5. RUNNING ROMANCE.

1.2K 53 3
                                    

Pria berwajah pucat itu menatap langit mendung dari kursi balkon. Wajahnya yang sayu tampak melamunkan suatu hal. Ini sudah hampir dua tahun lebih hubungannya dengan sang kekasih, Edwin. Pria tampan egois yang kini telah menikah dengan seorang gadis dari kalangan atas seperti dirinya. Ingin rasanya ia mengakhiri hubungan mereka tapi ia cukup lemah dan di sisi lain ia sangat mencintai Edwin.

Sudah dua Minggu Edwin tak menjenguk dirinya, entah karena telah resmi ia jadi lupa pada dirinya atau bagaimana Dwiky tak tau. Ia cukup kecewa pada sang kekasih, karena Edwin juga sekarang ia cacat. Ia pincang. Seminggu ia menangisi keadaanya namun Edwin tak kunjung datang hingga saat ini.

Dwiky sudah bertekat untuk menyerah, ia sudah lelah. Jika nanti Edwin membuangnya karena dia cacat ia akan terima, jika Edwin masih ingin mengurungnya ia juga akan pasrah.

"Elo gak dingin!" Sebuah selimut tersampir di bahunya membuat si empu menoleh. Dwiky menatap pada sosok di belakangnya, seorang yang menjadi masalah hidupnya. Seorang yang sangat ia cinta. Seorang yang telah menjadi milik orang lain.  "Ujan, ayo masuk!"

Dwiky hanya menunduk, namun tubuhnya mengikuti perintah Edwin. Dengan perlahan ia mulai melangkah dengan jalan yang timpang, di belakangnya Edwin menatap dengan mata terbelalak kaget.

"Dwiky, stop!" Dwiky menghentikan langkahnya, tubuhnya di balik kencang oleh Edwin. Edwin menatap kedua kakinya yang di balut celana pendek kaget. "Kaki lo- kenapa kaki lo?"

Masih menatap kaget pada kaki Dwiky tanpa ada jawaban apapun dari orangnya. Edwin mengalihkan tatapannya dari kaki Dwiky ke wajah Dwiky.

"Ini-karena gue?"

Dwiky mendongak menatap Edwin sayu. "Kamu udah makan? Aku siapin makanan buat kamu!" Dwiky melepaskan kedua tangan Edwin dari bahunya. Berjalan dengan kedua kakinya yang telah pincang menuju dapur, meninggalkan Edwin yang meremas rambutnya kencang.

"Lagi dan lagi, gue sakitin lo lagi!"

.

Pemuda tampan menjurus cantik itu mengerutkan kening saat melihat bocah yang dua minggu lalu hampir ia tabrak tengah menimba air dengan tubuh ringkihnya. Kamar mandi-tidak ini bisa di sebut apa Davin juga tak tau. Di sini ada sebuah sumur berlumut dengan beberapa sisi yang di tutupi sebuah plastik untuk di dindingnya. Dan Davin yakin tak akan menutupi tubuh seorang di dalamnya. Tempat yang di datangi Davin ini adalah sebuah perkampungan kumuh.

Sebenarnya Davin juga tak tau mengapa ia bisa ada di sini. Yang jelas ia merasa tak tega melihat anak sekecil Mika bekerja sangat keras. Nama bocah itu Mika, hanya Mika. Anak yatim piatu dan dia bisu. Davin sungguh miris dengan keadaan Mika, harusnya anak seusianya tengah asik bermain dan sekolah tapi Mika malah bertahan untuk sesuap nasi dengan menjadi pengamen.

Tepukan di lengannya membuat Davin menoleh pada Mika yang menunjuk langit mengisyaratkan jika saat ini mendung dan menyuruhnya untuk masuk dalam gubuk kecilnya. Dua minggu lalu mungkin Davin sedikit risih dengan kekumuhan yang baru ia lihat, namun saat ini ia sudah cukup beradaptasi dan lagi meski gubuk yang di huni Mika tidak mewah namun Mika sangat menjaga kebersihan.

Davin duduk di kursi yang sudah dua minggu ini ia duduki saat berada di rumah Mika, netra hitam miliknya menatap Mika yang tengah membuatkan teh untuknya.

"Mika.."

Mendengar namanya terpanggil Mika menoleh, menatap penuh tanya pada Davin.

"Tidak usah repot!"

Mika tersenyum lebar mendengar ucapan Davin. Di bawanya secangkir teh ke arah Davin yang di sambut oleh si empu. Ketika Davin menyeruput tehnya dan Mika duduk di sebelahnya ponselnya nampak berdering.

Merogoh jaketnya untuk melihat si pemanggil, tertera nama Andre di sana. Davin menerima panggilan itu tanpa beranjak.

"Halo mas!"

"Sayang, kamu di mana?"

"Hm, ada urusan di luar. Ada apa mas?"

"Kamu pulang ke apartemen sekarang, ada kejutan buat kamu!"

"Nanti dulu ya mas.." Davin menoleh pada Mika yang menatap dengan mata bulatnya.

"Sekarang sayang!!!"

Menghela nafas sebelum mengiyakan ucapan kekasihnya itu.

Davin menatap ke arah Mika yang masih berkedip menatap ke arahnya. "Aku ada urusan, sebentar kok.. kamu mau ga ikut?"

Mika mengangguk sambil tersenyum yang di balas usapan lembut di rambutnya.


Bersambung...

RUNNING ROMANCE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang