I Find You on My 16

2 0 0
                                    


There's two playlist that I often to listen to on my spotify. Yang pertama playlist berjudul 'I find you on my 16', berisi lagu-lagu yang serasa dibuat khusus untukku. James Arthur, John Mayer, Harry Styles, semua Heartbreak Weather-nya Niall Horan, Lauv, Paul Kim, The Rose, dll. Seperti lirik lagu One Direction berjudul Steal My Girl, "She's been my queen since we were 16." Really me and my story. Untuk siapa lagi kalau bukan Krisan Danu. Playlist kedua berjudul 'June and my feelings OST'. Just like a drama, I put an OST. Aku menganggap pertemuanku dengan June di bulan Juni seperti sudah diatur, seperti naskah drama. Berisi lagu-lagu yang mewakili perasaanku. Sam Kim, Paul Kim, John Park, Naul, and others Korean musician. I'm not really into kpop, tapi aku menemukan arti-arti yang bagus dalam lagu-lagunya.

I speak my unspoken feelings into music. Serasa music adalah sesuatu yang paling mengerti aku. Nggak ada yang menjudge.

Apalagi saat ini di luar sedang hujan. Lewat lagu But I'll Miss You punya Paul Kim, aku dengan lancar mengetik cerita untuk novel ke 3 ku yang gak pernah terpublish. Cerita tentang seseorang yang merindukan sebuah pertemuan yang tidak istimewa.

Saat itu, kurang lebih 10 tahun yang lalu. Aku adalah gadis berusia 16 tahun yang tengah mengikuti kegiatan ospek di SMA. Junior yang patuh dan pendiam. Di gedung serba guna itu, tempat siswa cewek dan cowok terpisah. Namun aku masih bisa melihat tatapan itu. Tatapan yang gak sengaja bertemu ketika aku memperhatikan siswa yang baru saja turun dari panggung setelah tampil menyanyi. Aku berhenti lama, begitu juga dia di seberang sana. Gak ada yang istimewa. Jarak ketika aku menatapnya yang entah sedang menatap siapa itu, lumayan jauh. Aku yang memakai kacamata mengenalinya samar-samar. Dan diam-diam mencarinya saat kami terpisah. Dan hari-hari setelah itu berjalan tanpa ada yang istimewa kecuali menunggu saat-saat yang tepat untukku memotretnya diam-diam. Hanya Zoe temanku bercerita waktu itu, dan sampai sekarang.

"Zoe, lo kenal anak kelas sebelah, gak? Yang ini." Tanyaku sambil menunjukkan foto Krisan di kameraku.

"Kenal. Famous, sih dia. Di anak-anak cewek, Di kakel juga gitu. Di guru-guru juga."

Zoe menjulukinya 'si Otak Seksi'. Ya, Zoe yang memberi julukan itu. Aku yang biasa-biasa saja, gak merasa istimewa untuk bisa mendapat tempat yang dekat dengan 'si Otak Seksi' waktu itu. Dan seperti yang pernah kukatakan, aku menaruh prioritas. Dan pacaran wasn't my priority. So, I put myself to be an ambitious student and a good friend for anyone. Not a good girlfriend yet. That time, aku bisa menjadi gadis yang agresif dan aktif, jika aku mau.

Because I think Krisan was different. Mau aku seagresif apapun, seaktif apapun, aku rasa Krisan tetap gak bakal tertarik apalagi sampe fallin' into me. I'll send myself to moon if that happen.

"Artinya lo udah dewasa, Jo." Ujar Zoe saat usia playlist spotifyku masuk tahun ke 4, saat kita makan di kantin fakultas sewaktu aku kuliah dulu. "Lo gak maksain perasaan lo, dulu dan sampai sekarang. Gue akuin itu. Gue juga gak bisa se-setia lo. Gila aja. I'm proud of you, Jo."

Seperti yang aku bilang, aku bisa saja maksain perasaan ini ke Krisan. but I have a lot of concequences in my head. Ambisiku untuk mencapai target-target yang sudah kubuat lebih besar ketimbang niatku mengobati perasaan ini.

()

Ada saatnya ketika aku menaruh kepalaku di bawah bantal, no tears, but regretting. Shouting to myself nonsense with F words. "I never asked for this stupid feeling. Damn!" nobody listening but the clock ticky-tocking on the wall. Until the sane side of me softly saying "Wake up, Joanna."

Seperti lagu Beautiful Pain-nya BTOB, English translationnya "I met my love, I said goodbye. For endless days, I cried and laughed. These times and moments, they so beautiful yet so painful."

Aku pernah menghilangkan semua benda yang berbau Krisan. sewaktu pindah apartemen, sebulan lebih aku gak menggantung figura-figura foto yang saat ini memenuhi dua sisi dinding apartemenku. Menaruh buku tahunan di bagian terdalam rak buku yang sulit kuraih. Membackup file-file naskah novel dan puisi yang sudah aku tulis, dan menghapusnya dari notebookku. Menghapus playlist dari spotify. No Krisan in a month. Dan semua itu berakhir dengan kemunculan Krisan dalam mimpiku.

HelplessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang