ALEXI BINTANG JAUZAN.
Dia si pejuang. Semua beban dalam keluarga diberikan pada bahunya, yang terlihat kokoh, tetapi menahan sesak di hatinya yang rapuh.Ibunya yang sakit-sakitan, membuat laki-laki muda itu, harus banting tulang. Sang ayah telah, pergi beristirahat selamanya, meninggalkan tiga orang anak.
Dia sebagai anak tengah, harus bisa bersikap adil. Dan harus bisa menjadi sayap pelindung, bagi sang adik. Cowok itu, akan berusaha sekeras mungkin, mengumpulkan biaya untuk pengobatan sang ibu. Dia akan berusaha membantu, sang abang dengan tenaga yang masih dapat dia manfaatkan.
"BINTANG!" Teriakan di pagi hari, memenuhi ruangan yang kecil itu. Rumah yang bisa terbilang sangat sederhana. Dengan tembok kokoh berwarna cokelat, menambah kesan sederhananya.
"Iya bang" Bintang menghampiri, sang abang. Aaron Gentala, menatapnya dengan tajam.
"Bagi duit" Lelaki di hadapannya itu, menodongkan tangan ke depan Bintang, dengan gaya angkuhnya.
"Kan kemarin, udah aku kasih, bang" Jawab Bintang. Namun, jawaban itu membuat ubun-ubun sang lawan bicara memanas. Tala, mencengkram lengan Bintang begitu kuat, membuat Bintang meringis.
"Berani, lo sama gue?!" Bentaknya, membuat Bintang menundukkan kepalanya.
"Kenapa, abang nggak cari uang sendiri aja?"
"Kan, uangnya abang pakai untuk diri abang sendiri" Balas Bintang dengan keberaniannya. Tala, menghempas lengan Bintang dengan kasar, meninggalkan adik laki-lakinya, itu dengan emosi yang memuncak.
Bagaimana bisa, bocah itu berani melawan dirinya. Dan, apa sebegitu susahnya, menyerahkan uang itu? Tala, kakak tertua di rumah itu, dan dia berhak atas segalanya. Toh, dia juga tidak meminta, hal yang berlebihan.
"Bintang," Bintang, yang sedang mengusap lengannya, tersadar saat panggilan lemah terdengar dari kamar sang ibu.
"Iya buk," dia segera menemui sang ibu, duduk di pinggir ranjang, yang sudah terlihat tua. Warna ranjang itu juga sudah sangat kusam.
"Ada apa, Bintang?" Bintang tersenyum tipis, menggenggam tangan Yasmin. Kemudian menggeleng.
Dia tidak ingin, membuat beban pikiran ibunya bertambah. Bintang sudah terbilang, dewasa harus bisa menyelesaikan masalahnya dengan sendirinya.
"Buk, ibu istirahat ya," Bintang membantu sang ibu, menahan kepalanya, lalu membenarkan posisi bantal.
"Kamu nggak sekolah, Bintang?" Terdengar helaan napas pelan. Bintang tersenyum.
"Ini Bintang mau berangkat," ucapnya.
"Yaudah, kamu belajar yang rajin, Bintang,"
"Ibu yakin, kamu pasti jadi orang sukses" Hati Bintang menghangat. Inilah, alasan mengapa dia masih menjadi orang kuat. Karena, ibunya selalu mendukung dia, mendorong dia dari belakang, untuk terus maju dan pantang berhenti, sebelum mendapatkan apa yang selama ini dirasa tidak mungkin untuk digapai.
"Ibu, doain aku ya" Yasmin tersenyum, membalas genggaman Bintang. Sungguh dia tahu, betapa berat kini beban yang Bintang tanggung.
"Pasti, Bintang. Ibu minta maaf. Ibu gagal menyekolahkan kamu, tanpa harus memikiri biaya,"
"Enggak buk, Bintang nggak sama sekali merasa seperti itu," balasnya, dengan hangat.
"Yaudah, Bintang berangkat sekolah dulu, buk" Cowok itu menyalami tangan, wanita setengah paruh baya yang hanya bisa terbaring di ranjang. Raut wajahnya, terlihat mulai berkerut. Bibirnya, terlihat begitu pucat.
Sebelumnya, Bintang menghampiri sang adik. Liam Madhava. Mengajak untuk berangkat sekolah, bersama. Tidak ada, kendaraan yang dipakai.
Mereka, hanya memakai berkat dari Sang Kuasa. Kedua kaki mereka masih kuat, untuk menempuh jarak menuju sekolah. Karena, mereka hidup di pedesaan, jadi tak sedikit juga yang memilih jalan kaki.
08-12-21/senin.
Cerita baru, dimulai. VotMent jangan lupa ya, temann, jangan siderr😇
Dukungan klian, sgt berarti bagi author pemula seperti saya. Thanks before!<3
KAMU SEDANG MEMBACA
BINTANG
Teen FictionMari kita selami, cerita hidup seorang ALEXI BINTANG JAUZAN, Si Pejuang, yang telah bersahabat dengan masalah, bahkan sebelum dia lahir. Akankah dia mampu menerangi semua orang, sesuai dengan makna nama yang diberikan oleh sang ibu?