Keadaan luar terlihat mendung lalu tiba-tiba saja gerimis mulai berdatangan dan membuat Haechan ingin terus-menerus berguling dalam selimutnya. Pagi yang seharusnya diisi dengan cahaya manatari yang terasa hangat kini terganti dengan angin-angin yang terasa sejuk namun juga bisa membuat hidung terasa sakit sebab udara yang dingin dan Haechan tentu benci itu, tubuhnya yang renta akan dingin menjadikanya laki-laki yang benci pada hujan.
"Gua tau hujan itu Rahmat yang harusnya di syukuri, tapi apa daya tubuh gua yang terlalu berharga ini malah ngga bisa diajak kompromi sama keadaan mendung kaya gini," dengan sedikit decakan laki-laki itu mau tidak mau harus mengambil handuk berwarna merah dengan merk Gucci, itu Gucci abal-abalan yang dibeli Bunda beberapa bulan yang lalu.
Selesai mandi laki-laki itu langsung menuju ke meja makan setelah berpakaian rapih dan menemukan Bundanya yang sedang menyiapkan makanan.
"Jagoan Bunda udah rapih, nih minum susunya terus sarapan." Bunda menyajikan nasi goreng dan susu putih.
"Ayah udah berangkat Bun?" Seperti biasa, Bunda hanya mengangguk dan membuat Haechan menghela nafas panjang. Ayahnya terlalu sibuk hanya untuk sekedar menyapa keluarga.
"Pagi Bunda, Haechan." Dan seperti biasa pula, jika keadaan hujan seperti ini Felly akan tiba-tiba datang dan ikut sarapan dirumah Haechan.
"Eh udah Dateng, nih nasi gorengnya." Bunda yang sudah tahu Felly akan datang pun sudah siaga menyiapkan makanan.
"Loh kok cuma ada dua piring, Bunda?"
Bunda menggeleng, "Tadi udah makan bareng Ayah, yaudah kalo gitu Bunda tinggal ke kamar dulu ya? Mau siap-siap ke butik." Bunda ini memang pemilik butik di salah satu butik yang terkenal dengan gaya modern nya.
Selepas Bunda naik ke kamarnya, Felly langsung mengambil duduk disamping Haechan dan menyantap nasi gorengnya. Tidak ada pembicaraan saat mereka makan karena memang Haechan ini kalo sudah berhadapan dengan makanan tidak akan perduli dengan sekitar sedangkan Felly orang yang termasuk diam saat makan karena katanya ngga baik ngobrol didepan rezeki, ngga sopan namanya.
Tak butuh waktu lama acara makan-makan mereka selesai, Felly berdiri dan langsung mencantol tasnya di pundak sebelah kanan, "Yuk Chan."
"Yak yuk yak yuk, ngapain lu? Gua harus berangkat bareng Lena tau, sana lu pulang berangkat sendiri sama supir pribadi."
"Enak aja, dari kecil kan kalo gerimis gini lu berangkatnya sama gua. Diluar gerimis, Chan. Lu mau naik motor terus kedinginan? Gua udah ada bayangan ntra lu ke rumah Lena terus kasih jaket ke Lena karena ngga mau dia kedinginan sedangkan lu sendiri? Ntar malah pingsan karena kedinginan habis itu bikin gua repot ngurus lu yang pingsan."
"Lu nya aja kebanyakan halu, udah lah gua ngga selemah itu ya sampe pingsan segala." Haechan protes. Felly berdecih lalu memukul lengan laki-laki disampingnya.
"Alah sok lu, pas jamannya SD siapa yang pingsan di halte bus waktu musim dingin dan keadaannya kita lagi marahan yang bikin lu mau ngga mau harus naik bus karena segan naik mobil gua hah? Dan dengan bodohnya pas bangun lu malah bilang 'ngga pa-pa cuma pingsan doang' bego Chan, orang-orang khuatir lu malah ngeremihin." Dengan hati yang dongkol Felly berucap dengan nada yang menggebu-gebu, ia sangat ingat saat kejadian beberapa tahun lalu dirinya menemukan Haechan sahabatnya yang pingsan di halte bus dengan keadaan tubuh yang benar-benar dingin lalu saat laki-laki itu sadar dengan entengnya mengatakan tidak apa-apa, bodoh! Felly ingin rasanya memukuli Haechan.
"Ck ya itukan gua masih kecil, terus waktu itu juga gua cuma pake baju olahraga karena mager ganti baju. Sekarang kan ngga, nih lihat." Haechan menunjukkan Hoodie yang berada di atas meja. "Gua ada Hoodie, ada jaket juga di tas."
"Bodo! Pokoknya lu bareng gua!"
"Ngga!"
"Waktu terus berjalan anak-anak, kalian mau debat terus sampe kesiangan?" Tanya Bunda yang baru nongol dengan penampilan sudah rapih.
"Bener kata Felly, Chan. Kamu berangkat sama Felly aja."
"Bunda, Haechan ini harus jemput Lena, kasihan dia pasti nunggu Haechan."
"Yaudah ya Chan, terserah lu. Bunda kalo gitu Felly pamit ya takut telat." Felly memilih mengalah dan langsung pamit pada Bunda setelahnya keluar dari rumah yang hanya dihuni oleh tiga orang.
⭒☆━☆⭒
Haechan suka saat tangan halus milik Lena melingkar di pinggangnya kala mereka sedang naik motor di jalan raya, bersatu dengan banyaknya orang-orang yang juga memiliki tujuan masing-masing. Mereka memang memiliki tujuan masing-masing namun cara jalannya sama, ketika lampu merah mereka harus berhenti, ketika lampu kuning mereka harus hati-hati dan ketika lampu hijau mereka harus jalan kembali. Terserah mau mengambil kecepatan yang tinggi atau perlahan-lahan yang terpenting harus sampai pada tujuannya masing-masing.
Haechan sendiri memilih kecepatan yang sedang, tidak lama juga tidak cepat. Ia ingin setiap apa yang berada dalam perjalanan bisa ia kenang dengan jelas, bagaimana pohon-pohon yang semakin jauh sebab ia lalui, menikmati baunya orang-orang dari yang sedap sampai tidak sedap seperti mobil yang mengangkut ayam-ayam.
Juga, yang paling penting ia bisa merasakan dengan jelas orang yang ia sayangi melingkarkan tangannya di pinggangnya, seolah-olah menjadikan dirinya sebagai pegangannya untuk ia bertahan.
"Apasih kok aku lihat kamu senyum-senyum," Lena berucap dengan bingung sebab saat ia tidak sengaja melihat ke spion kekasih gantengnya ini sedang menyipitkan mata, persis seperti bagaimana saat Haechan tersenyum.
"Siapa juga yang senyum, emang kamu tau."
"Taulah, itu mata kamu yang ngasih tau."
Haechan terkekeh, "Emang matanya ngomong apa sama kamu?"
"Tadi pas aku liat spion dan ngga sengaja liat muka kamu tiba-tiba mata kamu ngelambain aku, dia ngomong gini 'Mba Lena, bibirnya pacar Mba tadi senyum tau.' gitu katanya." Lena berujar dengan polos, seolah-olah tadi mata Haechan benar-benar mengatakan apa adanya dan membuat Haechan terkekeh, untung ia sadar jika sekarang dirinya masih keadaan berkendara coba kalo tidak, sudah habis pipi Lena ia unyel unyel bak pipi anak tetangganya.
"Lama-lama deket aku bisa bikin kamu ngaco juga ya Len."
"Tuh nyadar, tapi ngga apa-apa. Asal Haechan yang buat Lena gini, Lena rela kok."
"Dih kok kamu jadi bucin," masih dengan tawanya Haechan merasakan sang kekasih memukul pelan punggungnya.
"Udah ah jangan ngobrol mulu, fokus nyetir."
"Iya iya kanjeng ratu." Lena tertawa dan semakin mengeratkan pelukannya, disaksikan awan hitam yang perlahan mulai digantikan awal putih, kedua sepasang ini merasakan bersyukur bisa saling memiliki. Ngomong-ngomong gerimis sudah berhenti sejak Haechan menjemput Lena.
☼Tbc☼
Saya minta maaf kalo banyak typo
KAMU SEDANG MEMBACA
Lies - Haechan
Fiksi Remaja"Haechan, manusia yang hidup dikelilingi kebohongan." . . . •On going •10/07/21