Chapter 1

12 2 0
                                    

Malam hari di bulan juli tanggal 15 tahun 2018. Hari yang terasa sangat membosankan bagi seorang remaja perempuan bernama Aina Hirai. Gadis yang sangat biasa saja seperti remaja perempuan pada umumnya. Di atas meja, tangannya terbaring menjadi bantal untuk kepala yang sudah penuh dengan rambut hitam pekat. Matanya yang coklat tua semakin terlihat indah saat sebuah sorotan lampu menyinari wajahnya.

"Huh...." keluhnya.

Ada sebuah pena yang terhimpit di tengah-tengah antara jari telunjuk dan tengah. "Gue mau nulis apaan, ya? Mana gak ada ide."

Rambutnya yang berantakan semakin terlihat kacau saat dia mengacak-acaknya. Kepalanya terbolak-balik untuk berganti posisi. "Gini amat jadi author."

Tubuhnya yang sedari tadi dipaksa untuk duduk tegap, perlahan mulai melemas dan tersandar di kursi yang empuk. Sembari itu, dia mengambil sebuah benda persegi panjang yang pipih di atas nakas. Benda itu menyala, menampilkan sebuah video seorang anak lelaki yang sedang menyambung kabel-kabel. Kedua sudut bibirnya tertarik sempurna, meninggalkan senyuman manis nan indah di wajah.

"Abri keren banget," pujinya.

Telepon pintarnya kembali dimatikan dan diletakkan di atas meja. Kepalanya terangkat dan beralih memandang langit-langit. Senyuman lebar tertarik di kedua sudut bibirnya. Jari-jarinya mulai bersiap berdiri di atas papan ketik. Mereka mulai menari perlahan-lahan di atasnya, mengetikkan kata demi kata.

Ini tentang aku, si pengagum rahasia yang mungkin wujudnya pun tidak diketahui oleh yang dikagumi. Ini juga tentang dia, seseorang yang biasa tapi terlihat luar biasa di mataku. Aneh rasanya bila kedua kata tidak sebanding itu disandingkan dalam satu kalimat, tapi begitulah kenyataannya. Luar biasa saat senyumnya menjadi candu yang hanya bisa aku lihat dari jauh. Luar biasa saat dia menjadikan sedihnya sebagai bahan tangisku di malam hari. Luar biasa ... saat dia ... berhasil membuatku memendam rasa lebih yang seharusnya tidak muncul.

***

Waktu telah berjalan cepat, menjadikan malam yang semula gelap menjadi pagi yang terang benderang. Saat itu, kepala Aina masih terbaring di atas lipatan tangan yang berada di atas meja. Deringan suara telepon yang begitu nyaring dan berisik membuat tidurnya menjadi tidak nyenyak lagi. 

Tangan sebelah kanannya meraba-raba permukaan meja itu untuk mencari keberadaan sumber suara. Bertemulah dia dengan telepon pintar yang masih bergetar. Tangan sebelah kirinya beralih mengucek mata agar membuat pemandangan di depannya terlihat lebih jelas. Tampak fitur telepon grup WhatsApp yang memuat nama Indah dan Hirai.

Dia segera mengangkatnya. "Halo...." ujarnya dengan suara yang serak dan masih lemah.

"BANGUUUNNNNNN!!!!!!" teriak Indah dan Hirai bersamaan.

Aina menjauhkan telepon itu dari telinganya. "Apaan sih?! Ganggu orang tidur aja. Gue cape, tau gak?!" bentaknya.

"Kita ngerti, Ai. Tapi lo liat sekarang jam berapa!" seru Hirai.

Tangan Aina mengambil Jam Beker yang dekat dengan jendela. "Setengah tujuh. Kenapa emang?" tanyanya.

"Kok lo santai?! Cepet mandi!" desak indah.

"Emang mau ngapain, sih?!" tanya Aina.

"Lo lupa sekarang tanggal berapa?" Hirai berbalik bertanya.

Tangan sebelah kanan Aina mengambil kacamata bulat yang berada di atas meja. Dia menyangkutkan gagang kacamata itu di kedua daun telinganya. "Enam belas, 'kan? Terus kenapa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HALU [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang