Aku

14 1 1
                                    

Angin berhembus membelai wajah yang masih setengah sadar.
"Uhm dingin". Keluhku di pagi hari yang cuacanya tidak begitu cerah, tapi tidak juga mendung.
Seharusnya, pagi hari diawali dengan do'a dan syukur.
"Malas sekali mau berangkat ke sana". Keluh ku lagi.
"Mau jadi apa kamu nantinya, masih pagi udah gerutu aja". Si Bunda ngomel lagi karena anak gadis satu-satunya ini.
"Bunda sih".
"Lho kok jadi Bunda".
"Wawa kan gak mau, sekolah di sana!". Setengah teriak ku bicara pada Bunda.
Lagi-lagi Bunda menjelaskan dengan sabar. "Semua sekolah sama, swasta gak kalah keren kok sama negeri".
Saat ini tahun 2009. Di kota ini, semua anak seusia ku berlomba-lomba ingin masuk sekolah negeri. Aku pun bersaing dengan mereka. Setengah mati rasanya aku mempertahankan ranking kelas saat duduk di bangku sekolah menengah pertama supaya mudah masuk ke sekolah impian. Tapi, apa daya yang diimpikan hanya jadi mimpi belaka. Mimpi buruk.
Pagi ini, aku harus menghadapi mimpi buruk itu.
"Najwaaa, Wawa..! Ayo cepat, Abang udah telat". Teriak si Abang dari atas motornya.
Refan Abang ku satu-satunya, kami beda lima tahun. Sekarang Abang kuliah di salah satu universitas ternama di kota kami.
Kita sudahi dulu tentang Abang, karena ini cerita ku bukan Abang. Aku Najwa Queenzy. Wawa kalo kata Bunda, Ayah, dan Abang.
"Yuk ah Abang bawel berangkat". Jawab ku saat sudah persis di jok motor belakangnya.
"Bang tiga hari ini Abang temenin aku ospek ya?" Pinta ku dengan sungguh memelas.
"Gak bisa, Abang harus ikut kegiatan organisasi".
"Baangg, yaudah kalo Abang gak mau nemenin dari awal sampe pulang. Turunin aja aku sekarang".
"Lho gak bisa gitu dong, kalo kamu gak ikut ospek gimana kamu bisa dapat teman?!".
"Bodo, peduli amat. Turunin, sekarang aaaahh, aku mau pulang aja naik ojek. Abang lanjut aja ke kampus, ikut organisasi tersayangnya itu".
"Bukan gitu, ehh..."
Motor kami tetap melaju, dengan cepat karena Abang mengejar waktunya. Dan aku masih merengek minta diturunkan.
"Yaudah Abang temenin kamu, gak usah ngerengek lagi".
"Asiiiikkkkk, makasih Abang tersayang ku satu-satunya". Ku peluk Abang dengan penuh sayang.

SMA Citra Sempurna. Tertulis dengan besar kata-kata itu di gerbang masuk. Motor kami parkir persis di bagian depan ruang laboratorium komputer. Sekolah ini tidak terlalu buruk. Terhitung, sekolah yang cepat dikenal kalau kita sebut saat orang bertanya sekolah dimana.
Aku dan Abang memasuki koridor area depan ruang guru. Di sana sudah ramai orang berkerumun menghadap papan pengumuman, sibuk mencari nama dan kelompok. Aku, sebenarnya tidak peduli sama sekali dengan kegiatan ospek ini. Tapi, Abang sangat peduli. Karena dia takut aku tidak punya teman nantinya, dia tahu adiknya ini sangat susah bergaul.
"Kelompok 10, Najwa Queenzy, SMP Negeri 1". Ucap Abang sangat pelan, tapi bisa terdengar oleh ku disampingnya.
"Jadi kelompok 10 ni?". Sahutku spontan.
"Semua siswa baru silahkan kumpul di lapangan sesuai dengan kelompoknya". Seru seseorang menggunakan pengeras suara.
"Yup, hayuk kita ke lapangan". Abang mengajak ku.
"Ah Abang males".
"Gak boleh gitu ih, Abang udah batalin kegiatan Abang lho demi kamu".
Mengingat pengorbanannya, aku dengan setengah hati mau berkumpul di lapangan.
Ketika menuju lapangan sekolah, kami bertemu seseorang.
"Maaf dek, kelompok 10 sebelah mana ya?" Abang yang bertanya.
"Cari aja Kak langsung". Jawabnya terdengar malas memberi tahu.
"Terimakasih".
Kami langsung berjalan menuju lapangan.
"Padahal dia kan pakai penanda panitia ospek, mana mungkin gak tahu, ih dasar sok..." Belum selesai aku menggerutu, Abang menarik tangan ku.
"Sini wa, ini kelompok Wawa".
"Bang, panas, gak mau ih".
"Udah gakpapa, sebentar paling di lapangannya".
"Nanti gosong gimana? Pulang yuk" Kali ini aku benar memelas, karena aku tahu fisik ku tidak cukup kuat untuk lama berjemur di tengah terik mentari.

"Semuanya, perhatian, silahkan berbaris menghadap ke depan saya". Terdengar suara orang yang sekarang tidak asing di telinga ku.

"Dah, Abang ke sana ya, malu ih cuma kamu yang ditungguin".
"Awas ya kalo pergi, Wawa gak mau lagi ospek besok".
"Janji, bawel".

"Semuanya dengar gak!!" Keras sekali suaranya, dengan toa di tangan dia berteriak.
"Siap kak dengar". Jawab semua orang kompak.
"Yang pendek barisnya di depan". Teriaknya lagi.
"Hey kamu, ke depan". Kata salah satu teman sekelompok ku.
Aku yang semula di belakang sekali, sekarang sudah berdiri persis paling depan.
"Pakai nama pengenalnya, kalo gak dipakai akan dihukum push up".
Seketika dengan lincahnya tangan ku aku membuka tas dan memakai tanda pengenal yang semalam Bunda buat dari karton, dan dilapisi sisa kardus, dengan tali rapiah seadanya.
"Najwa Q". Dia membaca nama ku di tanda pengenal.
Aku hanya menunduk. Bukan karena takut. Tapi dari awal sudah ku bilang aku malas mengikuti kegiatan ini.
"Kenapa Najwa Q? Apa arti Q?" Tanya dia dengan suara yang sekarang tidak keras, tapi hanya bisa didengar oleh ku.
"Queenzy kak". Aku menjawab sekenanya.
"Oh". Dia berlalu.

*Sampai bertemu dengan aku. Di bab selanjutnya kita akan berkenalan dengan dia*.

My CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang