02

9 3 4
                                    

"Ecan?"

"Bunda."

Bunda Haechan menghampiri anak semata wayangnya yang sedang terduduk di pinggiran kolam dengan kaki yang ia rendam.

"Kenapa Bun?"

"Kayaknya kamu lagi ngelamun, mikirin apa?"

Bunda ikut duduk dan meredam kakinya dalam kolam. Dingin rasanya, Bunda dan Haechan suka.

"Ngga apa-apa Bund cuma lagi mikirin Lena aja, biasalah remaja lagi di mabuk cinta hehehe." Haechan terkekeh begitupula dengan Bunda, ibu mana yang tidak ikut terkekeh saat melihat anak yang ia sayangi terkekeh dengan manisnya.

"Ayah belum pulang Bund?"

Bunda menggeleng, "Paling nanti malam," jawabnya.

"Chan?" Panggil bunda.

"Iya Bund?"

"Lena udah suka sama kamu?"

Setelah mendengar pertanyaan bunda Haechan secara refleks juga bertanya pada dirinya sendiri, apakah Lena sudah menyukainya? Sebab dari awal mereka menjalin hubungan, hanya ada cinta sepihak dan pihak yang mencintai itu Haechan sendiri.

Awal bertemu dengan Lena saat itu Haechan sedang mengunjungi sebuah cafe 7 dream yang ternyata sangat penuh, maklum saja sebab cafe itu baru dibuka dan tentu saja banyak orang-orang penasaran dengan rasanya.

"Sorry, lu lagi nunggu orang ngga?" Sore itu, Haechan bertanya pada Lena yang sibuk memandang ke arah jalan raya seolah-olah sedang menerawang jauh.

"Eh ngga kok, gua sendirian."

"Boleh gabung ga? Rame banget anjir gua ngga nyangka bakal serame ini," Haechan dengan gaya santainya langsung duduk di kursi depan Lena.

"Btw Haechan bukan?" Haechan menyerngit, perasaan ia bukan artis yang dikenal banyak orang tapi kenapa gadis didepannya mengenalnya?

"Iya, ko bisa tau? Lu stalker gua ya?" Tawa Lena pecah, seperti yang diketahui banyak orang, Haechan Handi Nugraha si laki-laki kocak banyak tawa, ah! Banyak tingkah juga.

"Lu ngga kenal gua?"

"Kenal."

"Gua Siapa?"

"Ngga tau."

Sekali lagi, Lena tertawa. Apa-apaan dengan jawaban Haechan ini.

"Tadi katanya kenal, ditanya siapa malah ngga tau."

"Ya gua kenal lu karena sekarang kita kan lagi ngobrol tapi gua ngga tau lu siapa, kita kan belum kenalan—WAH JANGAN-JANGAN INI MODUS LU BUAT KENALAN SAMA GUA? iya kan, ngaku lu!"

Masih dengan tawanya, Lena menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan jalan pikir Haechan.

"Ngga lah ngapain, kalo mau kenalan mah ngga usah modus, langsung aja kenalan. Yaudah langsung aja, gua Nadira Steffi Lena biasa dipanggil Lena btw gua satu sekolahan sama lu dan itu sebabnya gua tau lu," ujar Lena lalu mengulurkan tangannya, berniat mengajak Haechan berkenalan dan tentu saja langsung disambut Haechan dengan senyum secerah matahari.

"Haechan Hadi Nugrah biasa dipanggil Haechan," balas Haechan, sebenarnya ia sedikit kaget mengetahui bahwa Lena ini satu sekolah dengan dirinya.

Dari situ mereka mulai dekat, awalnya Lena ini memiliki kekasih namun tidak lama kemudian mereka putus dan Haechan yang sebenarnya sudah jatuh hati dengan Lana langsung saja ngegas menjadikan gadis itu sebagai pacarnya dan entah kenapa saat itu Lena menerimanya, tentu saja Haechan senang namun ia juga resah, Lena ini benar-benar suka padanya atau hanya menjadikannya sebuah pelarian.

"Ecan Bunda nanya loh, malah ngelamun." Bayangan pertemuan pertama Haechan dan Lena langsung buyar saat Bunda menyentuh pundak Haechan.

"Ngga tau Bund, Haechan sendiri belum tau."

"Chan." Bunda mengelus pundak anaknya, "Jangan pernah menjalin hubungan sama orang yang ngga cinta sama kamu, itu cuma bisa nyiksa kamu."

Haechan menoleh, "Emang Bunda pernah ngerasain?" Pertanyaan anaknya membuat Bunda gelagapan serta salah tingkah.

"Y-ya pernah, dulu juga Bunda kan pernah muda," jawabnya asal. Haechan tertawa, cara Bunda gugup sama seperti Lena gugup dan itu alasan ia semakin mencintai gadisnya sebab gadis itu seperti Bunda versi pacarnya.

"Tapi Haechan yakin Bun, kalaupun sekarang Lena belum suka sama Ecan lama kelamaan dia bakal suka sama Ecan. Seperti apa kata orang-orang, rasa suka itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu."

"Ngga!" Bunda menolak ucapan Haechan, "Menurut Bunda, rasa suka itu karena adanya kenyamanan. Mau satu tahun, dua tahun, tiga tahun ataupun bertahun-tahun kalo rasa nyaman ngga bisa ditemukan dalam diri seorang pasangan itu bakal percuma, Chan. Itu cuma bakal buang-buang waktu aja karena mereka mungkin saling terikat tapi mereka ngga saling mengerti. Mau selama apapun menjalin hubungan kalo ngga ada kenyamanan yang didapat dari pasangannya ntar yang ada hanyalah kekosongan, maka dari itu." Bunda menatap dalam maniak Haechan dan mengenggam tangannya.

"Tanya sama Lena, dia nyaman ngga sama kamu? Takutnya dia cuma ngerasa cocok tapi ngga nyaman," lanjutkan. Haechan mengangguk, memahami benar-benar wajangan dari sang Bunda yang sekarang izin kembali kedalam rumah, mau masak mungkin.

Bohong kalo Haechan ngga perduli sama omongan sang Bunda sebab sekarang ia dengan berfikir keras, apakah benar Lena bertahan dengan dirinya karena ia merasa nyaman bukan hanya karena merasa cocok, kan?

⭒☆━☆⭒

"Lu gila ya? Malam-malam gini ngajak gua beli ice cream." Haechan mendengkus pada gadis disampingnya yang bukan lain Felly.

Jam sudah jelas menunjukkan angka delapan malam dan gadis ini tiba-tiba saja datang ke kamarnya lalu manarik paksa dirinya untuk mengantar ia membeli ice cream di Alfamart. Jaraknya memang tidak terlalu jauh dari rumah mereka namun tetap saja jika dibawa jalan akan terasa melelahkan, belum lagi mereka hanya berjalan kaki sebab Felly tidak ingin naik motor.

"Gua keknya nyidam deh Chan."

"Sembarangan! Lu udah pernah nikmat nimkatan emang?"

"Lu yang sembarangan, becanda anjir! Gua lagi pengen doang."

Haechan tidak menyahuti ucapan Felly, sumpah ia ini tidak tahan dingin dan angin malam sekarang entah kenapa seperti menusuk setiap pori-pori kulitnya.

Haechan kedinginan. Felly yang menyadari itu langsung saja membuka jaketnya dan melemparkannya pada Haechan.

"Apa nih?" Tanya Haechan.

Felly memutar matanya malas, "Ibaratnya kayu yang terus menerus disiram air dan bikin kayu itu rapuh, sama kaya lu. Lama kelamaan kena angin malam bisa bikin lu pingsan kan? Paket jaket gua, angetin badan lu," Felly berucap santai. Benar, Haechan sama seperti kayu yang lama-kelamaan kena air dan bikin kayu itu rapuh.

"Lu gimana anjir? Itu lu cuma pake kaos doang."

"Santai aja elah, gua kuat dingin ngga kaya lu."

"Yaudah thanks ya." Bukanya Haechan tidak perduli pada Felly dengan membiarkan gadis itu hanya menggunakan kaso saja namun Haechan benar-benar tidak kuat dingin dan ia tidak ingin apa yang dibilang Felly menjadi kenyataan, yaitu pingsan.

"Btw tau banget lu tentang gua, perasaan gua ngga pernah cerita."

"Gua tau sekecil apapun tentang lu, Chan. Tapi lu ngga pernah tau sekecil apapun tentang gua."

Tbc

Lies - HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang