Gue Bilqis.
Salah satu tipikal cewek yang nggak mau ribet, suka misuh-misuh dan gampang marah.
Apalagi kalau ngantuk, gue udah kayak macan betina.
Itu kata temen gue.
Kalau menurut gue sih, mau gue ngantuk, mau gue marah, atau apapun itu, tetep cantik kayak bidadari.
Gue punya sahabat. Geng abal-abal kalau kata gue. Empat sekawan dengan perbedaan yang jomplang banget. Sebagian berotak Einstein sebagian lagi otaknya kayak otak semut yang baru netas. Mungkin itu sebabnya kita beda jurusan. Cowok-cowok jenius di IPA, sedangkan gue sama Sindy di kelas bahasa.
Perlu kalian tau, dua orang di antara kita berempat itu pacaran sejak tahun pertama. Dan salah satu dari dua orang itu bukan gue. Dia Sindy. Cewek inilah yang ngebuat Reza--pacarnya--sering gabung bareng kita dan akhirnya ya gini, sahabatan berempat.
Kalau dipikir-pikir lucu sih. Dua orang pinter nggak ketulungan, dua orangnya lagi nggak ngedong-an kalo pelajaran. Dua orang pacaran dengan segala keuwuan mereka, dua orangnya lagi jadi jones sejak lahir. Termasuk gue. Heran aja, kenapa gue selalu di bagian nggak enak, udah otak pas-pasan, jones lagi. Untung aja gue punya sahabat kayak mereka. Ya, walaupun kadang mereka bikin gue naik darah sih. Tapi tetep aja, mereka bertiga ter-the best buat gue.
Kalian tau? Sebenarnya salah satu dari mereka itu sahabat gue sejak kelas satu SD. Dia Biru. Sahabat gue yang pinter tapi jomblo. Gue bersyukur sih dia jomblo. Setidaknya gue nggak jomblo sendirian di sini. Kan serem ya kalau gue dikelilingi sama orang pacaran. Bisa mati muda gue.
Liat aja sekarang. Sebagian besar orang di parkiran ini tuh pasangan semua. Dulu gue sempet mikir, ini tuh sekolah atau tempat pacaran sih? Seakan-akan kalau jomblo tuh kayak mimpi buruk gitu.
"Lo bawa payung nggak?"
Gue noleh ke arah Biru. Cowok dengan jam tangan hitam yang melingkar di tangannya itu keliatan sibuk membuka payung abu-abunya.
Pagi ini hujan. Cukup deras buat bikin seragam basah kalau lebih memilih lari tanpa payung buat ke kelas.
"Bawalah, masa enggak." Setelah memasang ekspresi bangga sama diri sendiri, gue mengeluarkan payung gue. Payung biru yang gue beli bareng sama payung abu yang dipake Biru. Dua bulan lalu kayaknya.
Gue suka biru.
Maksud gue warna biru bukan Biru si jelmaan es batu itu. Kalau dia sih lebih suka warna abu-abu. Aneh sih, harusnya dia suka warna biru juga. Tapi nggak ada salahnya juga sih.
Everybody bebas memilih.
Makanya kalau kita beli sesuatu barengan. Dia pasti warna abu-abu dan gue pasti warna biru. Kita punya topi, sweater, kaos, jam tangan, gelang, kalung, terus apa lagi ya?
Banyak deh pokoknya.
Sekarang gue sama Biru jalan beriringan menapaki halaman sekolah hingga gue berhenti karena mendengar sesuatu.
"BILQIS! WOY!"
Gue noleh ke belakang buat nyari asal suara yang kedengaran nggak begitu jelas karena tersamarkan suara hujan.
"BILQIS! SINI!"
Gue memicingkan mata.
Siapa?
"Devan. Anak IPS 4. Lo kenal?"
Biru berbalik memberi tatapan bertanya ke gue dengan kedua manik coklatnya. Cowok bersurai hitam ini emang tau kalau gue nggak bisa liat dengan jelas di jarak sejauh ini. Paling-paling mukanya rata, atau kadang kalau lebih jauh gue cuma bisa tau kalau dia manusia karena baju yang dipake. Nggak mungkin kan kambing make baju?
"Sepupu gue," ucap gue sebelum akhirnya berjalan menghampiri Devan yang lagi berteduh. Yang gue liat cowok tengil ini nggak sendiri.
Seketika langkah gue terhenti yang ngebuat payung milik Biru yang persis ada di belakang nabrak payung gue. Gue menelan ludah lalu berjalan lagi.
Gugup.
Gue nggak salah liat kan? Yang berdiri di deket Devan itu, Bara? Cowok yang akhir-akhir ini menarik perhatian gue.
"Apaan?" cicit gue. Bukan takut sama Devan tapi grogi karena jujur ini adalah pertama kali gue ada di jarak sedekat ini sama Bara.
"Pinjem payung dong." Devan nyengir.
"Terus gue gimana?"
"Nebeng temen lo kan bisa."
Gue menggigit bibir bawah ketika ngasih payung gue ke Devan. Mata gue udah ngelirik-ngelirik ke Bara daritadi. Kapan lagi ya kan bisa ngeliatin cowok pujaan hati sedekat ini?
"Nggak usah grogi gitu. Gue tau gue ganteng." Devan menaik turunkan kedua alisnya.
Najis! Pede gila!
Gue memutar kedua bola mata malas. Sedangkan Bara hanya terkekeh liat kelakuan temennya.
"Thanks ya, Bil."
Gue mengangguk lalu meninggalkan mereka berdua. Bareng Biru yang megang payungnya buat menaungi kita berdua.
Gue menoleh sekilas dan tersenyum kecil begitu tau kalau Bara yang bawa payung gue. Secara nggak langsung kita pegangan tangan kan?
"Serius dia cuma sepupu lo?"
_TO BE CONTINUED_
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE AND GREY
Novela JuvenilBerawal dari sebuah persahabatan antara Bilqis dan Biru. Membuat sebuah hubungan yang tak biasa terjalin di antara mereka. Siapapun tahu, tidak ada persahabatan lawan jenis kecuali ada yang menaruh rasa antara keduanya. Yup, Biru menyukai Bilqis mes...