Tumbuh pohon pertemuan berbuah keyakinan
dan cinta hakiki.Antara Iman dan Logika
Iman Al-faristin, pemudi yang sangat mencintai mushaf Al-qur’an. Sejak kelas 10 SMA, menghafal dan mempelajari arti itu hobinya hingga tak sengaja melantunkan kalimat “Astagfiruallah… ya Allah bimbing hamba dalam pejalanan hijrah ini.”Bukan hal yang mudah bagi Iman untuk benar-benar hijrah di tengah-tengah empat sahabatnya sejak kecil, tak ada pilihan lain bagi Iman untuk menyendiri, daripada kehadirannya membuat tidak nyaman bagi sahabatnya, dari menjaga lisan hingga memperbesar jilbab saja sudah membuat mulut sahabatnya komat-kamit tak suka, apalagi kehadirannya.
Sampai kelas 11 SMA ini, Iman terbiasa sendiri. Bagi Iman, menyendiri bukan berarti tak bahagia, justru sangat bahagia. Hingga orang lain tak bisa menikmati kebahagiaan Iman. Bagaimana tidak? Jika setiap hari Iman bisa melantukan hafalannya dengan lancar dan menangis tiap tengah malam. Bukankah itu kenikmatan yang besar? Yang dimana kenikmatan itu belum tentu orang lain merasakan.
Hijrah Iman bukan semata mencari popularitas dimata manusia. Tapi, dimata Allah. Hingga disaat itu disekolah ada informasi tentang diadakannya kemah persahabatan anak Indonesia. Para guru memilih dari kelas 11 sebagai perwakilan dari sekolah. Untuk menjaga nama baik sekolah, Kepala sekolah tak asal milih dalam acara Nasional tersebut. Hijrah Iman membuat berhasil Pak Kepsek menaruh pandangan manis padanya. Iman pun terpilih mewakili sekolahnya, itu yang membuat Iman takut akan salah niat dalam hijrahnya.Kemah persahabatan anak Indonesia, kemah itu bukan kemah biasa, bagaimana tidak? Jika kemahnya diadakan di Hutan Cikole, Bandung. Yang akan diikuti oleh anak Indonesia dengan ragam budaya, suku, ras, dan agama. Siapa sih, yang tidak ingin dipilih untuk ikut? Terpilihnya Iman pun menjadi sorotan SMA. Lagi-lagi membuat iri sahabatnya.
Siang itu Iman dipanggil Kepala sekolah, untuk diberi bimbingan kemahnya yang akan dilaksanakan besok jam 08.00 WIB.
“Iman, bagaimana kamu sudah dapat izin dari Papamu? Tanya Kepala Sekolah perhatian.
“Alhamdulillah, sudah Pak.” Jawab Iman senyum.
“Oke, besok kamu berangkatnya didampingi Pak Anam, peralatan yang kamu bawa obat-obatan yang kamu butuhkan, bawa jaket, disana tiga hari dua malam, tambah perjalanan satu hari satu malam. Jadi kamu bawa pakaian pribadi secukupnya, gak usah bawa baju semacam olahraga, nanti di kasih dari sana. Terus… kamu cukup bawa baju berangkat sama pulang.” Jelas Pak Kepala Sekolah panjang lebar.
“Gimana ada yang di tanyakan?”
“InsyaAllah tidak Pak.”
“Baik kalau begitu, silahkan kembali ke kelas.”
“Baik Pak, terimakasih.”
Pak Kepsek pun menganggukkan kepala dan mempersilahkan Iman keluar dari ruangan.
Iman yang dulunya murid biasa sekarang menjadi murid teladan di sekolahnya. Bahkan, menjadi cewek idaman bagi laki-laki. Keberangkatan Iman disambut para murid dan guru dengan meriah. Iman dan Pak Anam berangkat dengan mobil sekolah mennuju kota tempat pertemuan pemberangkatan kemah. Sampai disana Pak Anam dan Iman dibedakan pendamping dan peserta.
“Iman, jaga dirimu baik-baik, Kokohkan iman dan akidahmu karena disana kamu akan bertemu beragam agama.” Pesan Pak Anam sebelum berpisah.
“Baik Pak.” Jawab Iman mantap.
1 menit kemudian, Iman sudah tak melihat jejak Pak Anam. Pemandu mengarahkan Iman ketempat peserta berkumpul, menunggu peserta yang lain. Mereka datang dari berbagai kota seluruh Karesidenan Pati. 15 peserta yang baru hadir, 6 peserta tidak memakai penutup rambut, alias jilbab. “Mungkin dia non muslim.” Batin Iman dalam hati.
Tak sengaja Iman mendengar pembicaraan pemandu, bahwa masih menunggu 3 peserta lagi dari Lasem, Rembang.
5 menit kemudian…, 3 peserta datang. “Mungkin itu peserta yang sedang kami tunggu.” Ujar salah satu peserta pada temannya.
Pemandu pun mengarahkan kami menaiki bus, menuju kependopo di kota kecil untuk melaksanakan upacara bersama. Pemandu membacakan tempat duduk masing-masing peserta sebelum masuk.
“Iman Al-Faristin, Logika Belgam Berlin, bisa ikut saya.” Pinta salah satu pemandu mengarahkan tempat duduk Iman. Mereka berdua pun mengikuti pemandu masuk bus, mendapat dua tempat duduk bagian kanan. Pemandu mempersilahkan kami duduk. Iman pun mengambil posisi duduk terlebih dahulu.
Setelah kami siap, bus berangkat menuju tempat upacara pembukaan. Setelah pembukaan kami melanjutkan perjalanan, do’a terlebih dahulu menurut kepercayaan masing-masing. Di bus Iman membaca Al-Qur’an, sepertinya sampingnya sedang memperhatikan Iman terus, Iman pun spontan memandangnya.
“Kamu sedang baca AL-Qur’an ya?” Tanya sampingnya ramah.
“Iya…, kamu muslim?” Tanya Iman penasaran. “Tahu Al-Qur’an kok gak makek hijab.” Batin Iman dalam hati.
“Bukan, saya bukan muslim.”
Iman tidak kaget dengan jawabannya, karna sebelumnya Pak Anam sudah memberitahukannya. Meskipun terasa canggung Iman berusaha untuk terlihat biasa dengannya, layaknya saudara tanah air. “Tapi sepertinya anak ini bukan asli Indonesia.” Gumam Iman dalam hati.
“Kenalin, namaku Logika Belgam Berlin, bisa di panggil Logika, aku imigran dari Kota Berlin, Negara Jerman ke Indonesia seminggu yang lalu.” Logika pun memperkenalkan diri dengan ramah sambil mengulurkan tangannya ke Iman untuk bersalaman. Dia sengaja memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, karna melihat Iman ketahuan dengan ekspresinya yang banyak pertanyaan pada fikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cipratan Iman
Teen FictionTumbuh pohon pertemuan berbuah keyakinan dan cinta hakiki