Dia

5 0 0
                                    

"Ghani Bimantara". Suara ku kecil sekali, bahkan terdengar seperti berbisik.
Seperti dia yang membaca tanda pengenal ku. Aku juga tahu namanya dari tanda pengenal di bajunya.

"Selamat datang semuanya di SMA Citra Sempurna. Selamat menjadi bagian dari kami. Kami harap kita akan menjadi keluarga baru yang saling bisa mengandalkan dan saling menyayangi dalam toleransi. Perkenalkan kami anggota OSIS yang siap membimbing adik-adik untuk mengenal lingkungan sekolah baru adik-adik sekalian". Kembali dia melanjutkan tugasnya untuk bicara melalui toa. Untuk seumuran dia, terdengar berat sekali bahasa yang dipakai.

"Dan nama Kakak, Ghani Bimantara ..."
"Udah tau". Celetuk ku pelan sekali.
"Kakak ketua OSIS di SMA Citra Sempurna".
"Owh". Aku sedikit terkejut.
Lalu dia memperkenalkan satu persatu anggota OSIS lainnya.

Hari ke-dua.

Sama seperti hari pertama aku masih ditemani Abang ke sekolah. Kali ini aku tidak menggunakan seragam SMP ku lagi. Melainkan memakai seragam putih abu, dengan tambahan kepang dua, dan tentunya tanda pengenal karton.
"Abang tungguin aku di tempat kemarin ya"
"Iya, buruan baris di lapangan sana"

Sesampai di lapangan sekolah. Kembali terdengar suara dia.
"Silahkan ambil posisi istirahat di tempat. Dengarkan baik-baik apa yang akan disampaikan. Tidak ada pengulangan. Jika salah akan kami beri hukuman. Paham!". Teriakan dari toa yang digunakannya sangat memekikkan telinga.
"Silahkan masuk ke kelas sesuai dengan kelompoknya. Cari saja di pintu kelas sudah tertera nomor kelompok masing-masing. Kakak beri waktu 3 menit untuk masuk ke kelas. Sekarang!"
Bak ayam kehilangan induknya, semua siswa baru kelimpungan mencari kelas yang sesuai dengan nomor kelompoknya.
Ya, itu kelas kelompok 10. Tepat sekali berada di ujung lorong lantai dua. Setengah mati rasanya berlari supaya tidak kehabisan waktu. Namun, apa daya, waktu berlari lebih cepat daripada kaki kami. Aku dan keenam orang kelompokku.
"Dari mana kalian?" Tanya salah satu anggota OSIS, cewek berambut panjang dengan badan ideal.
" ... " Hening, tidak ada yang berani menjawab.
"Kenapa bisa telat?" Tanya salah satu dari mereka lagi. Kali ini cowok, berkaca mata lebar dengan kulit sawo matang.
"Kami mencari kelas dan sudah berlari semampu kami Kak supaya tidak telat". Kali ini aku berani menjawab.
"Kalian yang sudah duduk di kelas ini apa gak berlari juga?"
"Berlari kak". Kompak sekali anggota kelompok ku yang sudah sampai duluan, menjawab pertanyaan Kakak OSIS cewek itu.
"Mereka semua juga berlari. Jadi, gak ada alasan ya buat telat".
Kali ini aku geram sekali, tapi hanya bisa diam. Karena tenagaku sudah habis untuk berlari dan tak bersisa untuk berdebat.
"Kalian, satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh ... " Kakak OSIS cowok menghitung jumlah kami yang telat.
"Kalian liat lapangan tadi, banyak daun kering yang berserakan kan? Sekarang kalian bersihin sampai gak ada yang tersisa".
"Iya Kak" Jawab kami bertujuh, kompak.

Di lapangan.

Setelah 10 menit membersihkan lapangan. Rasanya lelah sekali, ditambah dengan guyuran terik matahari yang benar-benar menghujam.
"Huh capek". Seloroh ku tanpa memperhatikan sekeliling.
"Siapa yang bilang capek".
Aku tercengang mendengar jawaban dari suara yang tidak asing lagi ini. Ya, dia, si Kakak ketua OSIS, Ghani Bimantara.
"Ayo siapa yang bilang capek tadi?" Sekarang suaranya terdengar keras, seolah menyelidik.
" ... " Dan aku hanya bisa diam, tidak ingin menambah masalah.
"Gak ada ya, kata-kata capek, ini semua konsekuensi yang harus kalian terima. Kita harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah dilakukan. Ngerti"
"Iya Kak, ngerti". Lagi-lagi kami kompak menjawab. Bisa-bisa kami menjadi tim paduan suara karena selalu kompak menjawab.

Sekarang lapangan sudah bersih dari dedaunan. Dan kami kembali ke kelas.

"Setiap yang melakukan kesalahan akan ada konsekuensi yang harus diterima. Jadi, belajarlah bertanggung jawab atas apa yang dilakukan". Ghani Bimantara sekarang sudah berada di kelas kami dan memberi pengarahan.
Tidak salah lagi, dia menjadi salah satu pendamping kami.

Panjang sekali yang dia bicarakan hari ini. Kalau boleh ku rangkum intinya, seperti ini; sekolah kita adalah sekolah swasta unggulan dengan banyak sekali penghargaan baik dari daerah maupun nasional. Penghargaan yang didapatkan dari akademik maupun kegiatan ekstrakurikuler. Mungkin lebih banyak lagi yang dia bicarakan, tapi aku betul-betul tidak tertarik. Aku, saat itu cuma mau pulang dan tidur. Karena badan ku pegal sekali sehabis membersihkan lapangan.

Setelah memberikan banyak sekali informasi mengenai sekolah. Sesi perkenalan dan tanya jawab. Lalu, makan siang bersama. Waktu pulang pun tiba. Bahagia sekali rasanya membayangkan rebahan di atas kasur.

Itulah dia, yang bisa ku gambarkan di awal perkenalan ku dengannya. Gambaran umum sekali, aku pun bingung apakah yang akan terjadi diantara kami.

My CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang