#1

257 20 3
                                    

Historis (c) faihyuu

Naruto (c) Kishimoto Masashi

Rated T+

Warning(s): AU, Miss Typo(s), OOC (sebisa mungkin untuk dibuat IC), ditambah dengan sedikit sentuhan islami lokal, etc.

Untuk #NHTD12/2021—NaruHina Tragedy Day 12, NaruHina Annual Event 2021

•Misfortune, Never Got the Chance•

Penulis tidak mendapat keuntungan materiil apa pun dari cerita ini selain kepuasan batin. Cerita ini tidak untuk dijuri, semata untuk meramaikan saja.

[ Catatan sebelum memulai seluruh chapter:

Fanfiksi ini terinspirasi dari sebuah kasus yang terjadi di Indonesia, kasus Marsinah. Namun tentunya, tidak serupa. Hanya terinspirasi, bukan berarti dalam fanfiksi ini benar-benar menjelaskan detail nan historiografi. ]

#1

•••

Masih sangat segar dalam ingatanku tentang hari itu. Hari yang kini genap berusia 28 tahun dalam sisa-sisa hidupku. Hari dengan mentari yang panas menyengat, ramai sesak lautan manusia—hari di mana kamu akan menjadi sesosok hantu dalam bayang-bayangku.

Aku masih ingat, kita pernah pulang bersama menaiki sepeda. Di tengah senja berdesik, kita membicarakan mimpi nan fana. Aku yang selalu kagum karena kamu tetap memiliki mimpi, tetap berorientasi pada kesempatan dan masa depan, padahal kita semua terhalang realita.

| Pembuka: Tentang Mimpi |

• Konoha, 8 April 1993 •

Bel berbunyi, jelas menunjukkan pada ribuan pekerja di dalam pabrik itu bahwa waktunya makan siang.

Tidak lama-lama memang, tetapi tentunya para pekerja di pabrik arloji itu juga manusia. Perlu makan atau minum sesuatu untuk mengisi kembali tenaga; pun ada pula yang bersembahyang siang menghadap Tuhannya. Naruto menjadi manusia yang melakukan keduanya, usai melaksanakan salat—pemuda itu segera membuka bungkusan besar kantung plastik berisikan nasi bungkus dengan ceria. Tak dapat disangkal, bahwa pemuda itu kini tengah didera rasa lapar, Naruto tidak sempat menikmati apa pun sebagai sarapan pagi harinya. Pemuda itu dan mungkin juga para buruh lain melakukan hal sama, terutama para manusia yang masih lajang atau tanpa keluarga seperti dirinya. Bagaimanapun, Naruto dan kebanyakan buruh dengan ekonomi mirip dengannya melakukan hal yang sama untuk menjaga gaji agar tetap dapat memenuhi hidup mereka.

"Makin hari, harga-harga makin naik saja, tapi mana ada gaji kita ikut naik. THR kita juga mau ditunda sampai kapan, ini dua minggu setelah hari raya habis loh. Duh, ini nasi bungkusnya sama-sama bikin merana. Perasaan dahulu lima perak saja sudah dapat tempe teri orek dan bakwan juga. Lah sekarang," Perkataan dengan nada yang terdengar mengeluh dalam suasana siang nan memang mendukung untuk berkeluh kesah itu dilontarkan seorang pria dengan codet di wajahnya, Iruka. Walaupun tampilannya agak mirip preman begitu, Iruka sama sekali tidak memiliki tato maupun aksi menyerempet kriminal dalam hidupnya. Luka yang didapatnya karena kenakalan bersama teman-teman masa kecil saja. Namun tetap saja, untuk sepuluh tahun lalu hidupnya pernah dan selalu dihantui rasa khawatir yang mencekik karena suatu operasi pemerintah.

HistorisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang