Hiraeth - Kita Shinsuke: 2

262 51 23
                                    

[Name] tak pernah mengerti bagaimana cara cinta bekerja. Bahkan saat guru kimianya sudah menjelaskan cinta itu diakibatkan oleh zat kimia dalam otak, ia masih tidak mengerti. Bagaimana dan untuk apa perasaan tak berwujud itu ada tetaplah menjadi tanda tanya besar dalam hidup wanita logis sepertinya.

Dia pernah tidak percaya dengan cinta. Benar-benar tidak percaya secara harfiah. Sejatinya saat itu otaknya hanya berisi rumus-rumus gila penyebab mual-muntah masa-masa sekolah. Hanya itu, nafsu dunia, tidak ada yang lain.

Tapi, dia baru menyadari ketika laki-laki itu ada di dekatnya, ia merasakan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Seperti hal hangat dan kenyamanan berlebih. Apalagi jika laki-laki tersebut berusaha mengaitkan tangan mereka saat berjalan beriringan, atau mengajaknya berjalan-jalan dibawah guguran dedaunan pohon-pohon taman zen.

"Kemari, pegang tanganku. Jangan sampai jatuh." ucap Shinsuke memperingatkan gadisnya. Mengulurkan tangan supaya kekasihnya bisa bertumpu.

Cara laki-laki itu menatapnya, caranya memperlakukan ia, sepuluh ribu persen berbeda dari orang lain.

Teman wanitanya bilang, dia sudah jatuh cinta pada sang teman masa kecil. Sesuatu yang dimaksudkan ialah jejak adanya cinta diantara mereka. Bukan mengenai cairan-carian kimia dengan nama rumit, namun mengenai bahasa hati yang selama ini [Name] bungkam.

Benar, [Name] jatuh cinta.

Perasaan merah muda memeluknya bersama kelembutan selimut waktu. Benar-benar hangat. Nyaman. Ia ingin terus berada di situasi ini. Bersamanya. Laki-laki yang mampu membuatnya mabuk kepayang; Shinsuke.

Lucu sekali. Bagaimana bisa sosok [Name] yang selalu berkoar-koar tidak percaya cinta kini bertekuk lutut dihadapan Kita Shinsuke? Tidak pernah terprediksi oleh siapapun!

[Name] sudah jatuh. Jatuh terlalu dalam, terjun ke sisi gelap perasaan cinta.

Jurang itu menjebaknya. Tak membiarkan ia pergi atau sekedar berbaik hati lepaskan belenggu logam yang mengikat kakinya.

Isakan demi isakan terus keluar dari bibir ranum di malam hari. Saat semua orang memilih untuk mengistirahatkan diri demi mempersiapkan hari, [Name] masih terjebak dalam kurungan cinta.

Hubungan mereka kandas; ditutup oleh hal yang sama dengan prolog hubungan mereka. Musim gugur. Mereka sudah hancur. Terbakar api isu kepercayaan.

Mereka sebuah ironi.

Dan [Name] masih duduk disitu. Oh, sayang. Apapun yang terjadi, dunia tidak pernah berhenti berputar. Kau tidak se-penting itu hingga mampu menghentikan ruang dan waktu hanya untuk menangisi kebodohanmu sendiri.

"Kau baik?"

[Name] menunduk. Menatapi segelas americano dingin di hadapannya. Rasanya memang pahit. Sangat cocok untuk hari yang pahit pula, bukan begitu?!

[Name] membuka mulutnya. Tapi kemudian kembali mengatupkan mulut kembali. Ia tak tahu jawaban apa yang bisa diberikan. Iya kah dia dalam kondisi baik? Atau otak sahabatnya yang tidak baik?

"Ah ... aku mengerti."

Tidak perlu bertanya, kalau begitu. Batinnya berkata.

"Kau masih ... um --mencintainya?"

[Name] semakin menguatkan kepalan tangannya. Ia mencoba melampiaskan sesuatu yang memberatkan dadanya. Iris matanya bergerak gusar, dia sangat bingung saat ini. [Name] mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Oh ayolah, [Name]! Maksudku-- sudah satu bulan pasca kau mogok kuliah dan mendekam di kamar! Dan kau masih belum melupakan dia?!"

[Name] menyipitkan pandangannya. Ia menggigit bibir bagian dalam, guna menahan air mata yang terus memberontak ingin turun. Dia tak mengerti mengapa dadanya semakin terasa sakit, juga mengapa kepalanya terus memutar perkataan pemuda berstatus mantan kekasihnya?

Hiraeth - Kita Shinsuke x reader | FAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang