[3] farewell

3 2 0
                                    

panggilan telefon masuk, dari Angkasa.

"Tara, gimana hasilnya?"

"alhamdulillah, Sa, pilihan pertama."

"puji Tuhan."

"lo gimana?"

"pilihan pertama juga—" kata Aksa, namun suaranya sedikit bergetar, jadi ia memilih untuk berhenti sebentar untuk mengambil nafas.

"yey, sekampus dong kita?" kata Tara dengan nada yang gembira.

"Universitas Brawijaya, Malang." lanjut Aksa.

ekspresi wajah Tara langsung berubah. tidak ada lagi ekspresi bahagia tadi. seolah ucapan Aksa tadi mengapus kebahagiaan akan hasil usahanya yang selalu ia impikan.

"Sa?" panggil Tara, suaranya sedikit bergetar.

"iya Tara?"

"haha gapapa, yaudah gue matiin dulu ya."

if you need me, wanna see me, better hurry. cause i'm leaving soon.

ia menghampiri Ibunya yang sedang menunggu akan kabar baik darinya.

"Ibu... hiks.." panggil Tara diakhiri dengan isakan tangis.

dipeluk erat Ibunya, seolah Tara membutuhkan sandaran untuk menumpahkan segalanya.

"gapapa ya, kak? gapapa, istirahat, nanti coba lagi." Ibu yang salah mengartikan tangisan Tara pun mencoba menyemangati Putrinya.

"Tara berhasil bu, dipilihan pertama." kata Tara dengan terbata-bata.

Ibu pun mengucap Alhamdulillah berkali-kali sembari mengusap punggung Putrinya.

"anak hebat, selamat ya nak. keren banget anak Ibu. Tara mau apa? ibu belikan." kata Ibu.

Tara hanya menggelengkan kepalanya.

"kok kejer banget nangisnya? sudah selesai lho perjuanganmu di SMA."

lagi-lagi Tara hanya menggelengkan kepalanya.

Ibu yang berusaha menjauhkan badan Putrinya, berniat untuk melihat wajah anaknya dan mengusap air matanya pun terheran ketika Tara justru terus mengeratkan pelukannya.

tangisan putrinya, berbeda.

//

"kenapa Malang, Sa?"

"biar bisa sering-sering ke Switzerland Van Java."

Tara mengangguk dengan ragu saat mendengar jawaban Aksa.

seolah merasakan respon tidak memuaskan dari Tara, Aksa pun melanjutkan omongannya.

"gue ngga bisa terus ada di deket lo, Ra." katanya.

"ya kan emang ngga harus."

"maksudnya, kalo gue deket sama lo terus, perasaan gue juga ikut terus tumbuh."

Tara mengalihkan pandangannya ke arah lain.

rumit.

"ngga bisa ya, Angkasa? buat menetap aja di sini."

"ngga bisa, Tara, maaf."

"waktu itu, nyari tempat buat tinggal ya di Malang?" tanya Tara, ia teringat pada hari dimana tiba-tiba Aksa pergi ke Malang. liburan, katanya.

"iya, nyari kost."

"optimis keterima dipilihan pertama ya?"

"hm, gue merjuangin itu banget."

"good, then. selamat ya, Sa."

"selamat juga, Tara."

hening, keduanya terdiam menikmati angin sore di atas rooftop rumah Tara.

rooftop ini, setiap sudutnya menjadi saksi sedih ceritanya dengan Aksa. menjadi saksi obrolan ringan, serius, dan candaan mereka.

"jadi, berangkatnya kapan?"

"secepatnya."

"hati-hati lo di sana, ntar nyasar lagi."

ketawa keduanya terdengar. entah apa yang ditertawakan. tetapi tersirat kesedihan di sana.

i'll leave soon, far from you. please hold me 'til, i disappear.

"lo jaga diri ya, Ra."

"i'll be fine, Sa."

"farewell, Attara."

terimakasih, Angkasa.
untuk semuanya.
farewell.

setara namun tidak sama.
setara namun tidak bisa bersama.

10/07/21
sa-tara
— selesai

we've traveled the seas, we've ridden the stars.
we've seen everything from saturn and mars.
as much as it seems like you own my heart.
it's astronomy, we're two worlds apart.

from far away, i wish i'd stayed with you.

sa-taraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang