Accident 🌥

38 6 8
                                    

"Seperti hujan yang terus mengguyur tanah gersang, seperti air yang terus menembus bebatuan, dan seperti harum petrichor yang selalu dirindukan."

🌱🌱🌱


"Nice kill, Tobioo." Teriak salah satu gadis berambut (H/c) itu dengan lantang. Baju yang sudah basah karena keringat, dan tawa riang terpatri di wajah cantiknya. Ia mengusap peluh yang mengalir di pelipisnya dan kembali mengencangkan kuncir rambutnya.

"Satu kali lagi, (Y/n)-san!"

"Yosh! Bersiaplah Shoyo, jangan sampai aku memblok pukulanmu." Ujarnya sembari menunjukkan smirknya.

"Coba saja." Jawab lelaki bernama Hinata Shoyo itu.

"Oi boke! Pukul dengan benar."

"Urusai bakayama! Aku tau itu."

Mereka bermain sejak matahari mulai menyingsing sampai jam menunjukkan pukul 9 tak terlihat raut wajah kelelahan di ekspresi mereka. Begitu cintanya dengan bola voli sampai tidak terasa panas sudah menyengat kulit mereka.

"Oi kalian, sampai kapan akan terus bermain? Astagaa.." Keluh pemuda bersurai abu-abu yang sedang duduk selonjoran di tepi lapangan voli.

"Biarkan saja mereka Suga, tempat olahraga sekolah sedang diperbaiki jadi aku rasa mereka melampiaskannya disini." Kali ini pemuda bernama Daichi yang berbicara. Ia meneguk minuman isotonik sampai tersisa setengah.

"Aku tidak masalah dengan Kageyama dan Hinata, tapi bagaimana dengan (Y/n) ? Dia perempuan tapi tenaganya tidak ada otak." Sugawara hanya menghela nafas pasrah. Daichi dan temannya yang lain hanya terkekeh mendengar keluhan Sugawara yang sudah seperti ibu-ibu.

"Dia kan perempuan jadi-jadian, Sugawara-san." Celetuk Tsukkishima.

"Hooraa kusso-megane, aku mendengarmu!" Teriak (Y/n) menatap tajam ke arah lelaki berkacamata, Tsukkishima.

"Syukurlah kau mendengarnya." Jawabnya.

"Baiklah, pukul 10 nanti kalian sudah harus selesai... disini sudah semakin panas, asal kalian tau." Teriak Daichi menginstruksi.

"Yokai captain!"


●●●●●●●


"Untuk sekarang kau kuberi libur selama 2 hari, kau sudah mengerjakan misi mu dengan baik, aku bangga padamu."

"Terimakasih, boss."

"Yaah, setelah itu kau harus bisa mencari rekan kerjamu untuk membantumu."

"Aku rasa tidak perlu, mori-san. Aku dan seluruh anak buahku sudah cukup melakukan misi dengan baik."

Pria dengan rambut hitam kelam yang sedang memegang pisau bedah itu hanya menghela nafas berat. Ditatapnya pemuda yang jauh lebih muda itu dengan tatapan tegas dan menuntut.

"Aku tau, tapi akan lebih baik jika kau memiliki kaki tangan yang bisa kau andalkan. Karena kau terbilang sedikit ceroboh, Dazai."

"Haaaah baiklah baiklah, untuk urusan itu kau saja yang cari.. Aku malas—" Pemuda berumur 17 tahun bernama Dazai itu mengibas-ibaskan tangannya yang penuh akan balutan perban.

"—Tapi jika aku tidak cocok dengannya aku akan menolak." Imbuhnya dengan nada bicara yang tajam.  Pria berumur dihadapannya pun hanya terkekeh dan mengangguk faham.

"Baiklah kalau begitu, kau boleh pergi sekarang."


●●●●●●

Missing My RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang