Bagian Cerita Tak Berjudul

16 1 0
                                    

Johnatan masih duduk di salah satu sudut salon yang berada dalam sebuah mall megah di pusat kota. Dengan setia ia duduk manis di sana demi sahabatnya. Membunuh kebosanan, ia menghabiskan waktu bermain dengan ponselnya. Kurang lebih 45 menit akhirnya ia dapat merasakan udara kebebasan.

"Seharusnya kau pergi ke salon dengan Mark. Dia adalah pacarmu." Johnatan protes.

"Aku pergi ke salon untuk menemui Mark nanti malam. Tidak asik kalau dia yang pergi menemaniku pergi ke salon." Lawrence membela diri.

Johnathan menghela nafas. Ia selalu  jadi korban dari hubungan Mark dan Lawrence yang hari ini menginjak minggu ketiga. Korban fisik. Korban waktu. Dan korban hati.

°°°

Setelah Johnathan menemaniku ke salon ia pamit pergi karena ia punya keperluan dengan keluarganya. Bibinya datang ke rumah saat kondisi rumahnya kosong. Aku masih berkeliling mall. Sebuah toko perhiasan menarik perhatianku. Aku jadi teringat beberapa hari yang lalu mamaku kehilangan kalungnya. Tiba-tiba aku berinisiatif membelikan kalung baru untuknya.

Tanpa ragu aku memasuki toko perhiasan tersebut. Berbagai macam cincin, kalung, gelang, baik dari emas, perak, dan logam-logam lainnya terpampang dihadapanku. Seorang pelayang wanita menyapaku.

"Ada yang bisa saya bantu?" ia tamapak tersenyum ramah.

"Aku ingin memberikan sebuah kalung untuk ibuku. Apakah ada yang kira-kira cocok."

"Saya akan mencarikan beberapa yang mungkin cocok untuk ibu anda. Tolong tunggu sebentar." aku mengangguk kecil mengiyakan.

Aku mencoba melihat koleksi toko ini yang terpajang di setiap etalase. Namun ada yang sedikit mengganggu saat suara seseorang yang kukenal sedang berbincang manja dengan seorang gadis.

"Ini sangat cantik."

"Semuanya cincin yang kau coba tampak cantik di jarimu babe." babe?

"Kau ini kenapa membual terus Mark? Aku juga ingin dengar pendapatmu. Mana yang seharusnya aku pilih?"

Jackpout! Aku tidak salah dengar lagi, itu pasti suara Mark. Tapi apa yang ia lakukan disini? Bersama seorang gadis dan berbicara manis seperti itu? Aku mengintip mereka dari balik etalase besar yang ada di sana.

"Bagaimana dengan ini?" Mark menunjuk salah satu cincin yang tergeletak di sana. "Ini terlihat spesial untuk peringatan 6 bulan kita."

Si gadis yang berada dihadapannya tersipu malu. Sementara pelayan yang berada di hadapan mereka tak sanggup menahan senyumnya. Oh Mark! Kita tunggu saja apa yang akan terjadi dengan makan malam kita. Aku mengepalkan tanganku menahan emosi.

°°°

Aku sedang dalam mimpi saat sebuah panggilan masuk dalam ponselku. Setelah berusaha nenyingkirkan rasa cemburu sambil membayangkan bagamaina makan malam Lawrence dan Mark dengan cara tidur aku akhirnya mendapat telepon sial! Lawrence? Apa yang ia lakukan? Bukankah ia seharusnya sedang melakukan dinner romantis? Kenapa justru menghubungiku?

"Hey, apa yang terjadi? Bukankah kau sedang di luar bersama Mark." tangis Lawrence terdengar dari ujung telepon. "Sshh..." aku coba mebenangkannya. Aku tak tahan walaupun hanya mendengar tangisan Lawrence. Aku tak tahan saat gadis yang aku cintai menangis. "Tenangkan dirimu. Its okay. Everything gonna be alright." hening. Hanya suara tangis Lawrence yang terdengar.

"M.. Mark.. Mark..." Lawrence terbata saat mengucapkan nama pacarnya itu.

"Mark? Apa yang terjadi dengannya?" pertanyaqnku tak kunjung ia jawab. "Ssh.." aku kembali menenangkannya  saat suara tangisnya kian pecah. "Listen. Malam ini, menangislah sepuasnya jika itu  perlu. Telepon aku jika kau  membutuhkanku. Aku akan selalu mengangkatnya untukmu. Kita akan bicarakan ini esok. Aku akan ke rumahmu setelah pulang sekolah. Okay?"

B FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang