#2

92 17 0
                                    

Historis (c) faihyuu

Naruto (c) Kishimoto Masashi

Rated T+

Warning(s): AU, Miss Typo(s), OOC (sebisa mungkin untuk dibuat IC), ditambah dengan sedikit sentuhan islami lokal, etc.

Untuk #NHTD12/2021—NaruHina Tragedy Day 12, NaruHina Annual Event 2021

•Misfortune, Never Got the Chance•

Penulis tidak mendapat keuntungan materiil apa pun dari cerita ini selain kepuasan batin. Cerita ini tidak untuk dijuri, semata untuk meramaikan saja.

#2

•••

Masih sangat segar dalam ingatanku tentang hari itu. Hari yang kini genap berusia 28 tahun dalam sisa-sisa hidupku. Hari dengan mentari yang panas menyengat, ramai sesak lautan manusia—hari di mana kamu akan menjadi sesosok hantu dalam bayang-bayangku.

Oh, aku masih ingat. Tentu aku harus selalu mengingat. Mungkin sudah memang bukan masaku, tetapi yang kulakukan di sini hanyalah bercerita—kalian lah yang akan meneruskan kisahku untuk diingat. Diingat sebagai sebuah pembelajaran, agar mimpi buruk itu tak lagi mengikat.

| Kita Manusia |

• Konoha, 9 April 1993 •

Lagi-lagi latarnya siang hari dengan mentari yang menyengat, peluh nan membasahi tubuh, dan ruangan yang jelas tidak memiliki pendingin ruangan mumpuni. Naruto menyeka keringat dengan asal menggunakan kemejanya yang terlihat makin kusam sekali. Kulitnya juga tampak disadarinya makin terbakar matahari.

Bel istirahat pun makin memperparah segalanya, belum juga berbunyi. Naruto hanya bisa terus-menerus meneguk ludah untuk membuatnya bertahan diri. Atensinya terus berfokus pada pekerjaan memasangkan jam dengan kuat untuk arloji yang akan diperjualbelikan di pasaran dalam juga luar negeri.

"Sialan," Iruka dan kata-kata kasar hampir tidak pernah berkolerasi. Namun lihatlah saat ini, wajah kesal itu sangat terlihat jelas sekali.

"Ada apa?" Seorang pekerja perempuan yang Naruto kenali sebagai Kurenai mendekati. Iruka sepertinya benar-benar dilanda emosi, wajahnya merah.

"Pabrik ini benar-benar neraka," ujar Iruka memijat keningnya—sangat terlihat bahwa pria itu juga pening. "Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi, ingin keluar saja."

"Aku pun sama, tapi kau tahu sendiri—sekarang mencari pekerjaan di kota sudah sangat susah bagi lulusan SD macam kita. Paling hanya menerima lulusan SMP dan SMA," Kurenai menepuk-nepuk pundak Iruka. Naruto juga tergerak untuk menangkan pria yang sudah dianggapnya bagai paman sendiri itu, sang pemuda meninggalkan pekerjaannya sebentar untuk memberikan sebotol air mineral.

"Minum dahulu, Pak," Iruka menghela napas, menerima pemberian botol air minum dari sang Uzumaki. Membuka dan meneguknya sekali dalam jumlah yang lumayan banyak volume air.

"Kalian tahu? THR kita pulang nanti baru akan dibagikan, jelas sudah sangat terlambat. Istri dan anakku bahkan sudah kembali menunggu Ramadan yang berikutnya. Sudah telat begitu, tadi bagian staf memberitahuku bahwa THR kita akan dipotong lagi karena alasan peremajaan pabrik, kenapa pakai uang tunjangan kita, sih? Sialan sekali. Mana aku juga tidak mendapat tanda-tanda kenaikan gaji pula." Sesudah pria bercodet itu minum, Iruka kembali bersuara. Ternyata minum air pun hanya berfungsi sebagai pelumas.

HistorisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang