Langkah gadis itu berat. Ia menghela napas berat sambil menatap langit malam.
Meratapi nasibnya yang tak akan pernah berubah, si gadis menggigit bibirnya.
Titik-titik darah membuatnya tersadar. Segera ia mengelap bibirnya dan melanjutkan perjalanannya.
"Aku pulang," ujarnya pada ruangan kosong nan dingin.
Kembali ia meratapi nasibnya yang begitu sial.
Sambil berdecak sang gadis berjalan ke kamar mandi. Merasa dengan mandi dan berendam akan menjernihkan pikirannya.
Gadis itu sangat menikmati waktunya di kamar mandi, hingga tak terasa ia sudah mendekam selama 2 jam.
Merasa lapar, sang gadis menyudahi acara mandinya dan segera mengambil cemilan di kulkas.
Tanpa menyikat giginya yang putih, ia merebahkan badannya dalam kelembutan kasur besar itu.
Sebelum mengakhiri harinya ia mengguman, "Akan kah esok lebih baik?"
Paginya ia menyiapkan mental seperti biasanya.
Memulai hari baru bukanlah hal yang ia sukai, karena ia tahu bahwa tidak akan terjadi hal baik padanya.
Setelah bersiap, ia melangkahi pintu apartemen yang kecil.
Meski hanya berjarak satu dua langkah namun bagi gadis kecil ini jarak pintu itu terasa jauh.
Sambil berdoa pada Tuhan, ia melangkah keluar. Meski setiap hari terasa seperti neraka namun gadis ini tidak pernah berhenti berharap kepada yang di atas.
Ia selalu meyakini bahwa hari baik akan datang padanya yang tabah.
Seperti biasa ia masuk sekolah; disambut dengan guyuran air dingin dari teman sekelasnya.
Meski menggigil kedinginan, semua anak hanya menertawainya. Tak ada yang menolong atau membawakan handuk.
Dengan langkah berat sang gadis ke ruang ganti.
Ia membuka lokernya yang penuh dengan coretan. Bukan hal yang mengejutkan lagi bila si gadis menemukan pakaian gantinya robek.
Dengan sangat terpaksa ia kenakan pakaian robek itu.
Sang gadis sudah tak peduli lagi dengan tatapan orang-orang. Entah mereka jijik, kasihan atau lainnya.
"Hufh. Kapan hari ini akan berakhir?" bisiknya
Dengan lemas ia kembali ke kelas dan menunggu hingga pelajaran dimulai.
Pelajaran pertama pun dimulai dan kesehariannya di sekolah baru saja dimulai.
Kesehariannya dibuka dengan kerikil berbalut kertas yang dilempar ke kepalanya tiap pelajaran dimulai.
Hal ini dilanjut dengan rumor tentangnya yang sudah menyebar sejak awal masuk sekolah.
"Kamu ingat bahwa dia itu jalang?"
"Ah iya! Sejak awal masuk sekolah brengsek itu sudah membuat kegaduhan."
"Dasar jalang!"
"Perempuan tidak tahu malu."
"Katanya dia lahir tanpa tahu orang tuanya."
"Kenapa gelandangan ini bisa masuk sekolah elite ini?"
Hanya karena ia pernah ketahuan dicium paksa oleh guru, rumor buruk tentangnya mulai tersebar ke seluruh penjuru sekolah. Berkat hal itu guru tersebut dikeluarkan dan sang gadis mendapat sanksi sosial.
Dari rumor yang tersebar hanya satu yang nyata; kedua orang tuanya.
Rumor dan olokan itu memang menyakitkan bahkan sangat tidak mengindahkan keberadaan si gadis sebagai manusia, namun hal itu sudah tidak menyakiti daun teliga sang gadis, ia sudah terbiasa; menjadi makanan sehari-hari.