1

192 19 0
                                    

Mereka berkumpul sembari melihat sosok pria paruh baya tengah mengemas beberapa pakaian ke dalam sebuah tas besar.

"Hey.... tenang saja. Aku hanya pulang ke rumah karena gips ku telah dilepas dan keadaanku jauh lebih baik. Bukan untuk pergi jauh dan melupakan kalian," ujarnya setelah melihat ke enam temannya yang menampilkan air muka sedih?

"Cih. Siapa juga yang akan merindukanmu," jawab Renjun dengan selang di hidungnya sembari menggulirkan pandangan.

"Ck. Ya, Renjun. Sudahi ke tsundere-an mu itu. Nanti kau menangis karena rindu dengan Haechan," ujar Jeno yang mengundang gelak tawa seisi ruangan. Ungkapan Jeno langsung mengantarkan cubitan kuat pada lengannya yang tengah mengerat pada tongkat penopang tubuhnya.

"Bicara sekali lagi, akan kutendang gips di kaki mu," Renjun mendengus kesal.

"Kau akan kembali sekolah Haechan?" tanya Mark setelah memperhatikan segala bawaan yang baru saja selesai dirapikan oleh Johnny —Papa Haechan.

"Hm, aku akan mulai sekolah besok. Tenang saja, aku akan selalu berkunjung dan mengajarkan kalian semua pelajaran yang kudapat." ucap Haechan.

"Nanti panggil aku, Haechan Seonsaengnim." perkataannya langsung disoraki oleh yang lain. Protesan beruntun mulai terdengar yang mana malah membuat gelak tawa Haechan semakin puas.

"Haechan, ayo. Semuanya, paman dan Haechan pamit dulu ya, jangan sungkan untuk menghubungi kami nanti." ujar Johnny sembari menenteng dua tas besar lalu menghampiri Haechan.

"Yak, Chenle! Jangan lupa meneleponku!"

Setelah salam perpisahan tadi, seketika hening.

"Huh. Baru saja ditinggal Haechan hyung. Tapi rasanya sudah sangat beda." celetuk Jisung langsung dihadiahi elusan lembut Jaemin pada surainya.

"Entah kenapa aku merasa ia akan kembali." lirih Mark sembari masih melihat lorong yang dilewati Haechan tadi. Jantungnya bergemuruh, namun ia segera menampik pikiran-pikiran buruk yang terlintas di kepalanya.
































.......

Senyumnya langsung mengembang sempurna kala pintu kamarnya terbuka lebar. Perasaan girang langsung merambah ke seluruh tubuh.

"Eit. Tidak lompat, ok?"

Seperti tahu isi pikiran putranya, Johnny langsung mengingatkan akan pesan dokter padanya.

"Ah, Papa!" rengek Haechan sembari bergelendot dalam pelukan pria jangkung berisi di depannya. 

Johnny membawanya duduk di atas kasur kesayangan Haechan. Membuatnya saling memandang.

"Ingat Haechan. Ini terakhir kali Papa kau buat takut, ok? Kau boleh bermain, kau boleh bernyanyi, kau boleh melakukan semua kegemaranmu. Tapi untuk terluka," Johnny menggerakkan telunjuknya ke kiri dan kanan seraya memperingati putra tunggalnya.

"Aku mengerti, Papa. Usiaku sudah 20 tahun."

"Ya, tapi di mata Papa, kau masih 2 tahun."

Malam itu adalah malam panjang yang dilewati Haechan dengan Johnny. Bercerita hingga malam. Sedetikpun Johnny tak ingin melewatkan waktu dengan putranya yang baru saja sembuh setelah suatu kecelakaan ringan saat pulang sekolah.
































.......

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Canis MajorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang