Aditya...
Empat belas tahun berhasil menjaga rumah tanggaku tetap aman, tentram dan kondusif. Semua masalah berhasil kami lewati bersama dan aku berhasil menjaga kenyamanan keluargaku.
Gak ada masalah yang mengganggu kepercayaan dan komitmen antara aku dan Shella. Seberat apapun masalah, bahkan aku tertipu ratusan juta sekalipun, gak membuat ikatan cinta aku dan Shella roboh. Shella yang selalu ada disaat jatuh dan bangunku, membuat aku semakin jatuh cinta setengah mati sama perempuan ini.
33 tahun melajang tanpa penyesalan, karena akhirnya dapat istrinya yang seperti Marshella. Kalau orang dulu ada aja yang nyinyir Shella matre, nyatanya Shella justru jadi penyemangat garda terdepanku waktu aku terpuruk. Lagian kalau dia matre dan aku masih mampu namanya bukan matre. Toh minta sama suami sendiri ini.
Shella juga bukan anak orang biasa aja kok. Keluarganya cukup berada dan tinggal di perumahan yang lumayan elite di Surabaya.
Semuanya indah bersama Shella, bahkan disaat tersulit kami sekalipun.
Tapi....
Sekarang semuanya runyam sudah. Semuanya hanya gara – gara kecerobohanku dalam menghadapi perempuan. Dona bahkan gak ada seujung kuku kecantikan Marshella yang gak luntur – luntur dari hari pertama kami ketemu. Dia hanya terlihat bertambah dewasa dalam artian yang baik. Seolah kecantikan mengikuti pertambahan usianya dengan sangat bersahabat.
Istri kesayanganku itu, seiring bertambah usia, cantiknya semakin berubah. Terlihat lebih dewasa dan menenangkan. Shella itu segala – galanya buatku. Gak ada niat sedetikpun meninggalkan Shella apalagi sampai menduakan Shella. Jangankan meninggalkan, setiap membayangkan gimana hidup tanpa Shella aja, aku ketakutan.
Tapi memang setan itu selalu datang disaat jiwa dan iman kita lengah. Dia tahu aja kapan harus nyenggol iman kita yang pas – pasan ini. Ryan dan Didi, dua sahabatku itu, sudah memperingatkanku sejak awal, tapi aku memilih abai karena aku merasa gak ada apa – apa yang terjadi.
Peringatan Didi dan Ryan menurutku, waktu itu, gak beralasan. Kenapa? aku memang gak ada niat apa – apa kok sama Dona. Kami hanya kebetulan sedang terlibat didalam project yang sama, dan aku PM nya. Dia PIC dari Sales dan kami sering meeting bareng.
Dona seperti kebanyakan orang sales yang memang pembawaannya supel dan gemar mengajak bicara dan bercerita macam – macam. Dia bercerita banyak tentang dirinya, tentang pekerjaannya dan lain sebagainya. Yang jujur saja, memang ciri khas orang sales, selalu membuat lawan bicaranya tertarik walau aku gak terlalu banyak bicara menanggapi, biasanya aku hanya mendengarkan.
Menurut Ryan dan Didi, Dona ini gak baik. Entah dasarnya mereka apa bilang gak baik, mereka gak menjelasan. Dan aku gak perduli juga dengan imae dia, toh bukan istriku. Aku hanya meladeninya mengobrol disetiap kami selesai meeting. Entah itu hanya berbasa basi di pantry, atau menghabiskan dua tiga menit diruang meeting sambil berdiri diambang pintu.
Awalnya dia membuatku kagum karena kerja kerasnya untuk menopang finansial rumah tangganya yang menurutnya kurang. Visi misinya dalam bekerja yang menurutku memang masuk akal dan terlihat terarah. Walau aku melihat gelagat ambisi disana yang jujur, gak pingin aku temui dari sosok wanita. Katakan aku sexist, tapi aku memang gak suka perempuan yang ambisi dalam karir. Karena aku jadi merasa.. diduakan? Ya karena memang permintaanku di malam pertamaku dengan Shella kan, ingin jadi suami yang disayang terus?
Aku sendiri gak pernah bertanya kenapa ekonomi rumah tangganya bisa kurang, karena bukan ranahku. Tapi dia yang selalu sukarela bercerita kepadaku termasuk tentang suaminya yang malas – malasan menggenjot karir, padahal dia punya keinginan agar anaknya bisa medapatkan pendidikan terbaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Real Value
Romancewarning! 21+ adult content. Shella : mau tahu rasanya jadi aku? nih aku kasih deh kamu kesempatan untuk mencoba. Apa benar sereceh itu jadi aku? kita lihat, siapa diantara aku dan perempuan itu yang benar ya mas. yang jelas... belum tentu ada maaf...