Epilog

3.5K 334 45
                                    

Matahari semakin naik, membuat siapa saja risih akan panasnya sang mentari. Walau terik matahari begitu mengganggu, hal itu tidak akan menghentikan kegiatan gadis kecil berurai putih bergaun biru muda. Gadis itu tengah berlarian di luasnya lapangan dengan gulungan benang ditangannya.

Jika dilihat kembali, gadis itu nampak tengah berlari layaknya mencari sesuatu. Terlebih, arah pandangan nya mengarah pada langit biru, seolah tengah mencari sesuatu yang begitu penting. Matanya melotot seakan hendak keluar dari tempatnya.

Satu kata untuk gadis itu, seram, kowai, creepy kryuk kress.

Kembali ke situasi.

Matanya menyipit. Manik bak sky blue itu seperti belum puas mencari sesuatu di atas sana. Dalam hatinya dia mengumpat sembari berucap agar orang yang menemukan barangnya, yaitu layang-layang, bisa segera mengembalikan. Namun jika tidak, dia akan mengutuk dan berdoa agar orang itu secepatnya bertemu yang maha kuasa.

Merasa lelah jiwa dan raga. Akhirnya, ia memilih opsi terakhir. Si gadis menarik nafas dalam-dalam, dan memasang kuda-kuda. Setelah dua menit lamanya menarik nafas, ia pun mengeluarkannya dengan suara lantang layaknya tengah berteriak di ujung tebing.

"AYAH! LAYANGAN KAKAK HILANG! CARIIN ATAU LAPOR IBU NIH!"

Teriakan si gadis begitu menggelegar hingga menciptakan getaran yang serupa dengan gempa. Contohnya kaca mobil yang baru saja lewat tiba-tiba saja pecah setelah gadis itu selesai berteriak, dan kucing yang tertidur di atas pohon, tiba-tiba saja terjatuh berserta dengan pohonnya.

Baiklah, mari lupakan ketikan di atas dan beralih pada gadis itu. Dan sekarang, ia merajuk sembari menghentakkan kakinya, lalu menjatuhkan tubuhnya dan memukuli tanah hingga meninggal bekas pemukulan.

"Layangan aku!!!! Hueeeeee layangan!!!"

Yah, kasian tanahnya. Dia tidak punya salah malah dipukuli. Sungguh jahat gadis itu, biadab, dan tidak berpriketanahan. Sebenarnya siapa ayah dari gadis jahat ini?

"Hmmm bagaimana kalau minta paman Levi yamg mencari layangan mu" ucap sang ayah dengan santainya sembari menggendong seorang bayi.

Benar, bayi. Bayi dari gadis yang sedang merengek bagai kesurupan maung. Si bayi yang melihat tingkah laku kakak perempuannya, merasa malu dan memilih menutup matanya. Ternyata sang bayi berpura-pura tidur agar tidak menyaksikan aksi gelo kakak bar-bar nya.

Setelah melakukan rengekan, merajuk, dan meng-smakdown sang ayah. Akhirnya mereka pun kembali pulang dengan diiringi tatapan tajam dari paman si gadis. Oh, lalu bagaimana dengan si bayi? Tenang saja, dia sekarang tertidur di pelukan  pamannya.

Singkat cerita. Mereka berempat, yaitu si gadis, ayah, adik bayi, dan paman, sedang melakukan jalan-jalan sore. Tetapi, dikarenakan si gadis ini begitu aktif melebihi cacing besar Alaska, maka untuk mendiamkan nya sang ayah menggunakan cara berupa memberikan sebuah layangan berbentuk unta.

Selama tiga jam si gadis bermain tanpa henti dan penat sedikit pun. Merasa kesal karena si gadis mengambil banyak adegan, akhirnya si author memutuskan benang layangan itu dengan cara melempar gunting berwarna merah. Alhasil, layangan pun terbang bebas meninggalkan si pemilik tanpa penyesalan sedikit pun.

Lalu, bagaimana paman bernama Levi ini bisa menyelesaikan keributan dari ponakannya? Untunglah dia membawa sebuah buku kecil, dan diberikannya kepada si gadis agar membaca isi dari buku itu.

Dan inilah sebagian isi dari bukunya-

-Merengek= bersihin taman rumah paman

-Teriak kaya Godzilla= lapor ibu+tak ada uang hari spesial

-Bertingkah seperti anak nakal: bersihin seluruh rumah termaksud rumah paman.

Yah, begitulah kira-kira isi dari halaman pertama buku itu.

Akhirnya, mereka berjalan kembali ke rumah. Tetapi untuk Levi, ia pergi berlawanan arah dan jadilah hanya sang ayah, bersama dengan kedua anaknya.

Sepanjang jalan, hanya ada canda, hinaan untuk sang ayah dari putrinya, dan berbincang mengenai cara bersalto dengan baik dan benar. Pembicaraan yang sungguh absrut dan tak layak ditiru.

Tanpa disadari, mereka sudah sampai di sebuah rumah yang tergolong nauzubillah besarnya hingga author menitikkan air mata ke-irian. Saat sang ayah hendak menekan bel rumah, tiba-tiba saja pagar terbuka, lalu memperlihatkan sosok wanita dan seorang anak laki-laki yang nampak memiliki wajah serupa dengan si gadis.

"Eh, ibu, dan kembaran tersayang" sapa si gadis dengan senyuman lebar.

Ternyata, wanita itu adalah ibu dari gadis bar-bar dan si bayi yang berada digendong sang ayah bernama Satoru.

"Aku pulang, istri ku yang-"

"Ayah, cukup. Aku malu dan mual setiap kali ayah nge-gombalin ibu" kata si anak laki-laki dengan wajah datar bak triplek.

Si ibu hampir tertawa terbahak-bahak akibat pengakuan jujur dari anaknya. Si ibu, sebut saja (y/n), membawa suaminya juga ke tiga anaknya masuk ke rumah. Sebenarnya (y/n) hendak memarahi suaminya karena pergi tanpa pamit dan membawa kabur anak bungsu mereka. Tetapi, melihat betapa gembiranya anak perempuannya dan si bayi begitu anteng didalam pelukan ayahnya, maka (y/n) pun menunda amarahnya dan memilih berdamai sebentar.

Keluarga ini begitu damai setiap harinya. Iya, damai. Saking damainya hingga memakan batin (y/n) dan Satoru. Kenapa? Karena mereka memiliki anak perempuan aktif yang suka berkoar-koar layaknya parade, si kembaran anak perempuan namun beda kelamin, memiliki sifat tenang, acuh, ceplas-ceplos, namun peduli. Dan anak terakhir, si adek bayi yang selalu berwajah datar, menangis dikala mereka tengah rehat, dan suka melempar makanan.

Tetapi, walau begitu memakan batin juga raga. Namun sepasang suami-istri ini senang akan kehadiran anak-anak mereka.

Senang, sudah. Sedih, sudah. Dan tantangan apa lagi yang akan mereka tempuh? Entahlah, yang jelas mereka akan menghadapi nya bersama sembari menatap hari dimana anak-anak mereka tumbuh besar dan menjadi sosok sukses dimasa depan.

~End~

Thanks for reading guys!

Dan bye madafaka!

Hi sensei! ( Gojo Satoru X Reader ) END!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang