2.

7 1 0
                                    

Cowok dengan balutan selimut sedang menatap jendela kamarnya yang terbuka. Dari matahari yang belum menampakkan sinarnya sampai cahaya oranye itu muncul perlahan.

"Sialan," gumamnya pelan.

Sial.

Sial.

Sial.

Satu kata itu yang dari tadi ada di pikirannya. Bagaimana cara melupakan kata itu? Pertama, mabuk karena alkohol. Kedua, tidur. Tapi bagaimana? Gara-gara efek alkohol itu hilang, ia tidak bisa lagi menutup matanya. Sial, kata itu lagi yang ada di pikirannya.

Altyga Ralphino.

Ralphino, marga yang disandangnya memberi kehidupan yang tinggi, martabat, harta, tahta maupun kedudukan. Kehidupan yang diimpikan orang di luaran sana.

Tyga. Cowok itu tidak berniat bangun dari ranjangnya, bahkan untuk bergeser sedikit untuk berganti posisi pun tidak ia lakukan, bagaikan patung. Hanya matanya yang bergerak, berkedip dan hanya bernapas.

Padahal jam sudah menunjukkan angka 8. Harusnya ia sudah berada di Lorest sekarang.

Sepi. Tyga hanya mendengar detak jantungnya, dentingan detik. Mansion nya sepi.

🐻

9 jam yang lalu.

Tyga berada di Thry Hotel. Setelah mendapat pesan dari sekretaris pria itu untuk bertemu, Tyga langsung meng-iya-kan.

"Anda adalah pewaris tunggal Drew Crop. Mengertilah," pria yang berkerja sebagai sekretaris pria itu menunjukkan tab--menampilkan foto yang diambilnya 2 hari yang lalu.

Tyga mengetuk-ngetuk jemarinya di meja.

Sial.

"Bagaimana jika aku menolak menjadi pewaris?" Tyga menarik tangannya lalu melipat di dada, mata iris hazel itu menatap pria di depannya tajam.

Sekretaris itu tertawa mengejek. "Itu urusan anda. Bagaimana pun juga anda adalah keturunannya."

Tyga ikut tertawa mengejek. "Siapa yang bisa memilih untuk lahir menjadi siapa." Penyataan ini benar adanya. Jika bisa memilih Tyga tidak ingin berada di posisi ini. Rumit sekali.

"Benar." Sekretaris itu mengambil gelas lalu menyesap wine nya.

"Ini akan mudah jika atasanmu itu tidak ada bukan? atau aku membunuh atasanmu saja?" Tyga tersenyum dengan mengangkat sebelah alis tebalnya.

Bukannya waspada mendengar ucapan Tyga barusan, pria itu malah santai saja. Tuan nya bukan orang biasa.

"Ah, tapi jangan. Nanti akan semakin merepotkan aku saja." Ucap Tyga setelah menyesap wine nya.

Setelah selesai. Obralan itu, Tyga tidak mendapat apa yang Tyga inginkan. Sial.

Sebenarnya bisa saja Tyga membuktikan ucapannya yang membunuh. Tapi selanjutnya akan membuat dirinya lebih sulit.

Saat berada di mobil Porche Macan 2.0 hitamnya, cowok itu mengambil ponselnya lalu menghubungi Hugo.

"Gue open table malam ini."

"Wuih.. Ada acara apanih?"

"Dateng aja."

"Oke. Gue ajak Hanzel sama Marcell nih?"

"Hem. Ajak orang lain juga yang papasan sama lo waktu jalan ke sini."

"Hahaha gila."

Tyga melempar ponselnya jatuh ke jok samping. Tubuhnya ia senderkan dan menutup mata dengan lengan tangan kanannya.

Sial.

Lalu Tyga mengendarai mobil itu ke Sky Loc--club malam paling mahal di USA.

🐻

Samapai di club. Cowok itu menghampiri meja pesanannya yang sudah diisi oleh Hugo, Marcell dan wanita-wanita yang mereka gaet.

Tyga langsung mengambil gelas dan botol wine lalu menuangkannya.

Tyga tidak peduli apa yang dilakukan temannya sekarang yang sibuk dengan urusannya sendiri. Cowok itu juga sibuk dengan menghabis botol wine agar lekas mabuk.

Tyga mengambil ponsel yang berada di saku karena bergetar. Cowok itu melihat notifikasi chat tertera nomor yang tidak ia simpan.

+1 5056726847
Tyga lagi dimana?

Altyga Ralph
Sky Loc

🐻

Sentuh bintangnya yuk...

Yeay terima kasih atas apresiasinya. Seneng deh🐥🐥

Be Yours, Ga.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang