" Tanya Chandra.

"Mana aku tau, aku belum pernah bertemu dengannya."

"Hari ini saya akan mengenalkan putra tampan saya, pangeran Lee." Ucap Raja.

Raja Kim tersenyum, "Halo pangeran, hari ini saya kesini berniat untuk menjodohkan kamu dengan putri saya, Karina."

Pangeran Lee tersenyum, "Kalo boleh tau, dari keempat ini, yang mana Karina?"

Keempat gadis tersenyum menatap Jovanis, Jovanis tersenyum kecil, "em, hai?"

"Karina, beri salam dulu pada pangeran Lee."

Gadis bernama Karina berdiri, "Siang pangeran.."

Jovanis terdiam sejenak, "Ini, putri Karina?"

Karina mengangguk, "iya, pangeran."

"Baginda Raja, bisa dipercepat tidak waktu pernikahan kita? Kalo bisa, besok. Gimana?" Katanya secara antusias dengan wajahnya yang perlahan memerah.

The future Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang