Hari demi hari, terus berlalu.
Satu bulan.
Lima bulan.
Satu tahun.
Seijuurou perlahan mulai menyayangi kedua saudara angkatnya. Walau terkadang bertengkar karena hal yang sepele, mereka akan cepat berbaikan. Walau kadang Atsushi mengganggunya, Seijuurou masih tetap menyayanginya. Biasanya, jika mereka bertengkar, Tetsuya-lah yang seakan bertugas untuk melerai mereka. Ya, Seijuurou terlihat lebih dekat dengan Tetsuya. Ataukah itu hanya pendapat Atsushi?
Mereka tertawa bersama, memikul beban bersama, saling merasakan, dan saling menyayangi. Namun, ketika Seijuurou sedang dalam puncak rasa sayangnya, ada kabar buruk yang begitu mengguncang hatinya saat ia baru saja pulang sekolah bersama Atsushi. Menghancurkan harinya.
"Ayah, apa Tetsuya ada di rumah? Aku tidak melihatnya di sekolah hari ini. Tetsuya mana?"
"Tetsuya di rumah sakit. Beberapa hari yang lalu ia bilang kepada ayah bahwa nafasnya sesak. Tapi, hari ini kondisinya memburuk."
Deg.
Ia tahu Tetsuya memang memiliki tubuh yang agak lemah, tapi jujur saja, ini pertama kalinya Tetsuya dirawat di rumah sakit. Apa sakitnya separah itu? Tidak, tidak. Tenang saja. Tenangkan dirimu, Seijuurou. Tetsuya akan sembuh, pasti. Itu pasti. Itulah yang mengisi pikiran Seijuurou. Antara cemas dan takut, ia berjalan menuju kamarnya. Jantungnya berdegup kencang, berharap sesuatu yang lebih buruk tak akan menghampirinya dan Tetsuya.
"Aka-chin, apa Kuro-chin takkan kesepian di rumah sakit sendirian?" Atsushi menaruh tasnya di samping ranjang Seijuurou. Mendengar perkataan Atsushi, Seijuurou terdiam sesaat, lalu kembali melanjutkan aktifitasnya—berganti pakaian. Merasa tak ada balasan, Atsushi memiringkan kepalanya, menatap Seijuurou. "Ne, Aka—"
"Aku tahu, Atsushi! Aku mengerti keadaan Tetsuya. Berhentilah untuk menakut-nakutiku!" Seijuurou berteriak ke arah Atsushi. Ia merengut kesal, kemudian menatap Atsushi dengan aura kemarahannya.
Atsushi membelalakkan matanya. Ia menggertakkan giginya, kesal. "Aku tidak menakut-nakutimu! Justru sekarang akulah yang takut jika terjadi apa-apa pada Kuro-chin! Baka-chin!" Atsushi balas berteriak ke arah Seijuurou, yang otomatis memancing kemarahan Seijuurou makin keluar. Atmosfir yang menyelimuti mereka terasa dingin.
"Apa? Kalau tidak mau tahu, bilang saja! Tak mungkin kau mengatakan hal seperti itu dengan wajah tenang dan datar! Dan siapa yang kau sebut Baka-chin?!" Seijuurou mengepalkan tangannya, lebih meninggikan suaranya dari yang tadi. Kali ini, ia benar-benar terbakar amarah. "Siapa yang tahu jika sekarang, di dalam pikiranmu, kau bersorak karena kau berpikir perhatianku akan tertuju padamu saja saat ini? Siapa yang tahu?!" Seijuurou menunjuk ke arah Atsushi.
"Apa—" Atsushi tercekat mendengar perkataan Seijuurou. Hatinya terasa tersayat. Ia hanya bisa terdiam, kemudian berlari keluar dari kamar Seijuurou dan menutup pintunya dengan setengah hati.
"Bagus! Keluar dari kamarku!" Seijuurou berteriak dengan kesal. "Cih." Sambil tetap menggerutu, ia lanjut berganti pakaian yang sempat terhenti tadi. Namun, sepertinya ia tak sanggup membendung air matanya. Perlahan, suara isakan tangis mulai terdengar. Seijuurou terduduk. Ia menutupi wajahnya yang sekarang dihiasi air mata yang tetap mengalir.
Sementara di luar, Atsushi terduduk di depan pintu. Menekuk kedua lututnya, ia membenamkan wajahnya di sana. "Bagaimana pun juga, kini Aka-chin dan Kuro-chin adalah saudaraku. Keduanya sangat kusayangi. Aku harus bagaimana?" Ia bergumam. Saat suaranya mulai terdengar getir, tangannya memeluk kedua lututnya. Sesaat kemudian, air mata terjatuh. Yang tadinya rintik-rintik, kini semakin deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Bring Aka-chin for You
FanfictionSeijuurou yang masih berumur 5 tahun terpaksa kehilangan wanita tercintanya, wanita yang mengandung dan melahirkannya. Akan tetapi, sehari setelah hari duka itu, ayahnya membawa dua anak yang sebaya dengannya. Siapa mereka?