"Sepi sekali."
"Benar."
Renjun dan Jeno sedang bermain ke kamar Jaemin. Tak ada interaksi, ketiganya saling terdiam.
"Mark hyung kuliah." Jeno angkat suara.
"Haechan juga sedang sibuk membahas pelajaran pasti." tambah Renjun sembari memainkan ponselnya.
Sedangkan Jaemin yang masih duduk bersandar pada ranjangnya pun ikut menyuarakan kebosanannya.
"Karena Jisung juga mulai masuk sekolah, aku jadi tidak bisa memainkan pipinya."
"Dia manusia, Jaemin."
"Kau tidak tahu, Jen? Pipi Jisung seperti mainan yang mirip lem itu." jawab Jaemin sembari memperagakan ketika ia memainkan pipi Jisung.
"Slime!" ucap Jeno dan Renjun bersamaan.
"Iya... aku lupa namanya,"
"Apa Chenle jadi pindah sekolah? Dia mengatakan akan pindah waktu itu," Renjun lalu mematikan ponselnya kala mengingat curhatan Chenle dulu.
"Ya, dia sudah pindah. Satu sekolah dengan Jisung. Entah apa yang akan terjadi pada sekolahnya nanti saat mereka disatukan," setelah ucapan Jaemin, ketiganya langsung membayangkan hal-hal apa saja yang akan terjadi ketika Chenle dan Jisung dipertemukan. Kemungkinan kecil adalah runtuhnya sebagian gedung, dan kemungkinan besar adalah keributan hingga harus melibatkan seisi penghuni sekolah.
"Parah, pasti." imbuh Jeno bergidik ngeri.
"Sebenarnya aku memikirkan sesuatu," Renjun angkat suara setelah keheningan mulai mengambil alih lagi.
"Semenjak Mark hyung mengatakan hal itu, aku menjadi takut lagi. Ya, kalian tahu, selama ini kita selalu dikuatkan oleh Haechan dan Mark hyung. Lalu setelah mendengar penjelasan Mark hyung, aku merasa seperti separuh harapan kebahagiaanku goyah. Jujur aku sangat takut," Renjun menunduk dalam. Menahan bendungan di bawah matanya.
Tangan Jeno terjulur untuk menggenggam kepalan tangan Renjun. Berharap hal itu bisa meringankan beban Renjun walau sedikit.
"Saling menguatkan adalah satu-satunya hal yang bisa kita lakukan. Jika kita tidak bisa kuat untuk Mark hyung, lalu bagaimana bisa Dia menguatkan kita?" Jaemin pun ikut mengelus pundak Renjun yang mulai bergetar.
"Menangis saja, hanya ada kita bertiga di sini, Renjun." tambah Jeno yang mana malah mengundang tangis Renjun kian menjadi. Jaemin menatap Jeno dengan tatapan datar dan hanya dibalas cengiran khas miliknya.
Merasa bersalah, akhirnya Jeno membawa tubuh bergetar Renjun mendekat padanya. Memeluknya sembari mengelus lembut punggung Renjun. Membiarkan pundak lebarnya basah asal Renjun merasa lega.
Ting!
Dering notifikasi milik ponsel Jaemin pun mengalihkannya. Terlihat pesan tersebut dikirim oleh bunda Jaemin.
"Bunda sebentar lagi datang. Kalian mau makan pizza bersama?" tanya Jaemin sembari mengetik balasan untuk bundanya.
"Iya aku mau. Pizza apa?" sahut Renjun seketika sembari menyeka bekas air matanya.
"Entah, lalu kau Jeno?"
Jeno terdiam beberapa saat. Lalu kembali tersenyum,
"Aku juga. Taeyong hyung sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya, dan Mark hyung juga disibukkan kuliahnya. Jadi tidak ada pilihan lain."
Mendengar pernyataan Jeno, Renjun dan Jaemin saling tukar pandang.
"Jeno. Boleh aku bertanya?" Jeno mengangguk setelah mendengar pertanyaan Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canis Major
Fanfiction'sebuah kisah pertemuan untuk perpisahan' kami tidak kuat, namun kami juga tidak lemah. rasa takut itu selalu ada dan mengikuti kami, tapi setelah kami mengenal satu sama lain, kami tidak lagi takut untuk menghadapi kepergian sebagai akhir. ________...