"Jangan mengambil keputusan jika dirimu sedang tidak baik-baik saja"
Ara menggeser piring yang masih berisi beberapa bulir nasi sisa sarapannya, nafsu makan yang biasanya berteman baik dengannya kini seakan hilang diterpa angin.
"Adit itu—"
"Adit, adit, adit terus. Mama nggak capek ngomongin Adit? Ara capek, ma, Ara muak, kapan sih mama sadar kalau Ara sama sekali nggak minat sama Adit"Ara sangat muak mendengar nama lelaki yang seminggu ini seolah meneror telinga dan harinya.
"Mama cuman mau yang terbaik buat kamu, Ra".
Ara memutar bola matanya kesal saat mendengar perkataan wanita tua yang duduk di hadapannya, alasan klise yang sangat menjijikkan bagi Ara.
"Semua ini karena uang kan, Ma. Dari awal mama juga bahas Adit yang bakal biayain studi Ara, kalo memang itu alasan mama, Ara bisa kerja, ma"
"Ra bukan itu maksud mama"
"Apa, jelasin ke Ara apa alasan mama"Ara membungkam mama dengan pertanyaan telaknya, membuat wanita tua itu terhenyak karena banyak kata dari seorang ibu yang tak bisa dia utarakan dengan gamblang di hadapan putrinya.
Banyak harap serta khawatir yang kini memenuhi otaknya, namun tak ada seutas anginpun keluar dari bibirnya untuk menjelaskan perasaannya sebagai seorang ibu kepada anaknya.
"Nggak bisa jawab kan"
"—ma, mama sama aja jual anak perempuan mama untuk uang" telaknya yang lalu meninggalkan mama tanpa bersalah.Ara langsung berjalan menuju kamarnya, memasukkan beberapa buku dan laptop kedalam tas hitam yang sudah identik dengannya. Hari ini tidak ada jadwal kelas untuknya, namun dia hanya ingin keluar dari rumah yang kali ini membuatnya serasa ingin meledak.
Sebuah kecupan yang biasa dia dapatkan dari mama saat hendak bepergianpun kini dia hindari seiring dengan langkah kaki yang terus berpinjak tanpa ada niat untuk berhenti dihadapan mama.
Fikirannya terasa sangat kalut kali ini, meninggalkan rumah dengan keadaan yang tidak baik dengan mama adalah hal yang sangat dia benci, karena di tiap meter perjalanan pasti dia akan merasakan sesuatu yang tak mengenakkan.
Sepeda motor Ara kini membelah ramainya jalanan kota, berjalan tanpa tujuan pasti, hanya mengikuti arah tangannya yang terus memegang kendali motor matic hitamnya.
Langit yang awalnya bersenyum cerah dengan terik matahari yang sangat menyengat kini perlahan sudah dihiasi awan kelabu dengan rintik hujan, rintik yang memaksa Ara langsung mendaratkan tujuan ke kontrakan salah satu sahabatnya.
Arum, satu-satunya sahabat wanita yang dia miliki. Namun saat Ara memasuki kontrakan Arum netranya langsung mendapati kehadiran Haikal dan Jevano yang langsung menyambut Ara dengan lengan yang terentang.
"Heish" cibir Ara sembari melemparkan tas hitamnya ke arah Jevano alih-alih untuk membenamkan diri di dalam pelukan Jevan.
"Tiba-tiba banget kesini, perasaan nggak ada tugas"
"—sorry, bentar", Ara menyela perkataan Arum saat ada sebuah panggilan dari mamanya.Jemarinya dengan cepat menolak panggilan tersebut layaknya tak ada kegusaran, sementara orang orang yang berada di sekitarnya terkejut melihat sikap Ara yang berbeda dari biasanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Mas
Romancekisah perjodohan antara Ara yang bernotabene sebagai mahasiswa kedokteran yang tiba-tiba dilanda krisis ekonomi dengan Adit yang keluarganya bersedia menafkahi bahkan membiayai seluruh pendidikan Ara sampai dia bisa meraih gelar spesialisnya. "Maaf...