3. RUNNING ROMANCE.

1.8K 67 14
                                    

Seorang pria dengan wajah cantik tengah sibuk mengamati tingkah sahabatnya, Edwin. Sahabatnya yang menikah mendahuluinya itu nampak kesal. Keduanya tengah berada di caffe milik si cantik Davin. Davin adalah seorang model sekaligus aktor kenamaan ibu kota, wajahnya yang amat tampan membuatnya meleset cantik nampak indah dengan badan tinggi dan otot yang sedang. Meski tampan namun Davin benci di sebut cantik, bahkan dia adalah dominan sekaligus bottom. Dia bisa menjadi keduanya. Dalam dunia model sudah pasti dia bersinggungan dengan dunia LGBT, dia salah satu pelakonnya.

Davin adalah selingkuhan seorang pengusaha asal Kalimantan yang telah beristri dan memiliki seorang anak, pria matang berkepala tiga. Davin tak peduli dia hanya bersenang-senang saja, tidak lebih.

Menghela nafas kesal sebelum bertanya pada sahabatnya. "Elo kenapa sih?"

Edwin melirik Davin sekilas sebelum mendengus. "Kesel gue!"

Davin mengangguk sambil melipat kedua kaki dan tangannya. "Dwiky lagi?"

Hanya deheman dari Edwin sebagai jawaban dari untuknya.

"Kadang gue heran sama elo, elo harusnya tau di sini Dwiky pacar yang elo selingkuhin terus dengan seenak udel elo nikahin juga selingkuhan elo. Gila kali elo, elo ga mikir perasaan dia? Elo ngiket dia tapi elo juga sekarang udah punya istri."

Edwin menatap tajam ke arah Davin. "Jaga mulut elo, elo kira elo gak? Elo juga ngentot sama suami orang!"

Davin ikut kesal, wajah cantik dengan kulit halusnya nampak berkerut. "Kita beda bangsat! Di sini kita ga ada yang minta pisah, makanya kita masih jalan. Tapi Dwiky udah minta pisah, elo maksa! Itu ga sehat!"

Edwin menggebrak meja dan melangkah pergi setelah meninggalkan beberapa lembar uang dengan nominal besar di meja. Davin hanya mendengus jengkel, sudah biasa mereka bertengkar begini. Nanti juga akan baik lagi, sifat mereka yang baru lulus SMA membuat keduanya sama-sama mempunyai ego yang besar.

"Bangsat emang!" Davin beranjak pergi dengan mobilnya. Saat menyetir ponselnya berdering tertera nama Andre di sana, kekasihnya.

"Halo mas?"

"Halo sayang, mas mau kabarin kalau mas nggak bisa balik sekarang. Istri mas lagi sakit, jadi mas mungkin stay di sini semingguan sekalian ngerayain ultah Uka."

Davin menghela nafas, sudah resiko jadi selingkuhan, di nomor duakan.

"Maaf sayang, mas janji pas balik nanti mas akan habisin waktu berdua sama kamu sampek kamu ga bisa jalan! Maaf ya sayang, please!"

Menghela nafas sekali lagi sebelum menjawab. "Ok mas, mas ati-ati dan jaga kesehatan ya."

"Siap sayang, mas bakal bawa hadiah buat kamu. Sayang, love you!"

Davin terkekeh kecil. "Aku juga!"

Saat sambungan telfon terputus pikiran Davin mulai menerawang. Ia ingat betul jika hal yang ia lakoni salah, ia sudah jadi pihak ketiga hubungan suami istri. Istri Andre, Hana adalah orang yang baik padanya. Ia sudah menganggap Andre adiknya sendiri tapi ia malah mengkhianatinya, tapi bagaimanapun dia juga cinta Andre. Benar kata orang cinta itu buta, bersyukur pada kalian yang bisa mencintai di barengi logika.

Dan lagi dalam hubungan ini dia menjadi pihak wanita. Wajahnya yang cantik membuat ia lupa diri pada godaan lelaki gagah di luar sana, bukan berati dia melambai. Ia hanya memiliki wajah tampan nyaris cantik, tapi ia masih lelaki sejati meski ia jadi pihak bawah. Terlalu larut dalam lamunannya hingga ia tak sadar mobilnya hampir menabrak tubuh seseorang, untung saja ia menginjak kopling dan rem bersamaan jika tidak di pastikan kepalanya akan terantuk.

Davin segera keluar dari mobilnya, ia baru sadar jika ia lewat pinggir hutan, jalanan yang jarang di lewati pengendara. Matanya kembali menatap seorang bocah yang membawa ukelele di tangan kecilnya. Tubuh kecilnya meringkuk dengan gemetar.

"Hey.." Davin berjongkok mengikuti bocah yang masih menunduk. "Kamu gapapa?" Davin meraih bahu kecil itu lembut.

Perlahan wajah bocah itu terangkat, sepasang mata bulat dengan tahi lalat di bawah mata kanannya menatap Davin takut. Hidung bangirnya yang mungil nampak memerah. Entah mengapa jantung Davin berdetak cepat, ia tau jenis detakan ini tapi ia harus menampiknya, ia sudah memiliki Andre.

Davin terkisap saat bocah itu berdiri sambil meremas ukelele di tangannya, tanpa perlu otak jenius Davin bisa menebak jika bocah di hadapannya adalah anak jalanan.

"Kamu gapapa?" Davin berdiri menatap bocah itu.

Bocah itu mengangguk perlahan. "Kita kerumah sakit aja ya?"

Bocah itu menggeleng.

"Em, oh ya kamu minum dulu!" Davin segera masuk kedalam mobilnya mengambil sebotol air mineral dan menyerahkannya pada bocah itu setelah ia membukanya.

Perlahan tangan kurus dengan kulit kecoklatan itu meraihnya. Meminumnya rakus hingga setengah, nampak sangat haus.

"Di sini sepi, ayo aku antar kamu pulang!"

Bocah itu kembali menggeleng membuat Davin kesal. Ingat pada sifatnya yang mudah emosi. "Eh kamu bisu! Aku ngomong jawab dong, ga sopan!"

Entah bagaimana mata bulat itu nampak berkaca mendengar bentakan Davin. Davin menjadi dilanda perasaan bersalah. Bocah yang kelihatan masih berusia 13 tahun itu nampak mengeluarkan sebuah buku kecil dari saku celana kain lusuhnya, tangan mungilnya menulis sederet kalimat yang kemudian di berikan pada Davin yang menerimanya ragu.

Maaf kak, saya bisu. Saya tidak apa-apa, jangan khawatir.

Davin menatap kaget bocah di hadapannya, rasanya ia jadi orang jahat.

"Maaf, aku ga tau."

Bocah itu mengangguk, sambil menulis sesuatu lagi.

Aku harus pulang kak, terimakasih airnya.

"Aku antar! Ga boleh nolak!"

Bocah itu mengangguk, tidak tahu jika anggukan itu yang akan merubah kehidupannya.






Bersambung....

RUNNING ROMANCE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang