Prolog

29 8 4
                                    

Hola!

"Hati manusia itu rumit, terkadang diri kita sendiri tidak mengerti maksud hati kita."
Sean Robert

"Papa!!"

Teriakan melengking dari bocah laki-laki berusia 4 tahun itu berhasil mengalihkan atensi semua orang. Mereka menatap kearah pintu utama yang baru saja terbuka lebar. Diambang pintu terdapat sosok pria jangkung dengan tubuh atletisnya tengah berjalan menuju ruang tamu. Dia terlihat sangat tampan dengan balutan jas blazer berwarna hitam, juga dasi yang setia melekat di lehernya.

"Hei boy!" Pria itu mengangkat tubuh si bocah dan menggendongnya. Sesekali ia juga mengacak-acak dan mencubit gemas pipi gembul milik putra sulungnya ini.

"Papa jangan gitu ih!"

Sang anak terlihat kesal dengan memanyunkan bibirnya gemas. Semua orang tertawa melihat interaksi anak dan ayah yang menggemaskan ini.

"Anak papa gemes banget sih." Ucapnya sambil mencium gemas pipi gembul anaknya.

"Huh, Arel ga mau digendong lagi sama papa. Turunin paa!!" Pria itu tertawa renyah dan segera menurunkan anaknya.

Tak lama kemudian, dua orang asing datang memasuki ruang tamu tersebut. Salah satu dari mereka membawa seorang bayi perempuan digendongan nya.

"Loh kalian ini siapa toh? Kok masuk rumah orang sembarangan. Sopan kayak gitu?" Tanya pria paruh baya dengan kumis tebalnya. Beliau terkejut akan kehadiran dua orang asing dirumahnya ini.

"Mereka suruhan ku pa. Hei kamu, berikan dia pada saya." Sahut Sean sembari mengambil alih bayi perempuan itu ke tangannya.

"Mas, ini kamu mau adopsi anak atau apa?"

Kali ini istrinya Agatha bertanya dengan raut bingung, sambil menatap wajah Sean meminta jawaban.

"Aku bukan mau adopsi anak—"

Sean menjeda ucapan nya dan menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan perlahan. Sean menatap satu persatu anggota keluarganya, termasuk putranya yang kini hanya memandang polos kearahnya seakan tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"—Tapi bayi ini adalah anak ku, anak kandung ku." Lanjut Sean tanpa keraguan sekalipun.

"Hahaha Sean..Sean.. kamu ini suka banget bikin drama. Udah mau jadi bapak dua anak loh, masih mau nambah satu lagi?" Sela si pria tua dengan tawa khas nya.

Aron, yang merupakan ayah dari Sean mentertawakan putra sulungnya, karena beliau tidak percaya perkataan Sean. Padahal suasana sedang genting dan atmosfer disekitar mendadak panas. Maya menatap suaminya tajam dan memberi kode untuk diam. Aron mengangguk pelan menuruti istrinya dan kembali diam mendengarkan penjelasan Sean.

"Sean, jelasin semuanya ke kita." Maya berkata dingin, seolah dia kesal dengan putranya yang terlihat menggampangkan ucapannya tadi.

"Bayi perempuan ini memang betul anak kandungku. Aku punya bukti dari tes dna yang ku lakukan dua bulan lalu. Ini surat-surat nya ma."

Sean menyerahkan satu buah map kepada Maya. Didalamnya terdapat surat hasil tes dna yang dilakukan oleh Sean. Semuanya serempak terkejut hingga membulatkan mata tak percaya, kecuali Karel. Anak pertama dari Sean itu hanya duduk manis, menyaksikan keributan yang sebentar lagi akan terjadi.

BUGH!!!

Aron beranjak dari kursinya dan memberi bogeman mentah kearah putra nya, tak peduli Sean akan kesakitan atau terluka. Aron benar-benar marah saat ini, Guratan kasar di wajahnya tercetak jelas. Tangan nya mengepal kuat hingga membuat buku jarinya memutih.

Tubuh Sean terhuyung ke belakang, hampir saja ia terjatuh. Beruntung dua orang di belakangnya siaga menahan tubuhnya agar tidak limbung. Sean memandang wajah bayi nya khawatir, dan memastikan kalau bayi itu tetap tertidur pulas.

PLAK!!!

Belum selesai dengan Aron yang memberi bogeman mentah-mentah ke wajah nya, kini berganti istrinya yang menampar kuat pipi Sean. Sean masih tahan dengan tamparan barusan, tetapi dia baru sadar kalau Agatha sudah berkaca-kaca dengan emosinya yang meluap-luap.

"DASAR PRIA BRENGSEK!!" Umpat Agatha.

"Aku sedang hamil anakmu Sean, tapi kamu malah selingkuh sama wanita lain. Bahkan sampai kalian punya anak dibelakang ku. Sean, apa kamu gak peduli lagi sama anak kita? Karel masih kecil, dia masih butuh ayahnya. Kamu brengsek banget Sean, aku kecewa sama kamu. Disaat aku mulai cinta dan sayang sama kamu, tapi kamu malah ngehancurin perasaan ku. Aarghh sialan, Sean brengsek!!!"

Agatha benar-benar emosi sekarang. Perasaannya campur aduk. Antara sedih, marah, kecewa, semuanya tak bisa dijelaskan. "Sean, kamu masih sayang kan sama aku? Kalo iya...kamu harus bunuh bayi itu."

"Nggak. Bayi ini gak bersalah! Aku yang salah!"

"Oh.. jadi kamu lebih sayang anak haram itu? Oke fine. Aku akan pergi dari rumah ini, Karel juga akan ikut denganku. Aku mau kamu ceraikan aku sekarang juga."

"Aku sayang sama kamu Agatha. Aku gak mau kita cerai!"

Sean sungguh frustasi saat ini, dia semakin dibuat kesal oleh tangisan bayi kecil nya tersebut. Andai waktu dapat diputar kembali, dia memilih untuk berdamai dengan istrinya malam itu. Daripada pergi dari rumah dengan perasaan kacau nan emosi. Berakhir di bar dan mabuk alkohol, serta kecerobohan nya yang tidak dapat mengkontrol diri. Sean menyesal telah mengecewakan Agatha yang jelas-jelas mencintai dia dengan tulus.

"Papa..hiks..Arel takut.."

Karel, anaknya menangis sesenggukan menyaksikan langsung pertengkaran kedua orangtuanya. Seharusnya Karel tidak melihat keributan ini, tapi ini semua salahnya. Sean berjalan menaiki tangga dan meninggalkan semua orang disana dalam perasaan kecewa dan marah. Dia juga tak sanggup menghampiri Karel, karena Sean pikir ia ayah yang buruk untuk Karel. Sean gagal menjadi ayah yang baik.

"Maafin papa Karel...papa gagal jadi ayah yang terbaik buat kamu." Batin Sean.

****

Don't forget to vote and comment, thank you!🦁

HERSYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang