Permission From The Eve

43 5 23
                                    

.
.
.

"light my cig, please".

Hinata menoleh, melihat entitas tinggi yang berada di ambang pintu. Tangan yang bersangkutan terlihat merogoh ke arah saku celana, mengambil satu bungkus rokok Marlboro yang masih terisi penuh, menggeser bagian atas bungkusnya menggunakan ibu jari, menarik satu linting rokok di bagian tengah, membawa benda itu naik ke atas, mengapitnya pada celah bibir yang sedikit terbuka. Ia yakin ia adalah orang yang cukup siaga, ia adalah orang yang waspada dan sering terdistraksi oleh hal-hal kecil, ia menjadi orang pertama yang menyadari bahwa dua temannya-Tsukisima dan Yamaguchi-diam-diam telah resmi menjalin pertunangan. ia juga menjadi orang pertama yang menyadari bahwa mantan seniornya semasa SMA-nishinoya-sering mencari info mengenai beragam jenis olahraga untuk meninggikan badan. Namun entah mengapa kali ia bahkan tidak menyadari suara pintu besi yang terbuka di belakangnya, dan tidak menyadari bahwa ada orang yang akan datang ke rooftop tempatnya berada kini. Hinata menjauhkan rokok yang sedang ia hisap dari bibirnya, menghembuskan gumpalan asap putih, yang pelan pelan menghilang dan berbaur dengan udara, namun masih meninggalkan bau khas yang ketara.

"sure".

Ia kembali melihat ke arah depan dan menumpukan siku tangannya pada pagar pembatas. Membiarkan dingin besi menyentuh kulitnya. Angin malam membelai wajahnya dengan lembut, meniup pelan surai oranye nya, kemeja tipis yang ia kenakan seakan menari di atas kulitnya, membelai permukaannya dengan halus, menghantarkan rasa sejuk serta menenangkan untuk Hinata. Matanya memejam, ia menikmatinya, menikmati semua afeksi yang diberikan oleh sang malam untuknya, seakan mengucapkan kata "terimakasih untuk semuanya hari ini". Inilah yang ia sukai dari malam, malam menyukainya, malam menyayanginya, malam memberikan pengertian untuknya, malam memberikan perhatian dan waktu yang tenang untuknya setelah mengalami rasa lelah yang panjang.

Sosok tersebut berjalan ke arahnya, melangkahkan kaki menuju sisi sebrang dan sampai ke pagar pembatas, berdiri tepat disebelah Hinata. Ia menoleh menghadap laki-laki disampingnya, membungkukkan badan kearah Hinata sedangkan yang bersangkutan mengambil korek api gas dari saku kemeja hitamnya, memantik sumbu nya memicu api agar tersulut, membawa benda itu secara perlahan menuju orang disampingnya, menjaga api dengan satu tangannya menghalau angin sampai lintingan tembakau milik lelaki disebelahnya itu terbakar.

Kini rokok keduanya sama-sama telah tersulut, Hinata tetap setia untuk diam mengamati visual kota, gedung-gedung dengan lantai bertumpuk, seakan mengeruk udara hingga mencapai titik tertinggi yang bisa digapai, menjulang keatas dengan angkuh, seakan berlomba tuk menunjukan siapa yang bisa menggapai langit, ada aspal yang membentang dibawahnya membentuk jalan, instrumen berlalu lalang terlihat tak sabar untuk mencapai tujuan dengan segera, suara klakson yang sesekali bersahutan seakan bernyanyi menciptakan lagu dengan nada yang tidak pas ditelinga, di atas, hanya ada hamparan langit bewarna gelap oleh tak adanya sinar matahari, dihiasi oleh bulan sebagai bintang utama di panggung bernamakan angkasa malam ini, memantulkan cahaya yang cukup untuk menyinari bumi dan tidak membuatnya benar-benar mati dalam kegelapan.

Hinata menelusuri penampilan sosok laki-laki disebelahnya ini. Laki-laki yang lebih tinggi sekitar satu kepala diatas Hinata. Mata berkabut melihat pemandangan yang sama dengannya. Jari tengah dan telunjuk yang mengapit sebatang rokok tepat di belah bibirnya yang sedikit berkerut oleh dingin, gumpalan asap putih yang lolos dari hidung dan mulutnya. kemeja biru tua dengan kaki jenjang yang terbalut oleh celana regular fit warna hitam. Surai gelap yang sewarna dengan langit malam pukul tiga pagi, jam tangan bulat bewarna hitam yang melingkari perhelangan tangan kirinya, tapi bagi Hinata, ada satu hal yang cukup menarik perhatiannya.

Strawberry. He smells like strawberry.

Meski bau asap rokok mengelilingi mereka, Hinata tahu dan yakin aroma asli sosok tersebut adalah aroma strawberry. Hanya saja aroma tubuh laki-laki disebelahnya bukan jenis aroma yang manis nan tajam menusuk hidung dan merambat hingga otak, itu adalah aroma yang mendeskripsikan rasa asli buah strawberry itu sendiri, lembut, asam, namun segar dengan sedikit aroma dari hujan yang memberi kesan gentle dan halus. Hinata seperti sedang berada di kebun buah arbei yang baru saja disirami oleh hujan lembut, dimana Hinata bisa memetik langsung buah bewarna merah dengan biji yang menempel pada bagian luarnya, memakan dan merasakan rasa asam yang candu nan menyenangkan mengguyur indra perasa dan seisi mulutnya.

Strawberries and CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang