Kedua keping merah darah anak itu membulat heran.
Selama seharian penuh, ayahnya terlihat tidak seperti biasanya. Pria yang mempunyai surai yang sama warnanya dengan anak itu hanya duduk di sofa yang ada di ruang tamu dan sesekali menelepon seseorang dengan nada yang terdengar harap-harap cemas. Bagi seorang anak yang baru saja menginjak umur lima tahun, tentu ia tidak mengerti. Tak ingin membuat suasana hati ayahnya makin memburuk, anak itu pun terdiam sambil menatap ayahnya.
Lima hari berlalu, sejak kejadian itu. Akashi Seijuurou masih bingung akan apa yang terjadi. Ibunya tak kunjung pulang. Padahal ini sudah hari ke-lima sejak wanita yang ia cintai itu pergi. Entah kemana, Seijuurou kecil tidak tahu. Anak itu pun memutuskan untuk bertanya kepada ayahnya. "Ayah, sebenarnya ibu pergi selama berapa hari? Kenapa belum pulang?"
Ayahnya tak bergeming, tampak tak mampu menjawab pertanyaan polos yang dilontarkan anak semata wayangnya itu. Menghela nafas pelan, ayahnya pun menatap langit-langit rumah mereka yang terlapisi cat putih pucat, mungkin hampir selaras dengan wajah ayahnya saat ini. "Seijuurou, sebenarnya ibumu.."
"..meninggal lima hari yang lalu. Ia meninggal karena sebuah kecelakaan."
Seketika, hati Seijuurou terasa remuk. Pecah berkeping-keping. Ibunya meninggal lima hari yang lalu dan tak ada yang memberitahunya? Kejam sekali. Setidaknya itulah pikiran Seijuurou saat ini. Ia tak tahu harus marah atau sedih. Yang bisa ia lakukan hanya berlari ke kamarnya, kemudian mengunci pintunya rapat-rapat. Sekalipun ayahnya meneriakinya, Seijuurou tak peduli. Ia menganggap kalau ayahnya lah yang salah, karena enggan memberitahu yang sebenarnya. Mungkin, jika ia tak bertanya, ia takkan tahu hal itu untuk beberapa tahun ke depan. Atau bisa jadi, selamanya. Semua orang tahu, menunggu kedatangan yang tidak pasti dari orang yang kita kasihi itu sakit rasanya.
Seijuurou masih di sana, di dalam kamarnya; mengurung diri. Kini, hanya detakan jam dindinglah yang menemaninya di tengah suasana yang senyap nan sunyi ini. Ayahnya sudah tidur, mengingat ini sudah pukul 9 malam. Ia tak mau keluar, sekalipun hanya untuk makan malam. Bicara soal keadaannya saat ini, ia ingat, ibunya selalu membacakan dongeng sebelum tidur kepadanya. Tidak seperti ayahnya yang selalu menyibukkan dirinya dengan urusan perusahaannya.
Ia turun dari ranjangnya dan berjalan menuju sebuah lemari kecil, dimana ia menyimpan buku berisi cerita-cerita pengantar tidur. Setelah mengambilnya, ia pun kembali ke ranjangnya. Sambil duduk, ia membaca kata per kata dalam dongeng di dalam buku itu. Sesekali ia menguap, karena ini pertama kalinya ia tak bisa tidur sampai jam 9. Biasanya ia tidur jam 8 malam.
Tak lama kemudian, ia jatuh terlelap.
Satu tahun kemudian.
"Seijuurou, coba ke sini sebentar."
Sesaat kemudian, terdengar suara pintu yang dibuka, diikuti dengan datangnya seorang anak bersurai merah menghadap ayahnya. "Ada apa, Ya-" Namun, perkataannya terhenti saat ia menyoroti dua anak sebayanya berdiri di samping figur ayahnya . "..Ayah, mereka siapa?"
Di antara dua anak itu, ada satu yang memiliki tinggi diatas anak rata-rata. Ia juga memiliki surai lavender yang agak panjang, membuat Seijuurou bingung memastikan bahwa anak itu perempuan atau laki-laki. Sementara yang satu lagi, nampaknya pemalu. Ia tampak bersembunyi di balik kaki ayahnya. Matanya bulat dengan kepingan biru laut yang indah. Rambutnya berwarna biru langit.
"Ini Atsushi, dan yang ini Tetsuya. Mulai sekarang, mereka akan tinggal di sini. Yang akur, ya." Ayahnya menepuk pelan bahu anak bersurai lavender tadi, kemudian yang satunya lagi.
Dan inilah kehidupan Seijuurou sejak kedatangan Atsushi dan Tetsuya.
"Aka-chin bisa membaca?" Atsushi naik ke ranjang Seijuurou, menatap buku yang sedang dibaca oleh Seijuurou. Ia tampak penasaran akan isi buku itu.
Sementara Seijuurou, hanya memberi anggukan sebagai respon. Atsushi pun melanjutkan, "Uwa, keren. Maukah kau membacakannya untukku? Tampaknya ceritanya menarik." Ia pun duduk, menunggu Seijuurou untuk membacakannya cerita.
"Untuk apa?" Seijuurou pun mengalihkan pandangannya kepada anak yang duduk tepat di depannya itu. Namun, perhatian mereka teralihkan oleh suara ketukan pintu kamar Seijuurou.
"Akashi-kun? Boleh aku masuk?" Suara dari luar menyambut pendengaran Seijuurou. Oh, Tetsuya rupanya. Anak yang satu ini memang bisa diakui oleh Seijuurou, bahwa Tetsuya sangat pemalu dan sopan. Apapun yang ia lakukan tak lepas dari izin Seijuurou atau ayahnya.
"Masuk, Tetsuya." Balas Seijuurou, kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke kalimat-kalimat yang tertulis di buku bersampul warna-warni itu. Membalik, membaca. Terus seperti itu. Saat Tetsuya masuk, Tetsuya kembali menutup pintunya dan mendekati Seijuurou. Ia juga tampak tertarik dengan buku Seijuurou, namun tak mengatakan apapun. Entah karena malu atau takut, siapa yang tahu? Melihat reaksi kedua anak itu, Seijuurou menghela nafas. "Tetsuya, duduklah di sini. Akan kubacakan cerita untuk kalian." Seijuurou menepuk bagian ranjang di samping Atsushi.
"Apa? Horee!" Sorak Atsushi. Berbanding terbalik dengan Atsushi, Tetsuya malah terkejut. "Eh? A-Apa boleh, Akashi-kun?" Tanya Tetsuya. Karena mendapat anggukan dari Seijuurou, Tetsuya pun naik ke ranjang Seijuurou dan duduk di sebelah teman satu panti asuhan dengannya itu.
"Kuro-chin, Aka-chin bisa membaca. Hebat, bukan~?" Atsushi menatap Tetsuya. Sementara Seijuurou, menatap mereka heran. Mendapat tatapan dari Seijuurou, mereka pun terdiam dan balas menatap Seijuurou.
"Memangnya kalian tidak diajarkan untuk membaca di panti asuhan?" Tanya Seijuurou. Alisnya bertaut, masih heran dengan hal itu. Mereka sudah berumur 6 tahun, sudah selayaknya mereka diajarkan untuk membaca. Terlebih, mereka seharusnya sudah masuk sekolah dasar. Keduanya hanya menggeleng ketika ditanya Seijuurou. Seijuurou pun hanya bisa menghela nafas.
"Yak, akan kumulai. 'Goldilocks dan Tiga Beruang'." Seijuurou memulai. "Pada suatu ketika, ada seorang gadis cilik yang memiliki rambut keriting nan indah sehingga semua orang memanggilnya Goldilocks. Yang paling disukainya adalah berjalan-jalan melintasi hutan."
Mereka mendengarkan setiap patah kata yang Seijuurou katakan. Dari mendengarkan dengan serius, sampai mereka terlelap, tampak terbuai mimpi dengan damai. Melihat kedua saudara angkatnya sudah tertidur pulas, Seijuurou mengakhiri ceritanya. "..Namun, walau sudah mencari, Goldilocks tak pernah dapat menemukan pondok ketiga beruang itu. Selesai." Setelah menutup bukunya dan menaruhnya kembali di lemari, ia pun membaringkan Tetsuya dan Atsushi, kemudian menyelimuti mereka.
"Oyasuminasai."
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Bring Aka-chin for You
FanfictionSeijuurou yang masih berumur 5 tahun terpaksa kehilangan wanita tercintanya, wanita yang mengandung dan melahirkannya. Akan tetapi, sehari setelah hari duka itu, ayahnya membawa dua anak yang sebaya dengannya. Siapa mereka?